Kejujuran itu Manis, Tapi Pahit

5.5K 580 44
                                    


"Aku nggak bisa lama-lama ngobrol sama kamu di sini. Masih ada keperluan lain," kata Win berbohong begitu mereka duduk berhadapan di sofa empuk coffee shop hotel tempat Love bekerja. Mereka sampai di sini naik kendaraan masing-masing. Win menolak waktu diajak berangkat naik mobil Bright. No way!

WIN: Love, gue d coffee shop. Ada Bright. Gue ngomong sm dia dulu. Lo turun 15 menit lagi ya.

Win menekan tombol Send.

Lima belas menit cukuplah untuk ngobrol singkat sama Bright. Sekarang Win benar-benar hanya mau fokus membicarakan soal pemutusan kerja sama. Soal yang lain-lain, Win nggak mau bahas. Kalau memang percuma menugaskan Foei kemarin, hari ini akan Win hadapi sendiri sampai urusan soal proyek bulan madu Bright beres.

Win nggak mau lagi mengerjakan bulan madu bohong-bohongan ini. Itu sama saja dengan penghinaan kesakralan bulan madu—dan pada profesi Win. Dan yang paling menyedihkan, pelakunya adalah pria yang Win kagumi.

"Kamu buru-buru ya? Kalau memang hari ini waktunya sempit aku nggak masalah kok kita jadwalin ulang. Besok atau—"

"Nggak. Nggak besok-besok. Hari ini aja. Pokoknya aku ada urusan. Besok-besok juga pasti ada urusan. Lagian, rasanya apa yang disampaikan Foei udah cukup jelas, kan? Sekarang kita tuntasin aja. Aku akan kembaliin sisa uang kamu yang belum terpakai plus denda karena aku

terhitung lalai. Kalau kamu keberatan sama nominalnya, kamu bisa—"

"Jalan kaki sambil gandengan di Tembok Cina."

"Hah?" Kenapa tiba-tiba Bright ngomongin Tembok Cina? Aneh.

Ekspresi Bright nggak berubah, padahal dahi Win sudah berkerut-kerut. "Tembok Cina apaan? Aku nggak lagi mood bercanda ya, Bri. Ini serius. Jadi aku lanjutin. Misalnya kamu ada ketidakpuasan silakan kamu bikin—"

"Pesta kembang api kayak tahun baru di Ancol."

Win menegakkan duduknya. Kali ini mulutnya terkatup rapat. Dia nggak yakin apa maksud celetukan-celetukan Bright barusan.

Tapi... sepertinya dia tahu.

Mata Bright lurus menatap Win, lalu bicara lagi, kali ini dengan tenang. "Aku masih ingat waktu mergokin kamu lagi browsing lihat-lihat foto Tembok Cina di base camp klub budaya. Kamu bilang, gara-gara habis nonton film Mandarin yang ada adegan romantis di sana, kamu

jadi pengin gandengan sama pacarmu di Tembok Cina.

Kayak di film itu. Hasil browsing itu kamu tempel di album kliping Honeymoon kamu. Buku itu masih ada?"

Astaga, Bright masih ingat. Jangankan album itu, bahkan sketsa kapal kertas yang Bright buat masih menempel manis di halaman Venice.

Bibir Win bergerak-gerak gusar. Nggak tahu harus bereaksi apa. Hampir semua teman-teman SMA dan kuliah Win memang tahu dia terobsesi pada hal-hal romantis, terutama bulan madu. Tapi nggak banyak yang tahu Win sampai punya buku kliping dan berkhayal punya biro perjalanan khusus bulan madu. Bright salah satu yang tahu, tapi Win nggak pernah menyangka dia akan ingat.

"Soal pesta kembang api, kamu juga pasti ingat, kan? Itu gara-gara kamu kebanyakan nonton Meteor Garden. Kamu bilang, kalau di opening serial Meteor Garden itu, tokohnya duduk di bukit lalu ada hujan meteor. Kamu bilang kamu akan mewujudkannya dengan versi kamu.

Duduk di atas bukit, berdua sama orang yang disayang lalu bikin pesta kembang api pribadi yang meriah kayak tahun baru di Ancol—karena bakal lama kalau nungguin hujan meteor sungguhan, dan belum tentu ada."

HONEYMOON EXPRESS [BrightWin] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang