|Menjelang pagi, Jihoon beserta antek-anteknya sudah meninggalkan villa, mereka berencana pergi menuju pantai untuk melihat sunrise yang jarang sekali mereka lihat di hari-hari biasa.
Masih dengan langit yang gelap, satu persatu dari anggota kelas menuruni bus, yang langsung disambut oleh semilir angin pagi yang menyejukkan.
Bahkah Jihoon dan beberapa anggota kelas yang baru saja menjejakkan kakinya keluar dari bus langsung merapatkan jaket yang mereka kenakan.
“Ingat pukul setengah delapan sudah harus berkumpul lagi disini, oke?” interupsinya singkat dan setelahnya anggota kelas 12 Sosial 4 berpencar.
Jihoon berjalan pelan menuju gazebo yang tersedia disana, lantas mendudukan tubuhnya menghadap kearah hamparan luas laut.
Sembari menunggu matahari yang akan menampakkan diri, ia menyempatkan membalas pesan beberapa temannya yang berada di Seoul, sampai saat panggilan video dari seseorang yang ia nantikan masuk.
Pipi gembilnya secara otomatis bersemu bahkan sesaat setelah ia menatap lelaki yang memenuhi layar ponselnya tersebut.
‘Halloo sayang— bagaimana kabarmu?’
“Hai, aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” jawabnya disertai senyum malu-malunya.
‘Aku baik, hanya merasa kurang kau tidak ada disini bersamaku.’
“Dasar perayu.”
‘Hanya dengamu sayang. Omong-omong, kau sedang berada dimana? Mengapa gelap seperti itu? Aku bahkan tidak bisa melihat wajahmu yang pasti sekarang sedang bersemu.’
Jihoon terkekeh pelan, “Aku sedang berada di sekitar pantai, ingin melihat matahari terbit.”
‘A~ matahari terbit ya? Tapi mengapa sebelum matahari terbit, hatiku sudah terasa bercahaya? Bahkan sesaat melihatmu dalam gelap seperti itu.’
Jihoon tertawa malu, bahkan ia dapat merasakan bahwa wajahnya memanas.
“Ah ya! Kau pagi-pagi seperti ini tumben sekali sudah bangun.”
‘Aku ada pertemuan pagi di Masan. Ini aku sedang ingin bersiap, namun kau tahu sayang aku harus mendapat vitaminku.’
Lelaki disebrang sana menatap sendu kearah Jihoon, yang ditatap justru tersenyum cerah. Wajahnya ia dekatkan pada kamera ponselnya.
“Aku tahu apa yang harus aku lakukan—”
Ia mengecup kamera ponselnya singkat,
“—selamat bekerja sayang. Jangan terlalu lelah, aku mencintaimu.”
‘Virtual kiss? Not bad. Meski ya, aku berharap kau ada disini memeluk tubuhku seperti biasa sebelum aku berangkat kerja.’
“Pulang nanti aku akan memelukmu seharian penuh. Aku janji.”
‘Menyenangkan sekali mende—’
“KA JIHOON~~ LIHAT KAMERA~!”
Jihoon mengalihkan pandangannya pada Woojin yang memanggilnya dengan kamera yang berada dihadapan wajahnya.
“Satu, dua, ti— cheese!”
Cekrik!
Woojin dengan cepat membidikkan kameranya saat Jihoon tersenyum manis. Setelahnya ia berteriak puas menatap hasil jepretannya.
‘—sekarang urusi saja dahulu murid-muridmu sayang. Aku akan tutup panggilannya.’
“Ah iya. Maafkan aku, dah sayang, aku mencintaimu.”
‘Aku juga menci—’
Tuut!
“LAI GUANLIN!!”
Jihoon memutus sepihak panggilan video itu, bahkan sebelum lelaki disebrang sana menyelesaikan ucapannya. Ia justru berbalik, menatap sengit murid dengan julukkan Presiden 12 Sosial 4 tersebut.
Salahkan lelaki itu yang tiba-tiba mengecup pucuk kepalanya.
Bisa rumit urusannya jika kekasih(?)nya melihat apa yang dilakukan lelaki jangkung tersebut.
“Apa?” Sautnya tak bersalah.
“Kau tak bisa bertingkah sopan pada gurumu?!”
“Tidak untukmu sayang. Oh ya, yang barusan itu siapa? Kakakmu? Wah dia sangat mencintaimu ya? Adik kakak goals sekali kalian.”
Guanlin berjalan menuju sisi lain gazebo, masih dengan pandangannya yang menatao Jihoon lekat.
Jihoon menghela nafas berat, ia tak menanggapi perkataan muridnya dan lebih memilih berbalik dan menatap kembali kearah hamparan lautan dihadapannya.
Secercah cahaya dari ufuk timur mulai menyembul malu-malu, meski posisinya saat ini tidak benar-benar tepat dengan terbitnya matahari.
Gelap langit yang perlahan berwarna biru cerah bertubrukan langsung dengan cahaya matahari, memberi efek warna merah muda yang indah ditemani awan-awan yang turut menghiasi luasnya langit.
Jihoon sudah siap dengan kameranya, membidik tiap-tiap pemandangan yang memanjakan mata.
“Ji, lihat kedepan.”
Meski masih sebal dengan kelakukan Guanlin, ia tetap mengikuti apa yang lelaki Taiwan itu katakan.
Dan ia dibuat terkejud dengan pemandangan yang tepat berada dihadapannya,
Sebuah awan yang berada tak jauh dari permukaan laut dengan pelangi yang berada diantara keduanya.
Dengan cepat ia memerangkap moment itu melalui kameranya.
Ini— sungguh menakjubkan. Ia bahkan baru pertama kalinya melihat pemandangan seperti ini.
“Indah bukan?—”
Jihoon menoleh dan lagi-lagi ia dikejutkan oleh wajah Guanlin yang tepat berada di hadapannya.
“Sama sepertimu. Kau sungguh indah Jihoon.” Ujar Guanlin sebelum ia menyatukan belah bibir keduanya, memagut lembut bibir cherry Jihoon.
Beberapa detik setelahnya, dengan berani ia menggigit bibir bawah sang guru, membuat Jihoon spontan meringis. Yang mana kesempatan itu ia gunakan untuk melesakkan lidahnya kedalam mulut yang lebih tua.
Dan pagi itu, bersama Lai Guanlin, di hadapan hamparan Laut, dengan Matahari yang semakin meninggikan diri, juga sebuah Pelangi yang menyembul malu, Jihoon—
Telah mengkhianati janji suci yang sudah ia ikrarkan di hadapan Tuhan.
Suka? Sayang? Cinta? Jangan bercanda.
—To Be Continued.
Minal aidin walfaidzin gaiseu... Maafin aku kalau ada salah, entah salah kata yang mungkin bikin kalian sakit hati tanpa disengaja. Mwehehe..
Btw... Aku jadi mau kesana lagi, pengen liat pemandangan kyk gtu lagii, tapi ini bukan di korea, kejadiannya di Indonesia, tepatnya Ujung Genteng:).. Serius pelanginya cantik banget pas itu.. Sayang aja foto²nya, video²nya hilang:")
Sudahlah:)
Btw, up ini mulu perasaan;v
Hope u like it!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Is Mine [Panwink]✓
FanficS h o r t || S t o r y "Jihoon itu milikku. No one can have him, except me!" Begitulah Lai Guanlin menklaim bahwa Park Jihoon, guru baru yang menjabat sebagai wali kelas sementaranya itu, sebagai miliknya. Warn⚠️ You don't like it? Just leave it! B×...