SJ 10 - Bercerita

880 98 8
                                    

CMIIW. HAPPY READING!

***

Ternyata Airin ini barusan lulus tahun kemarin. Airin berencana membuat bisnis sendiri daripada bekerja untuk orang lain. Danuar mengizinkan. Lagi pula, akan ada adik Danuar yang membantu mengurus Relia.

Tok tok tok...

Pintu rumah terketuk. Jingga sekeluarga menoleh. Danuar beranjak membukakan pintu.

"Assalamualaikum," seseorang mengucap salam. Serempak, keluarga kecil Jingga menjawab.

"Ini adik saya, Yusra," kata Danuar, membuat Jingga terkejut. Sangat-sangat terkejut. Ini Yusra kakak kelasnya itu, kan?

"Lho? Jingga?" ujar Yusra sama kagetnya. Jingga tak tahu harus berbuat apa. Jadi dia hanya tersenyum dan mengangguk canggung.

"Kenal, dek?" tanya Danuar.

"Adek kelasku, Mas," jawabnya.

"Dunia sempit banget, ya. Ibunya Dek Jingga ini dosennya Mbak, lho," sahut Airin.

"Iya?" Yusra memastikan. Airin mengangguk. Jia dan Elvano terkekeh. Iya, dunia memang sempit. Padahal luas bumi mencapai 510, 1 juta km².

Yusra ikut duduk di samping Airin. Relia yang tadinya anteng langsung heboh, minta digendong Yusra. Tau saja kalau sama cogan. Eh?

"Dek Ia mau sama Abang?" tanya Elvano. Jujur, geli sendiri mendengar Yusra memanggil dirinya dengan sebutan abang.

Relia menggerakkan tangannya menggapai Yusra, seakan mengiyakan pertanyaannya. Yusra mengambil alih Relia.

"Omnya dipanggil abang?" tanya Elvano.

"Iya. Kalau dipanggil om, dianya nggak mau. Kelihatan tua. Padahal mah, biasa aja," jawab Airin.

"Ih, Yusra mah fathereble banget ya, Yah? Jadi menantu tante mau?" ujar Jia pada Elvano. Jingga dan Yusra kaget.

Apeni, apeni?

"Hus, nggak boleh gitu," Elvano menanggapi dengan bijak.

"Bercanda. Kalian mah serius banget," kata Jia pada Jingga dan Yusra.

"Uaar... Abang Uar.." racau Relia, membuat bingung Jingga.

"Ia mau keluar?" tanya Elvano sambil menunjuk pintu yang terbuka, menampakkan malam dengan bintang di atasnya.

"Uaar..." jawab Relia. Mengerti, Yusra beranjak dari duduknya dan membawa keluar Relia.

Tiba-tiba, Jia menepuk pundak Jingga sambil berkata, "Temenin, atuh. Kasian Yusra nggak tau jalan,"

"Bunda nggak kenal Google maps, ya? Google maps itu penunjuk jalan online. Bunda tinggal buka, nanti ditunjukin jalan sama mbak-mbak google," balas Jingga. Malu lah, kalau ikut Yusra padahal nggak diajak.

"Ya tau. Zaman Bunda dulu juga sudah ada kali," kata Jia tak terima.

"Heh, udah-udah. Kok pada berantem, sih? Malu dilihat tetangga. Anak ibu sama aja," Elvano melerai. Saking sibuknya bertengkar, Jia dan Jingga sampai lupa tempat. Menganggap rumah tetangga rumah sendiri.

"Nggak papa. Enak tau, punya anak yang seperti temen," ucap Danuar. Airin mengangguki.

"Sudah malam, nih. Kami pamit pulang dulu. Terima kasih lho, mau diganggu malam-malam." Jia mulai bangkit dari tempat duduknya. Disusul Jia dan Elvano.

"Harusnya saya yang berterima kasih. Sudah dibawakan bolu gulung sama Ibu," kata Airin. Tadi memang Jia membawakan bolu gulung coklat sebagai tanda kenalan.

"Tidak apa-apa. Kalau begitu, kami pulang dulu. Assalamualaikum." Kali ini Elvano yang mewakilkan dirinya sekeluarga.

Saat Jingga ingin masuk melalui pagar rumahnya, seseorang memanggilnya.  Kedua orang tuanya sudah masuk terlebih dahulu.

"Jingga,"

Jingga membalikkan badan. Tiba-tiba saja sosok Yusra dengan Relia di gendongannya sudah berdiri di belakang tubuh Jingga. "Eh, iya, Kak?"

"Boleh mintol, nggak?"

"Boleh. Kenapa?" tanya Jingga.

"Gue mau mau beli jajanan. Tapi nggak tau warung deket sini. Tadi aja gue beli nasgor kesasar dulu, baru bisa pulang," jelas Yusra.

"Oh... Gue anter gimana?" tawar Jingga.

"Nggak ngerepotin?"

"Sans. Enggak, kok,"

Jadilah Jingga mengantar Yusra ke toko bu Indah. Warungnya mirip seperti minimarket. Lengkap dan murah.

"Lo temenan sama Kak Galang udah lama, ya?" tanya Jingga memecah keheningan. Bukan apa-apa, Jingga hanya merasa aneh. Punya teman ngobrol tapi hanya diam. Canggung.

"Iya. Sejak SMP kita udah deket,"

"Lo nggak keberatan kalau dicap sebagai babunya Kak Galang?" tanya Jia lagi. Kali ini lebih frontal.

"Gimana, ya? Jujur gue nggak nyaman, sih. Tapi mau gimana lagi? mulut orang-orang itu suka licin banget. Mereka bicara tanpa tahu aslinya."

"Yang asli yang ada badaknya?" gurau Jingga.

"Lawak lu, Ngga?" respon Yusra membuat Jingga terkekeh.

"Sebenernya itu, gue temenan sama Galang tulus. Nggak peduli orang ngatain gue babu, pembokat, segala macem. Dulu pas SMP, pas gue baru masuk ke sekolah negeri—kan dulunya gue home schooling, kan, Ngga— nah, Galang tu temen pertama gue. Dia selalu jadi tameng gue kalau gue dibully," jelas Yusra panjang.

"Lo dibully, Kak?" Jingga tak percaya. Ini yang dibully Elvano, lho? Yang atlet taekwondo nasional gini, dibully?

"Karena gue bule, kali," Yusra terkekeh.

"Mm... Bisa jadi. Orang Indo kan masih menilai segala sesuatu dari fisik. Lo nggak cakep, lo nggak dihargai. Lo cakep, lo dijauhi."

"Iya, itu," Yusra menyetujui.

"Terus lo sama Kak Galang, gimana?" Jingga masih kepo. Bukannya mau tau tentang Galang, Jingga cuma penasaran dengan perasaan Yusra.

"Kok malah bahas Galang, sih? Lu suka, Ngga?" selidik Yusra.

Cih. Yang bener aja deh, Kak.

"Nggak lah! Udah, jawab aja," desak Jingga.

"Ya nggak gimana-gimana. Kaya temen biasanya aja. Kalau Galang salah, gue ingetin. Kalau Galang seneng, gue ikut seneng. Kalau Galang sedih, gue hibur. Ya pokoknya gitu, lah. Berusaha buat nggak jadi fake friend. Hahaha,"

"Bilangin dong, ke Kak Galang, jangan ngejar gue mulu. Risih, tau," adu Jingga.

"Yee,,, ada udang di balik batu. Sebenernya udah gue ingetin. Love yourself before you love someone. But he is still after you. Nyerah gue. Nanti kalau capek juga berhenti sendiri."

"Makasih lho, Kak," Jingga tersenyum. Yusra itu kebalikan daripada Galang.

Kalau Galang ceroboh, Yusra adalah bijaksana. Kalau Galang hujan, Yusra adalah pelangi sesudahnya. Mereka saling melengkapi ketidaksempurnaan mereka. Bersama membuat tiang yang kokoh untuk persahabatan mereka.

"Eh, ini udaj sampai warungnya," Jingga menunjuk satu warung di kanan jalan.

"Oh, makasih, Ngga," kata Yusra.

"Sama-sama, Kak. Gue tunggu di sini."

***

Like commentnya hyung...

Senja Jingga Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang