chapter 1 - "Bye Hero"

7.6K 285 23
                                    

Sedih rasanya klo ingat tinggal sehari doank waktuku buat deket sama kak Fero

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sedih rasanya klo ingat tinggal sehari doank waktuku buat deket sama kak Fero

Kayaknya dulu aku seneng banget udah mau masuk SMA, bisa satu sekolah lagi sama kakak, tapi...

"kenapa sih kakak harus ke London?!" protesku sebal dalam hati.

ya, kak Fero harus pindah sekolah ke London untuk mengejar cita-citanya jadi pemain bola profesional. Harusnya aku senang lah. Kenapa enggak? Kak Fero diterima di London FC Academy! Wow banget kan? Ya kan?... tapi..

Harus pura-pura senyum saat kak Fero ngoceh terus seperti
"Kamu dengar teriakan suporter Premier Academy League itu? Ya, sepertinya kakak sudah dipanggil!"
atau
"Selangkah lagi, dan taun depan kakak ada di Arsenal Reserves!"
atau bahkan
"Besok tiap kamu main PES harus selalu pake kakak ya!", dan seringai kegirangannya harus kubalas dengan senyuman palsu.

Entah bagaimana aku harus menghadapi hari-hari berikutnya tanpa kakak, dari kecil aku selalu bergantung sama kakak, selalu berlindung di bayangan kakak, walau jarakku cuma dua tahun sama kakak, tapi perbedaan sifat... jauhh banget.

Kakak tu mandiri, dewasa, kuat (literally), hobi banget olahraga, sepakbola terutama, makanya bodynya bagus banget. Tegap, bongsor, atletis *yg sering dibilang orang2 sixpack. Pokoknya gitu deh, ditambah lagi wajahnya ganteng, jadi bikin banyak temen2 cewek ku pada suka mampir ke rumah, alasannya minjem catetan lah, tanya PR lah, cuma biar bisa ketemu kakak secara langsung.

Sedangkan aku? bongsor enggak (walau masih bisa tumbuh), atletis juga enggak, pintar olahraga apa lagi... enggak banget.
Bodyku lurus-lurus aja, hampir gak ada lekuknya sama sekali. Kulitku juga putih, gak kayak kakak yg sawo matang terlihat gagah, mungkin karna aku jarang kepanasan kali ya, gak kayak kakak yang di lapangan mulu.

Jadi kesannya aku ringkih banget, sampe rambutku pun ikutan 'ringkih', lurus banget dan jatoh lemas tak berdaya.

Segigih apapun usahaku mengacak-acak rambutku, selalu saja kembali lurus seperti semula.
Padahal aku ingin meniru rambut kakak yg acak-acakan, kesannya macho banget. Tapi style yang aku bisa cuma poni depan agak miring. Yahh, standart lah.
Mau gimana lagi, diberdiriin pasti jatuh lagi, di acak-acak lurus lagi, di pakein gel jadi gatal-gatal, digundulin... NO WAY!
Jadilah rambut super lurus yang bikin aku gak perlu repot-repot nyisir rambut tiap mau berangkat ke sekolah.

Dengan perawakan yang seperti itu, wajahku dan wajah kakak yang mirip pun jatuhnya jadi beda.
Kalau kakak dibilang ganteng, macho. Kalau aku dibilang 'cowok cantik'.
SEBAL!

Aku memang sebal dengan sebutan seperti 'imut', 'cute', 'cowok cantik' dan lain-lainnya. Karena bagiku itu bukan sebutan yang gagah. Gak cowok banget. Lemah.

Aku jadi merasa punya beban untuk meniru kak Fero. Pintar olahraga, gagah, terlihat kuat, hal yang kayaknya udah ditakdirkan gak bakal melekat di diriku.

Aku bahkan masih seperti anak kecil, belum cocok masuk SMA, lebih cocok pake seragam SMP.
Kalaupun di SMA, aku tipe anak yang bakal rawan di bully, junior yang dikerjain seniornya, karena aku terlihat jelas gak bakal bisa membela diri.

My Big Donut [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang