Bab 04; Jangan Gila!!!

922 123 73
                                    

     |“KA JIHOON CANTIK!”

Jihoon baru saja memasuki areal kantin ketika suara yang terbilang sangat kencang itu memanggil namanya. Ia menoleh, dan lambaian tangan Woojin dan Beomgyu menarik perhatiannya.

Jihoon hanya melengos tanpa ada niat balas menyapa maupun menghampiri muridnya tersebut. Ia malu.

Jelas saja! Bahkan saat itu juga banyak yang menatap kearahnya juga meja yang ditempati para cecunguk itu.

“Bibimbap satu porsi dan air mineral saja, tolong antarkan ke ruangan saya ya? Terima kasih.”

“KA JIHOON! Mau kemana hehehe.” Jihoon menahan rasa kesalnya saat Beomgyu, dengan sengaja memeluknya di depan umum. Dan jangan lupakan panggilan ‘Kakak’ itu.

“Saya harus ke ruangan saya Choi Beomgyu. Lepaskan tanganmu.”

Beomgyu menyengir bodoh, “Ahehehe, maaf ka. Ah! Ka Jihoon ingin makanan? Akan aku belikan.”

“Tidak perlu Beomgyu, makanlah bersama teman-temanmu. Saya harus segera keruangan, sampai jumpa lagi di kelas.”

Interaksi Jihoon dan Beomgyu tadi menarik perhatian seluruh penghuni kantin. Selain keduanya nampak seperti orang yang sudah kenal dekat, Jihoon juga terlihat baik sekali dengan si anak kelas XII Sosial 4 itu.

Karena yang mereka tahu, Jihoon itu sangat galak, bahkan ia tak segan memarahi murid yang salah di depan umum.

Guanlin melesat menuju stan penjual dan mengambil pesanan Jihoon.

“HOY GUANLIN! MAU KEMANA?!”

“RUANGAN JIHOON!”

⭐️•⭐️


   Tok! Tok!

Jihoon yang sedang menerima telepon itu menjauhkan ponselnya dari telinga.

“Masuk.”

Dan tanpa menoleh untuk melihat siapa seseorang yang masuk ke dalam ruangannya, Jihoon kembali berbicara pada seseorang disebrang sana.

“Ya sudah, hati-hati di jalan, maaf tidak bisa menjemputmu.”

‘...’

Hng— aku akan makan dengan baik. Sampai bertemu nanti~”

Jihoon menutup sambungan telepon, dan menoleh pada seseorang yang masih berdiri di ambang pintu.

“Loh Guanlin? Kenapa bisa ada disini? Ada perlu apa?”

Yang ditanya hanya mengangkat kantung plastik yang berada dalam genggamannya.

“Oh? Mengapa bisa ada bersamamu?” Jihoon menaruh ponselnya diatas meja dan berjalan mendekat kearah Guanlin, yang kini sudah mendudukkan tubuhnya di sofa.

“Sengaja, agar aku bisa ke ruanganmu.” jawabnya enteng.

Jihoon hanya mengangkat bahunya acuh. Ia beralih membuka makan siangnya dan memakannya dengan lahap, mengabaikan sesosok lelaki bertubuh tinggi itu yang setia menatapnya dengan lekat.

“Jihoon. Aku ingin bercerita.”

Guanlin memanggil Jihoon setelah hanya ada keheningan diantara keduanya, sedang yang dipanggil hanya memutar bola matanya malas.

“Tidak bisakah kau memanggil saya sedikit lebih sopan? Saya gurumu kalau kau lupa.”

“Kau bahkan membiarkan anak-anak kelas memanggilmu dengan sebutan ‘Kakak’ bukan ‘Pa’, lalu apa masalahnya denganku?”

“Tentu saja berbeda. Setidaknya mereka masih memanggil saya dengan sebutan ‘Kakak’, sedangkan kau?! Apa-apaan kau hanya memanggil nama?!” Jihoon berdecak  tak habis pikir.

Ia berdiri, membersihkan beberapa bekas makan siangnya dan kembali ke kursi kuasanya.

Guanlin hanya diam memperhatikan gerak gerik gurunya tersebut, sampai setelah Jihoon kembali duduk.

Ck! Mengapa menjadi melenceng seperti ini, aku memanggilmu bukan untuk itu!”

“Lantas? Jika ada sesuatu yang ingin kau ceritakan, katakanlah sekarang. Saya masih harus mengerjakan beberapa laporan.” jawab Jihoon sembari membolak-balik isi map yang berada dalam genggamannya.

Guanlin tidak membuka suara, ia justru berjalan mendekat dan berdiri bersandar pada meja dihadapan Jihoon.

“Jihoon.”

“Apa lagi?!”

“Aku—”

Guanlin menggantung kalimatnya, sengaja agar lelaki dihadapannya melihat ke arahnya. Dan berhasil. Jihoon mendongak menatapnya, dengan satu alisnya yang terangkat.

“Kedua orang tua ku menginginkan seorang cucu. Mereka bilang umur mereka sudah tua, dan mereka ingin sekali menimang cucu.”

“Lalu? Mengapa kau bercerita kepada saya?”

Cih! Kau tak menangkap maksud perkataanku? Dan maksud mengapa aku menceritakannya padamu?!”

“Tidak.” Jihoon menjawab dengan cepat. Ia fokusnya kembali pada tumpukan kertas dalam genggamannya, membuat Guanlin menatap Jihoon kesal.

Dengan kasar ia menarik dagu Jihoon agar mendongak menatapnya, dan tanpa basa-basi ia menempelkan belah bibir keduanya. Melumatnya sebentar, dan melepas tautan tersebut tanpa menjauhkan kening keduanya.

“Maksudku— kau dan aku, mari kita buat cucu untuk kedua orang tua ku.”

“Jangan gila!!!”

















“ASTAGA PA JIHOON?! LAI GUANLIN?! APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN?!?!?!”











—To Be Continued.

Hola~ gaiseu, maaf kalau lama heuheu.. Kalau tata pengetikannya beda juga maklumin aja yaa wkwk..

Hope u like it!

The Teacher Is Mine [Panwink]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang