"Ada orang lain di luar." Abian makin merapatkan telinganya menempel ke daun pintu. Sayup-sayup suara samar itu mulai terdeteksi di tengah telinganya yang mulai memerah karena terlalu memaksakan diri. Suara itu menyentuh ingatannnya, membuatnya termenung beberapa saat lalu kembali meneruskan aksinya. Hingga suara itu meninggi, mengagetkan empat temannya yang sedang selonjoran lemas dan menyandar di dinding ruangan. Empat kepala itu serentak menoleh ke arahnya.
"Iya, ada orang di luar." Danish berdiri sambil membenarkan posisi kacamatanya, lalu ikut melakukan yang Abian lakukan setengah jam ini.
"Paling anggota sinting yang lain," timpal Barry lemas. Asupan energi yang ditahan seharian ini membuat tubuhnya hanya melorot lemas di dinding.
"Tapi suara menjerit itu suara cewek. Paling si siapa tuh yang sering mainin rambutnya." Ervin membenahi posisi duduknya dan detik berikutnya masih bergerak tak beraturan dan gelisah karena lambungnya semakin berteriak. Setelah mendapat jatah makan satu kali sehari, kini mereka malah mendapat kejutan mengerikan bila masih merapatkan mulut mengenai bukti kuat perbuatan kotor itu. Dan setelah Danish menyetuskan sebuah laptop di tempat servis itu, mereka justru belum mendapat asupan sampai menjelang sore ini.
"Bukan yang itu maksudnya." Abian masih tertahan di depan pintu, begitupula dengan Danish yang sepemikiran.
"Kalian terlalu berpikir keras." Cakra setengah berdiri dan menjadikan dinding di belakangnya menjadi tumpuan. Dia meraih botol mineral dari atas meja. Isinya yang hanya menempati segaris tipis di dasar botol menyulut emosinya lalu dilemparkannya botol itu ke sudut ruangan.
"Cakra!" Ervin mencekal kaki Cakra yang tiba-tiba sudah berancang-ancang menyerang Danish dan Abian.
"Gue udah bilang. Gue udah wanti-wanti, ini rencana berbahaya. Kita masuk ke-"
"Ke sarang buaya, sarang harimau, apapun itu sebutannya. Kita masuk ke sarang yang ngancam jiwa kita." Suka dengan perbedatan, pertengkaran atau berbau semacamnya, sececap energi menyentuh otot Barry sehingga dia berhasil mengangkat tubuhnya, bergabung dengan Cakra yang siap melakukan konfrontasi.
"Lalu setelah itu? Setelah kita beberkan bukti-bukti itu. Bukti-bukti lemah, yang malah bakal balik menyerag kita, apa yang bakal lo lakukan, hah?!" Danish tahu Cakra dan Barry akan mulai berkolaborasi menyerangnya. Sikap mereka yang mulanya berseberangan lalu akhirnya mau menyatukan tangan tidak bertahan lama. Mereka berdua sudah menunjukkan kejelasan sikap ketidaksetujuan ini. Sementara Ervin yang dari awal bimbang dan akhirnya menyetujui ide gila Danish yang disambut baik oleh Abian, sekarang dilanda kegalauan lagi. Dia berdiri di antara mereka.
"Kita bisa terus ngegali, si Ramos paling handal dalam hal kayak gitu. Lihat hasilnya, Panji akhirnya ketemu dan-"
"Jangan ada kekerasan!" Danish mendekat dengan telunjuk teracung-acung memperingatkan Barry yang lebih dari siap untuk menyerang. "Sebenarnya gue nggak suka ya cara lo nekan Bondi!"
"Tapi ujung-ujungnya kita bakal pake itu buat keluar dari sini." Cakra dengan bangga mengingatkan Danish mengenai akhir rencana mereka.
"Ya, betul! Tapi itu upaya kita buat ngelindungi diri."
"Oke, kalau gitu." Masih tak habis cara untuk mematahkan pendirian dan membangunkan Danish dari ide gila ini. Cakra mengeluarkan kakinya dengan paksa dari cengkraman Ervin. Mau tak mau, di tengah otot mengendur dalam hawa perpecah belahan yang sangat berpotensi merusak rencana yang sudah terlanjur berjalan lebih dari setengahnya, Ervin berdiri, menerjang Cakra dari belakang, menarik cowok itu jauh-jauh dari Danish.
"Gue bakal pake kekerasan itu sekarang!" Cakra berontak dalam ikatan lengan Ervin. Barry diminta bergeming melalui pelototan Ervin, jangan menyulut sumbu yang akibatnya sulit dipadamkan bila Cakra sudah berontak.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BOOKISH CLUB [COMPLETE ✔]
Mystery / ThrillerLima murid hilang. Terakhir kali terlihat masuk ke perpustakaan. Terakhir kali aktivitas mereka rupanya mendirikan kembali The Bookish Club. Terakhir kali, dua tahun lalu ketua The Bookish Club bunuh diri.