Happy Reading;)****
Percakapan yang terjadi semalam dengan Seulgi ternyata berhasil mengganggu aktifitas Wendy pagi harinya. Entah kenapa ucapan Seulgi yang berpendapat kalau Jae menyukainya terus muncul di pikirannya. Namun, berkali-kali juga Wendy menggeleng kepalaㅡmenyangkalㅡbahwa sebenarnya itu sangat tidak mungkin.
Dan karena ucapan Seulgi itu, sekarang dia jadi selalu menilik sikap Jae padanya. Dia penasaran apa benar ada yang istimewa dari perlakuan Jae padanya.
"Lo ngapa dah lihatin gue mulu kek gitu? Serem tau nggak?!" tukas Jae tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangan dari laptop di depannya.
Dia sadar kalau sejak tadi Wendy yang duduk di sebelahnya terus menatap ke arahnya dengan tatapan serius. Jelas saja itu mengganggu konsentrasi Jae yang sedang mengerjakan tugas. Tak bisa dipungkiri, dia juga merasa deg-degan.
"Jae, lo ada cewek yang disuka nggak sih?"
Pertanyaan mendadak itu seketika membuat Jae menghentikan aktifitasnya. Terdiam selama beberapa detik. Lantas menatap ke arah Wendy dengan tatapan yang tak kalah serius.
"Kenapa nanya gitu?"
"Gue cuma penasaran aja, selama ini lo ada suka sama cewek apa nggak. Soalnya lo nggak pernah cerita apa-apa sama gue," kata Wendy.
Lagi-lagi Jae terdiam untuk beberapa saat. Tiba-tiba dia merasa gugup karena pertanyaan Wendy itu. Untuk menyamarkan kegugupannya, Jae bergerak mengambil minum yang dia pesan beberapa saat lalu.
"Kok nggak dijawab?" cetus Wendy lagi saat tak melihat tanda-tanda kalau Jae akan menjawab pertanyaannya.
Jae meletakan kembali minumannya dan menjawab, "ada."
"Ada cewek yang gue suka," sambungnya lagi.
"Hah? Siapa?" tanya Wendy penasaran saat Jae telah mengakui perasaannya. Namun dia juga sedikit was-was. Takut kalau ternyata gadis yang disukai Jae adalah dia.
"Ya ada lah pokoknya. Lo nggak perlu tau siapa," tukas Jae yang seketika membuat Wendy kecewa dengan jawabannya.
"Kok gitu?" sungut Wendy mencebikan bibir kesal.
"Males kalo diceritain."
Mendengus, Wendy memalingkan wajah ke arah lain. "Nggak seru!"
Melihat Wendy yang merajuk seperti itu membuat Jae tersenyum tipis memandangnya seraya menggelengkan kepala pelan.
****
Sore itu Mark dan sohibnya menghabiskan waktu untuk sekedar bercengkerama di sebuah kafe yang tidak begitu jauh dari kampus mereka. Rasanya sudah beberapa hari mereka tidak menghabiskan waktu seperti ini karena mereka sibuk dengan urusan masing-masing.
"Lo beneran mutusin Joy?"
Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari bibir Bambam ditengah perbincangan mereka.
Mark lantas mendengus pelan begitu nama Joy yang sudah menjadi mantan pacarnya ikut disebutkan. Rasanya sudah malas membahas hal itu lagi.
"Hmm." Dehaman singkat Mark gunakan untuk menjawab pertanyaan Bambam yang sebenarnya sudah jelas jawabannya.
"Kenapa? Jangan bilang ini karna Wendy? Lo beneran suka sama Wendy?" tuduh Bambam. Menatap ke arah Mark dengan tatapan penuh selidik. Sementara Mark nampak masa bodoh.
"Nggak ada hubungannya sama dia. Gue udah males aja sama Joy," jawab Mark sekenanya.
Bambam manggut-manggut paham. "Terus kapan rencana lo mau nembak Wendy?"
