5th May 2020
•••
Jeongguk saat ini sudah tiba di rumahnya sepulang dari tempat persemayaman mendiang Tuan Park. Sembari menunggu istrinya melakukan perawatan malam, Jeongguk nampak memikirkan ide dari Taehyung beberapa waktu lalu.
"Hm, ide Taehyung boleh juga. Dengan meminta anak Tuan Park itu melahirkan anakku, kurasa hutang mendiang ayahnya bisa lunas dan aku tak merasa rugi lagi. Terlebih aku akan memiliki anak yang bisa menjadi penerusku" gumam Jeongguk dalam hatinya.
"Kurasa akan menyenangkan jika benar-benar memiliki anak. Tapi, bagaimana aku izin ke Yeri? Apa dia setuju? Baiknya aku izin atau diam-diam menyembunyikan ini semua dari Yeri dan orang tuaku?" Jeongguk nampak berpikir keras.
"Sayang? Hei!" Yeri melambaikan tangannya di depan wajah suaminya yang melamun. Kini ia sudah berbaring di samping suaminya karena ia telah selesai mengaplikasikan skincare malam pada wajahnya.
"Eh? Ya sayang?" Jeongguk nampak tersentak karena lamunannya dibuyarkan oleh istrinya.
"Kenapa melamun? Apa yang kau pikirkan?" tanya Yeri.
"Apakah harus kukatakan sekarang?" pikir Jeonggul bimbang.
"Baiklah akan kukatakan sekarang saja daripada berbohong" Jeongguk yang tadi sempat berpikir beberapa saat akhirnya membuat keputusan.
"Sayang, ada yang ingin ku bahas. Ini sedikit ... serius" Jeongguk menegapkan tubuhnya dan menatap istrinya.
Yeri menautkan kedua alisnya, "Hal serius? Apa? Katakan padaku"
"Bagaimana kalau aku menikah lagi?"
Yeri baru saja akan marah membuka suara, namun Jeongguk sudah dengan sigap mencegah tindakan istrinya.
"Tunggu. Jangan marah dulu. Biarkan aku menjelaskan" setelah itu Jeongguk menjelaskan semua hal mengenai mendiang Tuan Park yang berhutang padanya serta putranya yang bisa hamil. Kemudian ia menjelaskan segala rencana yang dirancang Taehyung sebelumnya pada istrinya.
Yeri nampak berfikir keras setelah mendengar segala penjelasan suaminya. Ia menganggukkan kepalanya pelan.
"Bagaimana sayang? Kau setuju aku menikahi laki-laki itu? Atau menghamilinya saja tanpa menikahinya? Kalau kau tidak setuju semuanya juga tak apa. Aku terima apapun keputusanmu" tanya Jeongguk pada istrinya yang nampak masih berfikir.
"Apa lelaki itu setuju, sayang?" tanya Yeri yang penasaran apakah lelaki yang dibicarakan suaminya sudah setuju atau belum.
"Aku tak perlu persetujuannya karena kalaupun dia tidak mau, aku akan memaksanya" jawab Jeongguk dengan santai sembari menyilangkaan kedua tangannya di depan dada kekarnya.
"Hm benar juga. Baiklah, nikahi dia secara sah saja, sayang. Dengan begitu kau bisa mengikatnya agar dia tak bisa lepas darimu karena dia kan pasti terpaksa melakukan itu" balas Yeri.
"Dan jika dia sudah kau ikat, aku pun tak perlu repot-repot mengurus bayi itu jika sudah lahir. Aku bisa memanfaatkan dia menjadi baby sitter nantinya" gumam perempuan bermarga Kim itu dalam hatinya.
"Kau serius sayang? Apa kau tak apa aku menikah lagi?" tanya Jeongguk dengan tak percaya pada istrinya yang dengan mudahnya memberikan izin.
Yeri mengangguk mantap pada suaminya, "Lagi pula, kau hanya menikahi dan menghamilinya. Aku yakin seratus persen, hatimu untukku, sayang. Rasanya mustahil jika kau akan berpaling pada laki-laki tak normal itu"
Jeongguk terkekeh dan merengkuh tubuh istrinya ke dalam pelukannya, "Kau benar. Mana mungkin aku berpaling dari istri cantikku ini?"
Yeri hanya tersenyum mendengar ucapan Jeongguk, "Jadi, aku harus berpura-pura hamil jika nanti dia sudah hamil, begitu?"
Jeongguk mengangguk, "Iya sayang. Agar orang tua ku tak terus-terusan mengomel padamu"
"Baiklah. Cepat nikahi dan hamili dia, sayang. Biar aku bisa berpura-pura pada orang tuamu" sahut Yeri dengan senang.
Jeongguk tersenyum senang setelah mendapatkan izin dari istrinya.
"Akhirnya sebentar lagi aku akan memiliki anak" gumam Jeongguk dalam hati.
•••
Satu minggu kemudian
Hari-hari Jimin pasca kepergian ayahnya dari dunia ini sangatlah gelap. Ia rasanya tak memiliki semangat untuk kuliah dan lebih memilih ingin bekerja mencari uang yang banyak demi hidupnya dan ibunya. Mengingat bahwa ibunya yang juga sakit-sakitan, membuat Jimin begitu semangat untuk bekerja paruh waktu dari toko satu ke toko lain hingga restoran satu ke restoran lain setiap harinya. Ia ingin memiliki uang yang banyak, dengan begitu, ia bisa membawa ibunya berobat mengingat perempuan paruh baya itu adalah satu-satunya keluarga yang Jimin miliki saat ini. Ia tak ingin kehilangan lagi.
"Jimin, pikirkan lagi. Jangan gegabah. Kau bisa membagi waktumu antara kuliah dan bekerja. Kau sudah berada di semester akhir dan tinggal mengerjakan skripsi. Akan sangat sayang jika kau berhentu begitu saja" Sungwoon, sahabat kuliah Jimin mengingatkan lelaki Park yang bercerita bahwa ia akan berhenti kuliah.
"Kurasa ibumu juga tak akan suka mendengar keputusanmu ini. Jadi pikirkan baik-baik. Jangan berhenti, huh?" lanjut Sungwoon untuk membujuk sahabatnya itu.
"Tapi aku tak fokus untuk berkuliah lagi. Aku butuh uang. Aku tak sanggup seperti ini Sungwoon" dengan suara lemas dan putus asa, Jimin menanggapo bujukan sahabatnya.
Sungwoon menghela nafasnya dengan kasar, "Aku akan membantumu. Kau bisa berhutang padaku jika kau butuh uang kapanpun itu. Kumohon, jangan berhenti kuliah. Ingat, kau masih memiliki mimpi yang panjang. Bukankah kau ingin menjadi dosen, huh?"
Jimin nampak berfikir. Apa yang dikatakan sahabatnya itu semuanya benar. Akan terasa sia-sia perjuangannya selama ini jika ia menyerah berhenti kuliah.
"Baiklah akan kupikirkan lagi. Terimakasih Sungwoon atas sarannya. Aku akan berangkat kerja dulu. Sampai bertemu esok" Jimin keluar dari kelas dan meninggalkan Sungwoon. Sementara Sungwoon hanya mengangguk senang dan mengucapkan kata semangat berkali-kali pada sahabatnya itu.
Jimin berjalan keluar area kampusnya dan kini sedang duduk di halte untuk menunggu kedatangan bus yang akan ia tumpangi menuju ke restoran tempatnya bekerja. Namun tiba-tiba ada mobil mewah yang berhenti tepat di depannya.
Jimin menyatukan kedua alisnya ketika ada seorang pria berjas hitam dengan memakai kacamata yang menghampirinya setelah keluar dari mobil mewah di hadapannya. Ia yakin pria itu menghampirinya mengingat pada sore itu tak ada orang lain yang berada di halte.
"Permisi. Benar ini tuan Park Jimin?" tanya pria itu dan Jimin hanya mengangguk.
Jimin berdiri, "Ada apa?"
"Saya Kim Taehyung. Bisa ikut saya sebentar-" ucapan Taehyung terhenti ketika Jimin membuka suara.
"Oh? Bukankah kau yang datang ke tempat persemayaman mendiang ayahku malam itu?" Jimin yang merasa familiar akan wajah pria di hadapannya itu pun langsung bertanya untuk memastikan.
Taehyung tersenyum dan mengangguk membenarkan pertanyaan Jimin.
"Ada apa, Kim Taehyung-ssi?"
"Bisa ikut saya sebentar? Ada hal yang ingin bos saya bicarakan pada anda" tanya Taehyung dengan sopan.
"Tenang saja. Kami tak akan menyakitimu. Saya jamin itu" Taehyung menenangkan ketika lelaki manis di depannya yang nampak khawatir dan bingung.
Akhirnya Jimin mengangguk untuk ikut bersama Taehyung. Jimin memasuki mobil yang Taehyung kendarai. Taehyung pun membawa Jimin ke markas Jeongguk untuk membahas kesepakatan mengenai melunasi hutang dengan bayi.
•••
To be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second One [ KookMin ] ; END ✓
Fanfiction[ Kookmin - GgukMin ] Park Jimin terpaksa harus rela dijadikan yang kedua oleh seorang pengusaha sekaligus mafia paling kuat di Korea, Jeon Jeongguk. Note: 🌺Boy x Boy! 🌺Jungkook SEME, Jimin UKE 🌺M-Preg, missgendering 🌺Mature 21+ 🌺Homophobic? Go...