BAGIAN 29

185 51 0
                                    

Beberapa menit sebelumnya.

Hidup berjarak yang tak wajar bagi sepasang Kakak-Adik tidak berarti tali samar yang menyatukan mereka terputus, tidak menyalurkan getir keresahan, tidak merambatkan pertolongan dari hati terdalam. Tiar dapat merasakannya. Hatinya didatangi gelombang kekhawatiran sepanjang dibawa melayang oleh Roy-anak buah Ramos yang badannya tak kalah besar dengan si bos. Tiar terus menggumamkan bahkan berteriak dalam hati bahwa ini hanyalah reaksi dari rencana mereka yang akan berhadapan dengan gerombolan penculik. Namun, sejauh jalan yang mereka lalui, rentangan jarak yang makin melebar dengan villa itu, Tiar dikalahkan oleh getir itu.

"Bang, kita langsung ke tempat si Barry aja." Tiar berteriak, melawan angin yang akan menyamarkan perkataannya.

"Lo tahu tempatnya? Tapi si bos-"

"Tenang aja soal itu. Tadi Odithea nyuruh kita langsung ke sana. Dia kan bareng Kak Ramos, pasti Kak Ramos juga tahu," kibul Tiar.

Sempat diisi oleh keheningan beberapa saat dan Tiar harap-harap cemas bila Roy berhenti lalu menghubungi Ramos langsung. Sebelum mereka sampai di belokan depan, Roy menanyakan alamatnya dengan suara tak kalah kencang, lalu motor itu dibawa putar balik, terpisah jauh dengan gerombolan di depan sana.

Jarak yang harusnya memakan waktu nyaris satu jam hanya ditempuh setengah jam di tangan Roy. Tiar meminta untuk melambatkan laju saat rumah tiga lantai itu mulai terlihat dari jarak 300 meter.

"Pelan-pelan dulu. Nanti mereka kabur kalau kita main pergok aja." Tiar masih berasumsi bahwa anak buah Ramos belum mengetahui soal penculikan ini.

"Gue tahu ko, mereka diculik kan?"

"Jadi Ramos..eh...maksudnya Kak Ramos udah ngasih tahu semuanya?"

"Belum semuanya sih, baru garis besarnya aja. Soalnya kalian juga nggak ngasih detail."

Sesuai keterangan Rengga sebelum mereka hilang kontak hingga sekarang, mobilnya terpakir di balik pepohonan di seberang villa. Roy yang tak kalah cerdik, menempuh jalur cukup dalam dulu tak langsung mendekat dari arah luar, melewati kebun yang lebih pantas disebut hutan belantara. Villa itu masih tampak berdiri gagah dari jalur yang mereka lalui, menunjukkan betapa tingginya bukit yang menampung villa itu. Saat motor mereka sampai di samping mobil hitam Rengga, Tiar langsung loncat dari jok, tidak menyadari tubuhnya dalam setengah detik sudah menempel di kaca mobil.

"Kosong."

"Terus rencana kita apa?"

Tiar masih membelakangi Roy. Kedua lengannya bertumpu ke atap mobil lalu melorot dan menyadarkan punggung di badan mobil, menghadap Roy yang sedang menyelidik curiga.

"Lo...."

"Sorry, Bang. Ini mobil Kakakku. Aku khawatir banget karena dia nggak ada kabar dari tadi."

Roy menyusul ikut menyadar. "Siapa sih penculiknya?"

"Alumni Kencana juga, Bang."

Roy terkesiap, menagih untuk melanjutkan lebih detail.

"Teman seangkatan Kakakku, Bang."

"Kalau itu teman seangkatan, gue yakin Kakak lo bisa atur sendiri dan jaga diri."

Tiar mendengus. Seniornya ini akan langsung menarik perkataannya bila mendengar rekaman mengandung kata "bunuh" itu. "Kenapa bilang begitu, Bang?"

"Lo adiknya Bang Rengga, kan?"

Tiar menoleh kaget. Segerombolan pembuat onar ini rupanya tak kalah update juga. Ketenaran Bang Rengga memang masih menyambar ke setiap angkatan, bukan hal aneh bila Ramos cs mengenal Kakaknya, tapi identitas Tiar yang menyandang adik dari seorang legendaris SMA Kencana hanya diketahui oleh segelintir orang, itu pun hanya orang terdekatnya.

THE BOOKISH CLUB [COMPLETE ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang