Brosur itu masih betah bergelayut di benak Thea saat dia melewati ambang pintu kantor, lalu bergabung dengan lorong yang kanan kirinya dipadati murid, di tengah bisingnya koridor membahas klub rahasia itu. Sebagian bertanya heboh ke Jehan—itu pendukung-pendukungnya—ada juga yang berkumpul mengitari Pandu—sebagian besar anak-anak populer lainnya, yang minta diwakili saja oleh Pandu. Anak buah Ramos menunggu di paling pangkal kerumunan, dengan gaya cool tapi tetap bringas. Ramos menyamai langkahnya dengan Thea dalam keadaan pikuk seperti ini demi memberikan seulas senyuman samar. Thea hanya menanggapi dengan gemingan, tak tertarik, tak berminat membalas Ramos, terlebih fokusnya masih berkutat soal brosur itu. Namun, sosok lain yang tiba-tiba muncul di depannya berhasil menyita perhatiannya.
Kak Naya memandang Thea gelisah. "Kamu nggak kenapa-kenapa, The? Tadi aku kaget banget lho kamu mendadak pergi ke ruangan Kepala Sekolah. Kamu nggak kena masalah, kan?"
Thea mencoba tenang karena senyuman hangat Kak Naya bagai sihir. "Nggak, Kak. Tadi aku cuman bantuin temanku aja bicara sama Kepala Sekolah."
"Katanya soal klub rahasia itu, ya?"
"Iya, mereka yang lapor ke kepala sekolah pengen sekolah nyelidiki klub rahasia itu. Tapi ada opsi lain, nanti bakal bicara damai dulu."
Meskipun samar hanya dalam sepersekian detik, Thea menangkap sekilas kelegaan di wajah cantik itu. Kak Naya mengelus pundak Thea. "Ya, lebih baik dibicarakan dulu."
"Kakak mau ke mana?" tanya Thea saat melihat Kak Naya hendak beranjak.
Lagi, senyuman itu menghangatkan. "Ketemu Kepala Sekolah, mau nagih persetujuan dana waktu itu biar kita beli tambahan buku bulan depan."
Thea mengangguk mengerti, agak mengeyampingkan tubuhnya untuk memberi jalan karena lorong masih dipadati walaupun tidak separah tadi. Dia langsung merogoh ponsel dari saku saat dirasakannya getaran dan benar saja Dora memilih bergerak ke rencana awal karena target cukup dikuntit oleh Tiar. Hasil penggeledahan data penjualan ebook ilegal di komputer klub Jurnalistik muncul dalam bentuk belasan gambar, lalu ditutup oleh informasi alibi Bondi di hari lima cowok itu hilang.
"Thea." Tiar menghadang jalannya. Dia muncul dari belokan kamar mandi. Mendapat respon penuh ketidakpedulian dan Thea hanya melongos pergi melewati jalur lain di sampingnya, Tiar langsung berbalik dan berhasil menjajarkan langkah saat menuruni tangga.
"Meleset. Dia malah ngedatangin ruangan Kepala Sekolah."
"Iya." Thea mengangguk. "Malah sekarang dia ngedatangi Kepala Sekolah."
"Kebetulan? Apa sengaja? Dia benar-benar nyembunyiin bukti di sana?"
Mereka sudah sampai menginjak lantai satu, lalu berbelok ke koridor arah perpustakaan. "Gue nggak nemu sesuatu yang menguatkan. Cuman ada yang aneh aja, tapi gue belum nangkap hal itu berhubungan dengan The Bookish Club. Rasanya sia-sia bikin heboh satu sekolah."
Tiar berdecak. "Baru kali ini gue denger seorang Odithea Wastari ngeluh dan pesimis gini. Rasanya aneh didenger." Tiar mendapatkan delikan kesal. "Setidaknya awalnya berhasil. Gue dapat rekaman percakapan dia. Ya...walaupun nggak ada omongan langsung tentang ke ekskul itu dan lima cowok itu sih. Tapi yang kita lakuin sekarang memang ada hasilnya. Jangan bilang sia-sia sebelum kita selesain ini semua. Oke?"
Thea melambatkan langkahnya. Ngantuk, lemas, pesimis, menyerangnya dalam satu pukulan. Sejauh ini belum ada bukti konkrit keterlibatan orang itu. Masih samar-samar, masih menjanggal dan Thea belum bisa mengeluarkannya. Namun, perkataan Tiar mulai menyentuh semangatnya. Setidaknya dia belum benar-benar jatuh dalam keputusasaan.
"Dia tadi cukup lama sih di luar ruangan Kepala Sekolah, tapi beberapa menit sebelum lo keluar, dia balik ke perpustakaan lagi."
Thea melambatkan langkahnya tepat di tengah perempatan. "Balik lagi? Lo lihat dia ngapain di dalam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BOOKISH CLUB [COMPLETE ✔]
Mystery / ThrillerLima murid hilang. Terakhir kali terlihat masuk ke perpustakaan. Terakhir kali aktivitas mereka rupanya mendirikan kembali The Bookish Club. Terakhir kali, dua tahun lalu ketua The Bookish Club bunuh diri.