Part 14

13.6K 1.2K 220
                                    

June 14th 2020


Happy reading :)
Don't forget to follow, vote & comment! Thanks :)

Kalo ada typo ingetin ya hehe :)

Previous Chapter

"Jeongguk, aku benar-benar membencimu. Aku bersumpah, jika aku hamil dan anakku lahir, aku tak akan menyerahkannya begitu saja padamu. Aku akan menjadikan anak itu sebagai musuh utamamu kelak" tekad Jimin dalam hatinya disela-sela tangisnya. Matanya memancarkan amarah dan luka yang luar biasa akibat menerima perlakuan kasar dari Jeongguk sore itu.

•••

Jimin kini sedang berbaring di ranjang kamarnya dengan ditemani Hoseok. Ia tidur menyamping dengan air mata yang masih mengalir membasahi bantal tempatnya menumpukan kepala. Rasa sakit yang diberikan oleh Jeongguk benar-benar membekas pada dirinya. Bukan hanya sakit fisik akibat ditampar dan dijambak, namun juga sakit batin yang diterima Jimin karena Jeongguk tak mau mendengar penjelasannya terlebih dahulu.

Disela-sela tangisannya sebelum Jeongguk pergi, Jimin sempat mendengar kata-kata suaminya bahwa ia akan dijadikan anak buah jika tak dapat mengandung. Entah, mendengar itu rasanya menyayat hati Jimin. Ada sesuatu rasa kecewa, marah dan sakit hati yang campur aduk. Jimin tidak ingin, benar-benar tidak ingin diperlakukan seperti itu.

"J-jimin-ah? Sebaiknya kau makan dulu. Kubawakan makanan kes-" belum juga Hoseok menyelesaikan kalimatnya, Jimin sudah mulai membuka suara.

"Tidak, hyung. Aku tidak lapar. Bagaimana mungkin aku makan jika keadaanku begini?" ucap Jimin dengan pelan, sangat pelan. Ia lemas. Suaranya serak, khas sekali jika banyak menangis sebelumnya. Air matanya juga masih menggenang.

"Aku benar-benar membenci Jeon Jeongguk, hyung. Aku tak akan pernah bisa memaafkannya. Tak akan" Jimin kembali terisak setelah mengucapkan itu. Dadanya terasa sesak sekali. Ia merutuki dirinya yang begitu rapuh diperlakukan seperti ini.

"Aku tahu, tapi kau harus makan. Kau tidak boleh sakit, Jimin-ah. Jika kau sakit dan rapuh begini, bagaimana bisa kau melawan Jeongguk?"

"Hyung, apa kau benar-benar berada di sisiku?"

"Tentu, Jimin-ah. Kau sudah kuanggap sebagai dongsaeng kandung" jawab Hoseok dengan mantap sembari menganggukkan kepalanya.

"Lalu bagaimana dengan Kim Namjoon?"

"Ah, ituu" Hoseok seketika kikuk. Ia menggaruk tengkuknya yang tak terasa gatal. "Mmm ... anu ... mm d-dia terlalu setia pada Jeongguk, maaf" lanjutnya dengan tak enak pada Jimin.

"Hm, baiklah. Aku mengerti" Jimin tahu, kesetiaan orang memang tak mudah dihancurkan begitu saja. Jadi dia akan memikirkan cara lain agar Hoseok dan Namjoon benar-benar menjadi miliknya. Jimin memang membutuhkan dua orang itu untuk setidaknya melakukan perlawanan pada Jeongguk.

"Ahh, kenapa aku bodoh sekali? Tidak, Jimin. Kau tak boleh bodoh. Tak seharusnya kau terpuruk seperti ini. Kau harus bangkit" semangat Jimin untuk dirinya sendiri. Jimin bangkit dari tidurnya. Ia berjalan keluar kamar dengan cepat dan hanya diam saja ketika Hoseok bertanya mengenai sesuatu yang akan dilakukannya.

"Penjaga dan pelayan berkumpul!" teriak Jimin dengan keras. Ia berjalan menuruni tangga dan bisa melihat penjaga serta pelayan di rumahnya sudah berkumpul di ruang tengah. Langkahnya terhenti tepat di tengah depan anak tangga.

"Berlutut!" teriak Jimin dan yang disuruh segera patuh. Jimin menoleh ke arah Hoseok yang berdiri di belakangnya, "Hoseok, ikutlah berlutut seperti Namjoon." Hoseok pun segera mematuhi perintah istri kedua bosnya itu.

The Second One [ KookMin ] ; END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang