Hari ini harusnya mereka berdua sudah berada di yogyakarta untuk lomba. Namun apa daya, semua dibatalkan semenjak virus datang. Alhasil, mereka melalukan lomba dengan via video call.
Diruangan kelas yang ber-AC, Deo dan Dea tengah berkutat dengan serius memberantas soal-soal sains yang membuat kepala pusing tujuh keliling dengan ditemani oleh Bu Meri. Deo yang biasanya pecicilan mendadak menjadi kalem. Dea sempat terperangah melihat Deo yang entah mengapa terlihat sangat tampan jika dia sedang diam.
"Huftt, akhirnya selesai juga." ujar Deo menghembuskan nafas lega.
"Semoga kita mendapatkan nilai yang memuaskan dan sesuai dengan harapan. Kita tunggu hasilnya selama satu minggu kedepan,"
"Baik, bu." seru Deo dan Dea secara bersamaan.
"Terimakasih kalian sudah mau berpartisipasi dan belajar dengan keras. Kalian sudah boleh pulang dan hati-hati dijalan." ucap bu Meri memperingati.
***
"Busset. Keburu berak lo ya?" tuduh Deo dengan nafas ngos-ngosan karena mengejar Dea.
"Engga, kenapa?"
"Keburu banget jalannya. Ayo!" ajak Deo sembari meraih tangan Dea untuk ia genggam.
Genggaman tangan Deo membuat Dea terdiam sejenak, ia merasa seperti tersetrum. Lebih tepatnya hatinya yang tersetrum.
Sadar Dea tidak nyaman dengan genggaman itu, dengan rasa tidak rela Deo melapaskan genggaman yang tanpa disadarinya sudah bisa membuatnya nyaman.
"Eh, sorry. Gue laper mau cari makan. Lo ikut kan?" tanya Deo sembari berjalan lurus kearah parkiran.
Tak juga mendapat sahutan membuat Deo menoleh kesampingnya. Tidak ada Dea. Ternyata Dea masih mematung dibelakang Deo.
Dengan langkah pelan Deo menghampiri Dea. Mereka saling menatap satu sama lain cukup lama. Dengan ragu Deo merangkul Dea agar bisa berjalan disampingnya.
Deo berkata, "Gue maunya lo jalannya disamping gue jangan dibelakang."
"Kenapa?"
"Karna lo bukan asisten rumah tangga gue. Lo harus jalan disamping gue sebagai teman, lebih tepatnya teman hidup."
"Ihh, bisa aja upil naga ini." sahut Dea sambil menyikut perut Deo pelan.
Dengan posisi seperti ini, Dea takut jika suara jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya terdengar oleh Deo. Rasanya ia ingin terbang saat ini juga. Pipinya merah merona karena malu.
"Ciee malu," goda Deo sambil mencolek pipi Dea yang memanas.
"Syukur dong. Daripada kamu gak punya malu,"
"Enak aja. Gue berlagak bodoh aja biar lo ketawa. Entah kenapa gue rasanya pengen selalu buat lo ketawa dan menjadi alasan dibalik tawa lo itu,"
Deg.
"Diem, jamet!" titah Dea sembari berlari mendahului Deo. Demi apapun Dea sudah tidak kuat berada disamping Deo jika Deo terus menerus menggodanya seperti ini.
Deo tertawa keras melihat Dea yang tengah menghindarinya. Tak cukup sampai disitu, Deo masih gencar menggodai Dea dengan ucapan menggunakan nada yang cukup keras. "Ikan teri ikan hiu, i love you."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEA-O
Teen FictionDipublikasikan 22 April 2020. Ini kisah dari sigadis dingin. Sosok gadis yang hanya mau berteman dengan cermin. Karena ia tahu, cermin tak akan pernah mengkhianati. Disaat ia tertawa cermin akan ikut serta bahagia dan disaat ia bersedih cermin juga...