13. DEA-O

1.6K 150 25
                                    

Semilir udara masih terlalu dingin untuk dirasakan. Pantulan cahaya yang berasal dari ufuk timur masih belum terlalu menyilaukan. Namun, sosok gadis bertubuh ramping sudah berjalan dengan santai melewati koridor yang masih sepi. Ia sengaja karena ada sesuatu hal yang harus ia luruskan setelah cukup lama terjadi.

Sebelum memasuki ruangan kelasnya. Ia mendengar suara grusak grusuk dari dalam. Dea mngintip dari jendela, ternyata disana terdapat seseorang yang memakai hoodie berwarna hitam, hoodie yang tak asing bagi Dea.

"Jadi kamu,," ujar Dea sembari memasuki kelasnya.

Lelaki berhoodie hitam itu menegang ditempatnya. Ia berbalik dengan patah-patah layaknya robot.

"Lo nga-ngapain di-sini?" tanya Deo tergagap.

"Kelasku,"

"Eh anu gue lagi min-jem sa-sapu, nah iya minjem sapu," terang Deo.

"Dibelakang bukan dimejaku,"

"E-eh iya ini lagi mau jalan kebelakang ehehe,"

"Kamu yang naruh ini?" duga Dea sembari mengeluarkan susu yang berada dilokernya.

"E-emm diminun ya De! Jangan lo kasih ke Putra terus," pinta Deo sembari melangkah pergi keluar kelas. Ia malu, sangat malu karna sudah tertangkap basah.

"Makasih," lirih Dea.

Langkah Deo berhenti sejenak. Ia menoleh berbalik menghampiri Dea. Ia menatapnya dalam, menembus tatapan datar yang dipancarkan Dea.

"Lo tau apa yang lebih berarti daripada kata terimakasih?" tanya Deo.

"Apa?"

"Lo minum. Semangat belajarnya," bisik Deo sembari mengelus puncak kepala Dea.

Deo melangkah pergi meninggalkan Dea yang masih termatung. Pipinya memanas. Hatinya terasa meleleh. Ah tidak, itu hanya halusinasinya.

***

Disudut ruang kelas Deo beserta kawan-kawannya berkumpul. Seperti biasa, mereka melakukan kesibukan masing-masing. Seperti Matteo yang sedang bermain game, Deo yang men-stalk Dea, dan Moza, Galen, Kean, Orlando yang tengah menonton sesuatu dihandphone Moza.

"GILA WOI! ITU MULUS BANGET!" pekik Kean.

"Jangan berisik bego! Nanti mereka semua pada tahu," tegur Moza sembari menampol pipi Kean.

"Anjir! Si cewek menghayati bener gue yang liat sama denger jadi seger," ujar Galen.

"GEDE BANGET!" pekik lagi Kean.

Semua langsung menoleh pada Kean. Membuat Moza, Galen, Orlando, dan Kean menjadi kikuk sendiri. Dengan cepat Kean menyanggah, "Eh i-ini jendelanya gede banget,"

Suara tawa Deo dan Matteo menggema dengan cukup keras. "Bego!" umpat Matteo sembari memegang perutnya yang sakit akibat terlalu banyak tertawa.

"Gimana sama Dea?" tanya Matteo.

"Udah lumayan deket," jawab Deo sembari membenarkan rambut yang mulai acak-acakan.

"Serius lo masih mau bertahan? Daripada lo buang-buang tenaga ngejar kutub es yang berjalan itu mending lo buru beliin gue lamborghini," tutur Moza menyepelekan.

"Lo tau? Dalam kamus gue gak ada yang namanya menyerah. Gue yakin lambat laun dia juga bakal terpesona sama gue," sahutnya dengan rasa penuh percaya diri.

"Jangan sampe lo baper! biar urusan ga ribet," saran Galen.

"Inget hukum alam. Biasanya terlalu bersama bisa mengubah rasa," ujar Matteo.

DEA-OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang