BAGIAN 2

376 75 2
                                    

"Lo kan teman sekelasnya. Masa nggak khawatir?"

Itulah kalimat terakhir yang diajukan Dora, yang dijawab Thea dengan sodoran buku pengunjung, berharap dapat membungkam mulut itu. Kunjungan Dora pun langsung berakhir setelah dia memotret beberapa lembar dan mengatakan entah apa karena Thea langsung menyumpal telinganya dengan earphone, memberi sinyal bahwa sedang tidak ingin diajak ngobrol. Apalagi menerima pertanyaan tentang kekhawatirannya terhadap Abian.

Walaupun lega rasanya Dora tidak mengungkit lebih jauh, Thea harus tetap waspada. Jangan sampai kekagumannya kepada Abian terendus Dora. Jangan sampai. Apalagi sampai Dora berpendapat tentang sikap juteknya karena Abian. Saat memantapkan kewaspadaannya itu dan berencana untuk terus menciptakan jarak, justru Dora sedang berdiri di depan rumahnya lalu melambaikan tangan semangat. Sangat bersemangat seakan Thea berteman baik dengannya, sering main bareng ke mall, membeli es krim bareng dan berbelanja riang di akhir pekan. Thea melirik celah cukup lebar yang membuatnya bisa langsung lompat dari sana. Kemudian, langkahnya diperlebar, dipercepat dan sayanganya Dora cukup lihai menilai trik Thea.

"Gue yakin Abian hilang di perpustakaan."

Thea mendengus, meremehkan pendapat Dora. Memandang Dora sebagai makhluk paling bodoh.

"Perpustakaan ukurannya seperti dua kelas disatukan, dan kalau-"

"Gue yakin ada ruangan tersembunyi atau entah apa di sana. Kayak di film-film, ada sebuah pintu di balik rak-rak buku itu."

Thea menghentakan kaki kesal. Perpustakaan yang minim fasilitas itu, dengan rak reyot, meja dan kursi keropos, buku-buku lapuk, yang kadang dianggap tak ada kehadirannya oleh kepala sekolah. Bahkan hal paling mewah yaitu sumbangan buku-buku baru dan bekas dari alumni atau membeli tambahan buku dengan anggaran terbatas. Kemudian cewek sok tahu ini mengatakan ada ruang tersembunyi di balik rak reyot itu? Jelas, sekolah yang tidak berpikir mengganti rak, meja dan kursi, mana mau membuat sebuah ruangan di sana yang repot-repot harus ditutupi rak buku.

"Ngaco!" Thea menerobos, menuju halaman rumah, bergegas membuka pintu rumahnya.

Sial! Kuncinya ada di dalam tas, dan waktu berharganya itu akan diselip oleh imajinasi Dora.

"Lo yakin lihat dia keluar dari perpustakaan? Lo bener-bener yakin?" tanya Dora.

Thea menghentikan penggeledahan kunci di tas gendongnya. Menatap Dora nyalang, yang sekarang sedang balik menatapnya nyalang juga. Ini pertama kalinya melihat mata Dora yang penuh tuntutan untuk didengar, setelah selama ini selalu cuek tak peduli.

"Gue yakin lihat-"

"Nggak. Lo cuman memeriksa perpustakaan, memastikan benar-benar kosong, mengecek buku pengunjung lalu berpedapat lo lihat dia keluar dari perpustakaan." Dora mengeluarkan ponselnya dari waist bag coklat itu, lalu menunjukkan hasil potretan dari buku pengunjung. "Lihat, dia masuk jam 12 pas istirahat, lalu keluar jam 4 sore. Tulisannya jam "16.00" ini beda. Ini bukan tulisannya Bian."

Dora cepat menunjukkan hal aneh lain dari foto itu. "Lihat, empat nama ini juga masuk di jam yang sama, dan keluar di jam sama. Menurut lo apalagi yang sama?"

Thea mengerutkan kening. Tanpa sadar sedikit memajukan kepalanya.

"Tulisan "16.00" ini sama. Gue berkali-kali membandingkan dengan tulisan empat nama ini, tapi jelas beda. Nih coba lihat." Dora memperbesar layar. "Cowok bernama Danish ini malah nulis jam kedatangannya "12 siang", apalagi si Barry, tulisannya kayak ceker ayam, dan tulisan "16.00" terlalu bagus buat dia." Mata Dora membulat. "Barry, teman sekelas lo juga kan. Dia juga nggak datang ke sekolah dua hari ini."

"Bukan hal aneh." Thea langsung mengalihkan tatapannya dari layar sentuh itu. Tak mau diingatkan tentang Barry yang sebulan terakhir ini hobi menyapanya dengan senyuman kelewat lebar, rajin ke perpustakaan bahkan menawarinya pulang bareng. "Track record jelas, sering bolos."

THE BOOKISH CLUB [COMPLETE ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang