Pagi ini, aku merasa sangat kelelahan dan membutuhkan waktu untuk tidur sebentar. Aku merebahkan kepalaku diatas meja. Semua itu disebabkan karena aku terlalu serakah dalam mengambil pekerjaan membuatku tak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat.
Mataku terpejam dan mulai memasuki dunia mimpi. Namun semua itu tidak bertahan lama, kelasku yang awalnya tenang menjadi heboh. Terdengar suara bisik-bisik, suara pekikan yang tertahan, bahkan suara decitan meja sekaligus.
Penasaran. Itu lah yang terlintas dalam benakku saat ini. Aku mengangkat kepala, akhirnya aku mengerti kehebohan itu ada karena Deo dan para sahabatnya yang mulai memasuki kelasku. Deo perlahan dengan pasti menghampiri mejaku sementara para sahabatnya menunggu dipintu kelas.
Deo membalikkan kursi yang berada didepan mejaku. Dia menyanggah dagunya sementara aku masih menatapnya heran dengan menaikkan satu alis.
"Hari ini lo udah mau jadi temen gue belum?"
"Buat sekarang temenan dulu, tapi buat masa depan nanti jadi temen hidup gue," ucap Deo tanpa beban dan rasa malu.
Suara pekikan semakin terdengar jelas dari para perempuan yang tengah berada dikelas ini. Padahal yang digombali Deo itu Dea bukan yang lain, tapi mengapa yang baper malah orang lain? Kalian juga jangan heran mengapa Deo tiba-tiba pintar menggombal karena pastinya ia sudah berguru pada Moza.
"PEPET BANG PEPET," teriak Galen.
"KHEM KHEM KHEM, DUH GUE KESELEK KODOK," seru Kean.
"TETAPLAH BERSAMAKU, JADI TEMAN HIDUPKU, BERDUA KITA HADAPI DUNIA," sindir Moza dengan lagu berjudul Teman Hidup-Tulus. Sedangkan Orlando dan Matteo tertawa geli melihat Deo yang tengah menggobal didepan banyak orang.
Aku menidurkan kepalaku lagi, terlalu malas rasanya untuk menanggapinya.
Deo menaruh bingkisan roti disampingku yang sedang menidurkan kepala. Ia berucap, "Dimakan ya jangan diliatin doang," sembari mengusap pelan kepalaku dengan lancang membuat rambutku menjadi berantakan.
"Begajulan!" ucapku dengan ketus.
"Iya, aku memang tampan," jawabnya percaya diri disertai senyuman yang menurutku menyebalkan.
"Zoo,"
"Hah? Lo mau ke kebun binatang?" tanyanya.
Aku menggeleng. "Apaan sih De? Ngomong jangan setengah-setengah kek," frustasi Deo.
"Tampan sekebun bintang," jawabku singkat. Percayalah itu adalah kalimat terpanjang yang aku gunakan selama borkomunikasi dengan teman sebaya.
Gelak tawa pecah dari arah pintu. Kean berucap "ASTAGA DE, LO PUNYA BAKAT JADI PELAWAK,"
Deo menatap tajam Kean, seketika Kean menutup mulutnya agar berhenti tertawa.
"Pokoknya mulai sekarang lo jadi temen gue. Gue gak nerima penolakan," paksa Deo.
Aku tak menanggapi ucapan Deo, percuma karena itu hanya membuang waktu dan tenaga saja.
"Gue kekelas udah mau masuk, jangan kangen gue ya?" goda Deo.
***
"De, lo dipanggil bu Ningsih diruang kesiswaan," ujar ketua kelasku. Bernama Putra Yuliansyah.
Aku mengangguk. Aku langsung berdiri dari tempat duduk dan melangkahkan kaki keruang kesiswaan.
Aku mengetuk pintu. Mendapat balasan suara dari dalam jika diperintah untuk segera masuk kedalam ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEA-O
Teen FictionDipublikasikan 22 April 2020. Ini kisah dari sigadis dingin. Sosok gadis yang hanya mau berteman dengan cermin. Karena ia tahu, cermin tak akan pernah mengkhianati. Disaat ia tertawa cermin akan ikut serta bahagia dan disaat ia bersedih cermin juga...