Hurt. But it's the truth.

6.1K 642 45
                                    




Luke memang selalu kelihatan keren. Lengan kemeja digulung dan dasi agak longgar, dia kelihatan modis tanpa perlu banyak usaha. Wangi parfumnya malah makin seksi karena sudah seharian menempel di bajunya. Luke memang bukan owner tour travel rekanan Win itu, dia hanya salah satu staf marketing senior. Tapi melihat ambisinya, Win yakin dia pasti bakal mati-matian untuk mencapai puncak.

Segelas green tea latte milik Win dan segelas espresso milik Luke diantar oleh waitress ke meja mereka. "Eh, Win, aku sudah punya list harga pesawat murah untuk enam bulan ke depan. Nanti aku e-mail ke kamu. Lumayan kan buat kamu jual di a la carte kayak biasa. Untuk yang nggak ambil full package." Luke menyeruput espresso-nya.

"Oh, thanks, Luke." Win releks menghela napas, nggak bisa menyembunyikan kekecewaannya karena Luke langsung membicarakan pekerjaan dan sama sekali nggak menyinggung penampilan Win. Mungkin dandanannya jadi terlihat biasa saja karena sudah direvisi Love, tapi masa sih? Hari ini kan baju yang Win pakai bukan ala ketemu sahabat, tapi lebih manis dari itu. Seingat Win, Luke belum pernah melihat Win pakai sweater semanis ini. Biasanya Win akan menemui Luke dengan pakaian modis yang wajar. Win nggak pernah mau terlihat too much di depan cowok itu.

"So, paket baru apa lagi nih yang kamu punya untuk masuk ke kantorku, Win? Keren nih, Honeymoon Express melebarkan sayap terus." Luke tersenyum lebar melengkapi pujiannya untuk Win.

"Sama kayak lo. Gimana, lo udah tanya Win kapan dia bakal balikin duit gue supaya gue bisa kasih proyeknya ke lo?"

Bagai adegan ilm horor yang setannya tiba-tiba muncul, Luke tercekat menatap Bright sudah berdiri di belakang Win. Dan bagai adegan drama pertengkaran rumah tangga dalam sinetron prime time, Win terbelalak kaget melihat siapa yang berdiri di belakangnya.

Win langsung berdiri. Memutar badan menghadap Bright. "Bright?! Kamu ngapain sih?! Maksud omongan kamu apa?!"

Luke ikut berdiri. Badannya kaku, matanya tajam dan panik menatap Bright. "Maksud lo apa ya, Bright? Gue lagi meeting nih sama Win. Lo kalau ada perlu sama gue, habis ini aja."

Rahang Bright mengeras. Dia nyaris menendang kursi karena emosinya mulai meluap. Untung dia berhasil menahan gerakan kakinya sendiri sebelum kursi kosong di dekat Win mental. Memang dasar laki-laki licik!

"Masih bersandiwara lo?"

"Ada apa sih? Kamu ngomongin apa?" Win menatap Bright gusar, minta penjelasan.

"Kamu tanya tuh sama dia! Denger ya, Win, sebaiknya kamu nggak usah berhubungan sama dia lagi. Pertemanan, bisnis, putusin aja semua. Dia cuma manfaatin kamu. Tatapan Bright seolah menghunjam Luke. Urat-urat bertonjolan di punggung telapak tangannya yang mengepal. Win terperangah sampai rahangnya seakan nyaris jatuh ke lantai. "A-apa?"

"Jaga mulut lo ya, Bright! Lo jangan bikin ribut di sini!"

"Jaga mulut? Lo yang harusnya jaga mulut dari awal dan nggak ngomong sembarangan. Elo itu sebenernya—"

"DIEM LO!!!"

Tiba-tiba kepalan tangan Luke mendarat ke pelipis Bright dengan sangat keras, sampai-sampai Bright terhuyung ke belakang.

Win memekik histeris melihat darah segar mengalir dari luka di pelipis Bright. "Stop! Luke, Bright! Apa-apaan sih?!" Dengan panik Win mendorong Luke mundur agar menjauh dari Bright.

Semua mata pengunjung coffee shop mulai tertuju pada mereka, belum ada yang berani melerai. Bright nggak peduli darah yang menetes sampai ke pipi dan mendarat di kerah bahunya. Dengan pelan Bright berdiri dengan mata menyala marah.

HONEYMOON EXPRESS [BrightWin] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang