Marah, kesel, kecewa, atau apa pun itu namanya—yang jelas Seva kaget pas tau isi dari amplop pink yang dia temukan di tas Jingga tadi pagi.
Demi apa, Jingga bisa uwu-uwu-an bareng ini satu kudanil kebon?!
Anak TK pun tahu kalau ini surat cinta. Belum ada sejarahnya surat pemberitahuan dari sekolah pakai amplop warna pink. Pake gambar hati di bagian atas kanan surat, lagi. Biar apa, sih? Biar menunjukkan kalau buatnya juga pake hati?
Kapan sih, Jingga belajar hal semenggelikan ini? Kok Seva tidak pernah tahu?
Seva masuk ke barisan kelas 12 IPA, ia berhenti di kelas 12 IPA-1. Si alamat surat sedang asik ngobrol dengan teman-temannya yang nggak kalah sengak.
Setau Seva, 12 IPA-1 isinya orang-orang yang mengesalkan—selain pintar, maksudnya.
Brak!
Seva menggebrak meja tempat Galang-sepatu-galang itu sedang ngobrol dengan temennya. "Lo ada hubungan apa sama Jingga?"
"Gue?" tanya Galang.
"Nih!" Surat pink yang dari tadi dicengkram kuat Seva dilempar ke meja.
"Wah, ini pasti balasan surat cinta gue kemarin. Jingga romantis banget, sih? Ya, nggak?" Galang menatap remeh Seva.
"Omong kosong!" umpat Seva.
"Lo siapanya Jingga? Apa hak lo ngatur kehidupan Jingga sampe hal pravite kaya gini?" Kali ini Yusra—bule yang nggak putih-putih amat—angkat bicara.
"Lo diem ya! Gue nggak ada masalah sama lo!" sungut Seva. Dia sendiri sebenarnya tidak tahu harus jawab apa pertanyaan konyol Yusra.
Seseorang nggak harus punya status untuk melindungi orang lain, kan?
"Stop! Lo chilldish banget, tahu nggak?! Nggak semua tentang kehidupan Jingga bisa jadi makanan pokok lo." lanjut Yusra lagi.
Semua orang satu sekolah memang sudah tahu kalau Seva dan Jingga memang sedekat itu.
"Stop mencampuri urusan orang lain. Stop bertingkah seakan urusan orang lain sangat-sangat penting buat lo. Stop feeling that your decided is the best for someone."
Telak! Kalimat-kalimat sok bijak dari Yusra membungkam Seva. Darimana si keturunan Firaun menemukan teman seperti Yusra?
"Dengerin!" sinis Galang dengan wajah menyebalkannya.
Seva yang sudah agak terkendali akibat kalimat-kalimat Yusra kembali merasakam amarah.
Sial! Apa si Galang ini mengejeknya?
"Go to hell, jerk!" —bug!
Satu tonjokan dari Seva mendarat di hidung Galang. Seva yakin Galang nggak akan bisa membalasnya. Galang memang selemah it—
Bug!
Seva tersungkur. Tidak. Bukan Galang. Itu Yusra. Kacung Galang yang satu ini memang sangat-sangat merepotkan.
"Jingga udah gede. Dia udah tahu yang baik dan yang buruk untuk dirinya."
Seva hendak bangkit setelah tersungkur karena Yusra. Pukulannya keras, nggak main-main. Secara dia ini salah satu atlet taekwondo nasional dengan sabuk hitam.
"Bisa aja Jingga suka sama Galang tapi dia nggak mau menunjukkan itu dihadapan lo. Maybe she doesn't want broken your heart cuz she knows that you never liked this." Yusra berkata dengan tenang.
Seva yang tadinya hendak membalas pukulan Yusra kembali dibuat terbungkam.
Jingga nggak seperti yang dikatakan Yusra, kan?
"Mending lo pergi. Jingga udah milih gue. Lo nggak ada hak buat atur Jingga." ujar Galang sombong.
"Lo..." Seva menunjuk Galang. Napasnya ia hembuskan dalam-dalam. Seva nggak pernah bermaksud mengatur Jingga. Seva cuma mau yang terbaik buat Jingga. Dan Seva tahu Galang bukan yang terbaik.
OoO
Seva jadi tambah yakin kalau dirinya adalah penangkal sial yang Jingga punya. Sedangkan Galang itu ya si pembawa sialnya.
Buktinya saja Anya—sahabat Jingga—bilang kalau Jingga pingsan saat ditemukan di kamar mandi. Anya bilang pada Seva sesaat setelah Seva melepas Jingga pada Galang tadi.
Dengan sangat tergesa sampai harus menulikan telinga atas teriakan Bu Emi—guru sejarah yang kebetulan sedang mengajar di kelas Seva—ia berlari ke UKS
Seva berhenti saat Galang dan satu kacungnya berdiri di depan pintu UKS.
"Eitss,,, ketemu lagi kita." Galang menepuk pundak Seva yang langsung ditepis. Sampai kapanpun Seva tidak sudi tangan itu mengenai tubuhnya lagi. "Ngapain, lo?" Galang berubah tajam.
"Gue mau jenguk Jingga. Minggir!"
"Lo siapa jenguk-jenguk pacar gue?"
Apa tadi? Pacar? Yang bener aja! Pokoknya Seva harus bantu Jingga keluar dari guna-guna Galang setelah siuman nanti.
"Sev, I warn you. Apa pencerahan gue tadi pagi kurang rinci? Apa gue perlu jelasin lagi kalau lo nggak punya hak untuk mengurus Jingga lebih jauh lagi?" tanya Yusra tenang. Beda dengan Galang yang kalau lihat mukanya aja pengen langsung dikirim ke neraka.
"Jelas gue punya hak!" bela Seva.
"Tapi Galang lebih punya hak."
"Gue nggak percaya kalian pacaran." Seva menunjuk Galang.
"Apa surat tadi kurang membuktikan? Lo udah baca isinya, kan?" ujar Galang. Ya, Seva sudah baca isinya. Tapi tidak semua. Kalimat awalnya saja sudah bikin mual. Dia nggak sanggup lebih jauh dari itu.
"Oke, gue pergi!" Dengan berat hati, Seva kembali ke kelasnya.
Setelah kepergian Seva, Galang pamit ke Yusra, ingin menemui Jingga di dalam. Yusra mengangguk.
"Nya, gantian gue yang jaga." kata Galang penuh perintah. Anya rela tidak rela meninggalkan sahabatnya dengan Galang.
"Nya," tangan Anya dicekal saat melewati Galang. Galang berbisik tepat di telinganya. "Jangan bilang kalau Seva tadi ke sini."
OoO
Kasih slow.
Sudah hampir 4 hari fertigo. Kalo merem malah tambah pusing dan mual. Jadinya ya nggak tidur, hehe.... Baru enakan tadi pagi :')
Kalian pernah vertigo sampe separah itu? Aku baru pertama sampe separah itu 😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Jingga
Teen FictionSenja Jingga >>[Spin off Mados] << "Sev, gue ditembak Ridho." "Tolak. Dia playboy yang suka morotin cewe." "Oke," "Sev, Jaka minta nomor gue," "Jangan kasih. Dia cuman modus sama lo," "Oke," "Sev, Alif ngajak gue dinner." "Jangan mau. Siapa tahu nan...