Spontan Jaebum dan Jae yang sejak tadi diam langsung ikut menatap ke arah Markㅡmenunggu laki-laki itu menjawab pertanyaan Bambam.
"Nggak tau." Mark mengedikan bahu sedikit acuh. Ini hanya taruhan, dia tidak begitu memikirkan kapan dia harus meresmikan hubungannya dengan Wendy.
"Mungkin secepatnya biar urusan taruhan ini cepet selesai," lanjutnya.
Mendengar perkataan Mark yang terdengar meremehkan Wendy membuat Jae mati-matian menahan amarahnya. Rasanya ingin sekali dia melayangkan satu bogeman keras pada wajah brengsek sepupunya itu. Tapi dia tidak bisa melakukannya sekarang.
Jae harus akui kalau Markㅡsepupunya memang laki-laki brengsek yang tidak tau bagaimana cara menghargai perempuan.
"Kalo gitu cepet lo tembak Wendy. Jangan nunda-nunda lagi. Gue takut kalo sampai ini ketahuan cewek gue," ujar Jaebum. Kentara sekali kalau dia memang cemas.
Kalau benar sampai Seulgi tau dan gadis itu marah lalu memutuskannya, tidak tau lagi bagaimana dia akan menjalankan hidup. Ya, sebegitunya dia mencintai Seulgi. Namun dia salah karena ikut campur dengan taruhan ini dan mempertaruhkan hubungannya.
"Yaelah, nggak usah takut. Seulgi nggak akan tau," tukas Bambam tak bermaksud sama sekali untuk menenangkan Jaebum.
Karena ucapannya, Jaebum langsung menatap galak ke arah Bambam. Dengan mudahnya Bambam mengatakan itu sementara dia tidak tau bagaimana perasaannya.
Melihat kekhawatiran Jaebum membuat Mark sedikit paham. Dia tau betul kalau Jaebum ini sangat mencintai Seulgi. Karena itu dia tidak akan membiarkan percintaan temannya jadi ikut rusak hanya karna taruhan sepele ini.
"Lo tenang aja."
Hanya kalimat itu yang keluar dari bibir Mark untuk membuat Jaebum tidak perlu merasa cemas lagi.
****
"Soal tadi, lo serius?"
"Apa?"
"Lo yang mau nembak Wendy secepatnya."
Mark berdeham sebagai jawaban. "Gue nggak mau nunda lama lagi. Kasihan Jaebum."
"Lo kasihan sama Jaebum, tapi lo nggak kasihan sama Wendy?"
Bagai sambaran petir, pertanyaan Jae berhasil menyambar Mark. Laki-laki itu seketika saja memelankan laju mobilnya. Dengan wajah datar dia menatap ke arah Jae yang juga sedang menatapnya.
"Maksud lo?" tanya Mark. Walaupun sebenarnya dia paham betul apa yang dimaksud Jae.
Jae menghela napas lelah. "Lupain, nggak penting!"
Setelahnya keadaan kembali hening. Tidak ada yang kembali membuka suara sampai mobil Mark berhenti di depan gerbang rumah Jae.
Begitu akan turun, Jae berhenti sejenak sebelum membuka pintu mobil. Dia menatap ke arah Mark seraya mengatakan sesuatu.
"Pikirin ini, kalo Wendy beneran tulus cinta sama lo dan ternyata lo cuma main-main sama perasaan dia, gimana hancurnya dia kalo tau soal ini?"
Jae menjeda ucapannya. Menghela napas berat, lantas turun dari mobil. Namun sebelum menutup pintu, dia kembali mengatakan sesuatu.
"Gue yakin, butuh waktu lama buat Wendy percaya lagi sama orang. Dan selama itu juga dia bakal dibayang-bayangi rasa ketakutan dikhianati lagi."
##
Thank for Reading:))
Sampai jumpa di chapter berikutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Love Someone[✔️]
Teen FictionAda tiga hati yang jatuh cinta. Namun salah satunya harus terluka. [Completed] ©2019 ©2020 i n d a s h a a