SJ 1 - Sepucuk Surat Cinta

9K 500 37
                                    

"Jingga, dia itu siapa sih? Pacar bukan, sodara bukan, bapak bukan, kakek bukan. Tapi dia seenaknya ngelarang lo buat deket sama cowo lain." kesal Anya.

Bagaimana tidak kesal, setiap sahabatnya didekati oleh cowok di sekolah, satu cecunguk itu selalu berhasil menggagalkan semuanya.

"Kan demi kebaikan gue juga," bela Jingga.

Pernah satu kali Anya mengira kalau Seva dan Jingga punya hubungan lebih dari kakak-adek-pacar mungkin. Tapi pikiran itu langsung musnah melihat bagaimana Seva memperlakukan Jingga. Seperti induk ayam terhadap anaknya.

"Bodo, ah!" Anya menyerah.

"Jangan marah terus kenapa sih, Nya? Sensi amat sama Seva." Jingga melingkarkan tangannya ke bahu Anya. "Ayo masuk kelas,"

Anya berdecak. Ia kesal dan sungguh-sungguh kesal dengan sahabatnya satu ini. Jingga itu sudah diperbudak oleh Seva. Kakak kelasnya yang kata banyak orang, pangeran dari surga.

Pangeran? Pangeran kodok, iya!

"Jingga, dapet surat dari Galang, kakel XII IPA-1." Mawar, seorang tukang pos yang menyamar jadi siswi, menyerahkan sepucuk surat merah muda-yang jelas-jelas adalah surat cinta. Kebetulan, dia ada di kelas yang sama dengan Jingga.

"Galang yang ganteng nan aduhai itu?? Temennya Yusra, bukan?" tanya Anya girang. Yusra itu gebetan Anya sejak kelas 10. Kalau sahabatnya jadian dengan sahabat gebetannya, peluang dekat dengan Yusra akan lebih lebar.

"Makasih, Mawar melati," Anya dengan cepat menyambar surat dari Mawar dengan girang mendahului Jingga.

"Pokoknya lo harus bales surat ini! Dan ya, lo nggak boleh bilang ini sama Kak Seva." perintah Anya tegas.

"Nggak ah! Lagian gue nggak suka sama Kak Galang."

"Jingga sayang, coba lo bayangin deh, kalau lo deket sama Kak Galang, otomatis gue juga bakal deket sama Yusra." jelaa Anya terlampau senang.

"Sorry deh, Nya, gue bener-bener nggak mau. Gue nggak sanggup deket sama Kak Galang. Gue-"

"Lo nggak kasian apa, liat gue cuma bisa jadi pengagum rahasia? Sakit tau, liat Yusra ditempeli cabe sekolah,"

Anya melirik ragu sahabatnya yang terlihat sangat-sangat ngenes. Ia tak tega juga dengar Anya tersakiti hanya karena Yusra.

Siapa sih, Yusra??

"Yaudah, iya." jawab Jingga malas. Seketika raut Anya berubah jadi girang.

"Iya apa?" Anya mengguncang-guncang bahu Jingga.

"Gue bales surat Kak Galang biar lo," kata Jingga tajam sambil mendorong kening Anya. "Bisa deket sama kak Yusra. Semata-mata hanya demi lo!"

"Ouuhhh.... Makasih Jingga... Gue nggak akan lupain jasa lo satu ini." Anya memeluk Jingga dari samping, mengabaikan raut jengah Jingga.

"Eh, tapi lo beneran nggak mau deket sama Kak Galang? Dia itu keliatan suka banget sama lo. Pake acara ngirim surat segala, lagi! Romantis banget, yekan?"

"Udah deh, Nya." sahut Jingga malas. Bisa tidak sahabatnya itu berhenti mempromosikan Galang.

Ia bosan!

"Oke, sorry," Anya menjauh sambil menunjukkan dua jarinya. Peaceeee...

OoO

Dengan sengaja, Seva memakaikan helm pada Jingga sampai mata Jingga tertutup. Helmnya jadi condong ke depan.

"Seva, ih!" kesal Jingga.

"Iya, ini gue benerin. Bawel amat," Setelah membenarkan helm Jingga hingga sempurna, Seva melajukan motor matic hitamnya dengan Jingga di boncengannya.

Sudah setiap hari Seva mengantar jemput Jingga. Katanya untuk meringankan beban Elvano, ayah Jingga.

"Gue dapet coklat dong, tadi." ujar Seva sedikit berteriak.

"Dari siapa?" tanya Jingga. Sudah hal biasa, setiap pulang sekolah memamerkan hasil pemberian para fans yang sampai rumah Jingga nanti akan di-unboxing bersama.

"Dari Zenith,"

"Ketua cheers? Cakep juga ya, fans lo."

"Cakep apaan? Orang gue kalo liat dia jijik," Seva bergidik sampai menggetarkan bahunya. Jingga terkekeh.

"Kalo lo? Dapet apa?"

Eh? Jingga linglung dengan pertanyaan Seva. Ia sudah janji pada Anya kalau tidak akan bilang pada Seva masalah Galang tadi. Tapi ia juga tidak bisa lama-lama bohong pada Seva.

"Nggak ada." Jingga menjawab cepat. Dahi Seva berkerut.

"Nggak mungkin nggak ada," bantah Seva masih belum percaya. Jingga itu nggak pernah nggak dapet hadiah dari fans-nya.

"Yaudah kalo nggak percaya," Jingga menjawab acuh, berharap bisa menghentikan topik ini.

Ada yang aneh. Sebelum kalimat introgasi lainnya keluar, Seva dan Jingga dikagetkan dengan suara nyaring klakson.

Tiinn.. Tiiinn...

Seva melihat spionnya, ia kenal siapa pengendara moge hijau dibelakangnya-sumber klakson itu. Seva menepi. Untung saja belum masuk ke jalan besar, jadi ia bisa lebih mudah menepi.

Benar saja, klakson itu ditunjukkan kepada Seva supaya berhenti.

Galang melepaskan helm fullfacenya sebelum turun dari motor dan berlanjut mendekati Seva dan Jingga.

"Kak Galang? Ngapain?" tanya Jingga masih dalam boncengan Seva.

"Mau nganter kamu pulang. Ayo," Galang tiba-tiba menarik tangan Jingga.

"Eh, eh, apaan nih?" Seva tak terima, ia ganti mencekal tangan Galang.

"Gue cuma mau nganter Jingga pulang. Ada masalah?" sinis Galang

"Jingga pulang bareng gue. Lagian Jingga mana mau pulang sama lo." Seva semakin mengencangkan cengkramannya.

"Lah, lo siapa?" Galang merasa tak terima.

"Udah-udah, nggak usah ribut. Tapi sorry kak, gue hari ini pulang sama Seva. Sorry," Jingga tersenyum, mengabaikan Seva yang sudah tersulut amarah.

"Oh," Galang terlihat terkejut. Baru kali ini ia ditolak oleh cewek. Tangannya melepaskan lengan Jingga. "It's okay. Besok gue juga masih bisa nganter, kok."

"Nggak ada besok-besok. Besok lo mati. Minggir!" sinis Seva. Dengan cepat ia menyalakan mesinnya dan melaju. Jingga tersenyum canggung saat melewati Galang.

OoO

Senja Jingga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang