14.BUKAN LAGI PEMILIKNYA😢

85 8 1
                                    

Mentari pagi pun menyinari kamar dari balik gorden jendela. Mataku terbuka, melihat ke langit langit kamar. Entah ada angin apa, perasaanku tak enak. Seperti akan terjadi hal yang tak diinginkan hari ini. Tapi aku langsung membuang pikiran itu jauh jauh.

Aku lalu melangkahkan kaki menuju ke kamar mandi, mencuci muka dan segera turun dari lantai atas.

Sesampainya di bawah, aku tak menemukan siapapun. Aku kemudian mencari makhluk yang selalu mengajakku berdebat, tapi tak kutemukan. Seseorang kemudian datang dari pintu belakang. Menghampiriku yang duduk di meja makan.

"Uda bangun?" Tanyanya sambil mengusap rambutku.

"Uda" jawabku sambil masih mencari cari makhluk yang sampai saat ini belum mengintili bang Hansamu hingga masuk kedalam rumah.

"Nyari siapa?" Ucap bang Hansamu mengagetkanku.

"Kak icky?"

"Ricky uda berangkat ke Bali"

"Hah? Kapan? Kok ngga pamit sama Rara?"

"Tadinya mau pamit, tapi pintu kamar dikunci. Yaudah Ricky berangkat gitu aja"

"Kenapa ga ketok dulu siih?"

"Udah sampe merah tu tangan buat ngetok pintu kamar"

"Kok Rara ngga denger?"

Bang Hansamu hanya menaikka bahu lalu beranjak ke kompor untuk membuatkan sarapan. Bang Hansamu membuat omlet dengan suwiran ayam dan es susu coklat.

Ditengah acara makan, bang Hansamu tiba tiba berbicara dan mampu membuatku tersedak. Bang Hansamu kemudian menyodorkanku segelas es susu.

"Tunangan?" Tanyaku kaget sambil menaruh gelas susu.

"Iya" jawab bang Hansamu.

Aku lalu terdiam. Membayangkan hal yang baru saja diomongkan bang Hansamu. Nafsu makanku tiba tiba menurun. Omlet yang tadinya begitu nikmat pun sekarang terasa hambar. Tak ada kata lagi, aku langsung menaiki tangga dan mengunci diriku kembali di kamar.

"De" panggil bang Hansamu dari luar kamar.

Aku lalu membukakannya pintu, menyuruhnya masuk ke dalam kamar. Ia mengenggam tanganku. Mengusap usap punggungku. Dan tanpa suruhan, bang Hansamu langsung memelukku erat. Dekapan seorang kakak yang selalu bisa menghangatkan, membuatku nyaman. Setetes air mata pun keluar. Tapi aku langsung menyekanya.

"Abang tau ini pasti berat buat Rara. Tapi bagaimanapun juga hidup itu harus tetep jalan de. Sama kaya kamu sama Indra. Rian juga harus punya pendamping, orangtuanya butuh menantu. Tapi bedanya, kalo Rara sama Indra itu tulus dari hati. Saling menyayangi. Kalo dia itu paksaan. Rian juga ga bisa nolak"

Aku masih terisak dalam dekapannya. Ingatanku kembali melayang pada hari hari dimana aku masih jadi pemilik hati Rian. Candaan candaan dari Rian terus saja terngiang ngiang di telingaku. Senyumnya, tawanya, sekarang menjadi penguasa di pikiranku. Ya Tuhan, kenapa harus secepat ini kau arahkan Rian ke jalan yang lain?

"Sayang, udah jangan dipikirin. Rara harus ikhlas. Ini udah takdir Tuhan. Rara sama Rian memang ngga ditakdirkan buat ada di jalan kehidupan yang sama. Rara harus buat bahagia jalan yang udah Rara pilih. Jalan buat melupakan Rian dan mulai hidup baru sama Indra"

ME, YOU, & FOOTBALL [Tamat] || REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang