Four

19.9K 3.3K 366
                                    

Malam ini Jeno yang menemani Ryaline di rumah sakit. Tadi Jaemin, Mark, Somi, Haechan, dan Renjun sempat datang kesini, mereka benar benar khawatir akan keadaan Ryaline.

Tapi kini, hanya tinggal Jeno yang tersisa, tadi Jaemin dan Mark mengajukan diri untuk menjaga Ryaline, namun entah dorongan dari mana Jeno membantah dan berkata kalau dia yang akan menjaga Ryaline malam ini.

"Tidur."

Satu kata itu terucap dari mulut Jeno setelah sekian lama mereka berdiam diri setelah teman teman nya pulang. Mama juga pulang karena Jeno yang meminta nya, dia meyakinkan Ibu nya kalau dia bisa menjaga Ryaline sendiri disini.

Ryaline yang sedari tadi memang masih bangun, hanya menggeleng lemah. Menurutnya ini belum saatnya untuk tidur, belum lagi sebelum nya dia sudah tidur cukup lama.

Jeno menghela nafas, dia yang awalnya duduk di sofa ujung ruangan, pindah ke kursi di sebelah ranjang Ryaline.

"Kenapa bisa sampai kaya gini sih, Rya?" Tanya Jeno.

Ryaline tersenyum tipis, "Aku gak punya siapa siapa untuk aku pintain tolong kemarin malem. Kepala aku sakit banget, badan aku juga lemes dan panas banget. Pas aku ambil air buat minum obat, tiba tiba kepala aku makin sakit. Gelas nya jatoh, dan aku pingsan, mungkin pecahan dari gelas kaca nya ngenain pelipis dan pipi aku." Ucap Ryaline tanpa melepaskan senyum nya.

Tapi bagi Jeno, senyum ini bukan lah senyum yang baik. Tapi, senyum yang menandakan kesedihan dalam diri gadis itu.

"Kenapa lo gak ngabarin Mama kalau lo sakit? Kan lo bisa di jaga dan di urus Mama kalau dia tau lo sakit."

Ryaline menggeleng, "Mama udah cukup repot, aku gak mau terus terusan nyusahin dia."

"Setidaknya lo bisa hubungin gue, Rya."

Kalimat yang keluar dari Jeno itu, sempat membuat keadaan hening kembali beberapa detik. Ryaline semakin tersenyum, masih dengan senyum sendu nya.

"Mana bisa aku inget kamu sebagai orang pertama yang bisa nolong aku, Jen. Sikap dan sifat kamu selama ini gak pernah nunjukin kalau kamu anggap aku ada, gimana bisa aku kabarin kamu kalau nyatanya kamu gak pernah peduli sama aku."

Lagi lagi Jeno merasa ngilu di ulu hati nya saat mendengar ucapan dari Ryaline. Wanita itu terdengar tengah menyampaikan semua yang selama ini dia rasakan.

Keadaan hening, sampai tiba tiba suara panggilan dari ponsel Jeno membuyarkan keheningan ini.

Siyeon, gadis itu yang membuat ponsel Jeno berbunyi menandakan adanya panggilan masuk.

Jeno langsung menerima panggilan itu.

"Kenapa, Yeon?"

"Kamu dimana?"

"Ada apa?"

"Aku mau kamu kesini sekarang, ke rumah aku sekarang ya? Aku sendirian di rumah, aku takut."

"Tap—"

"Apa lagi sih, Jen? Kamu lagi ngapain? Ada hal yang lebih penting dari aku? Bahkan kamu sampai sekarang belum minta maaf sama aku setelah kejadian di kantin, kamu malah biarin aku pergi terus menghilang sampai sekarang. Kamu kenapa sih, Jen?!"

Jeno menghela nafas, dia lupa akan Siyeon yang tengah marah pada nya. Dia benar benar lupa sampai tidak menghubungi gadis itu sampai sekarang.

"Kalau kamu gak dateng, aku bakal marah besar sama kamu!"

Setelah itu, panggilan di tutup secara sepihak oleh Siyeon.

Jeno mengusap wajah nya kasar, dia benar benar bingung dengan keadaan sekarang, mana yang harus dia pilih.

Fiancé | Jeno  [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang