|“JIHOON!”
Sungkyung menghela nafas berat, ia paham bahwa menantunya itu sangat tidak ingin berpisah dengan anaknya. Tapi lagi dan lagi ia benar-benar tidak bisa membiarkan hal buruk menimpa kembali anaknya.
Ia menatap Guanlin dan Luhan bergantian. Sembari menundukkan kepalanya ia mencicit, meminta maaf,
“Maaf– tapi sepertinya Jihoon masih membutuhkan banyak waktu untuk berpikir. Bisakah kalian memberinya sedikit wak—”
“Tidak bisa!”
Guanlin menyela dengan cepat perkataan Sungkyung. Ia benar-benar tidak bisa menunggu lagi!
Jihoon itu telak miliknya.
Lelaki manis itu sudah seharusnya masuk ke dalam pelukannya.
Ia tidak bisa memberi guru manisnya waktu lebih lama untuk terus bersama suaminya.
Dan— Jihoon tidak bisa menarik perkataannya kembali! Tidak akan pernah bisa. Persetan dengan fakta Jihoon yang memilihnya hanya karena rasa kasihan, ingin melindungi orang tersayangnya atau alasan sejenisnya.
Yang ia inginkan hanya Jihoon terikat dengannya. Perihal suka, sayang, cinta, itu urusan belakangan.
Karena jika ia saja belum mengikat guru manisnya tersebut, bagaimana bisa ia menumbuhkan rasa cinta pada si manis.
“Jihoon sudah memutuskan untuk bersamaku! Jadi tidak ada lagi waktu untuk berpikir kembali. Dia harus mempertanggung jawabkan perkataannya tempo hari.” ujarnya penuh penekanan.
Ya. Jihoon harus mempertanggung jawabkan perkataannya. Ia sudah memilih. Dan Guanlin tidak semudah itu untuk membiarkan Jihoon merubah perkataannya.
⭐️°⭐️
4 hari.
Sudah empat hari Jihoon mengurung dirinya di apartemen, ia tidak membiarkan semua orang bahkan ibu mertuanya untuk datang mengunjunginya.
Tak memperdulikan berapa kali bel apartemennya berbunyi, atau ketukan pintu yang ia dapatkan, bahkan dobrakan pintu yang dilakukan oleh Guanlin. Ia sama sekali tidak beranjak mendekati pintu utama apartemennya.
Tapi hari ini— ketika ia baru saja membuka kedua matanya. Dengan langkah sedikit cepat, Jihoon berjalan menuju pintu apartemennya.
Persetan dengan muka bantal, atau piyama berantakan yang ia kenakan.
Dadanya bergemuruh, bahkan matanya ikut memanas.
Ini bagaikan sebuah mimpi baginya.
Dan saat pintu terbuka, mimpi itu menjadi kenyataan. Ia langsung menubrukkan tubuhnya pada lelaki yang duduk di kursi roda itu. Memeluknya erat, dan menumpahkan tangisnya di bahu sang suami.
Hangyul dengan sigap balas memeluk tubuh sang istri, di usapnya penuh sayang punggung itu. “Kita masuk dulu ya? Tidak enak di depan pintu seperti ini.”
Jihoon mengangguk, ia kembali menegakkan tubuhnya. Dan saat itu pula kehadiran seseorang yang datang bersama suaminya itu nampak olehnya, “Ah, Ka Minhyun. Maaf Jihoon tidak melihat kakak.” ujarnya sembari membungkuk singkat.
“Tak apa, aku sudah biasa kalian abaikan seperti itu kok, hahaha. Aku langsung pergi saja ya, masih ada yang harus aku kerjakan. Dah~”
“Hati-hati Ka.” Jihoon balas melambai pada Minhyun yang kini sudah berjalan menjauh dari kamar apartemennya.
⭐️°⭐️
Tuk!
Segelas teh hangat, segelas susu dan setoples biskuit ia letakkan di atas meja. Senyumnya merekah seiring dengan elusan yang mendarat di pucuk kepalanya.
Jihoon seperti tak bisa melunturkan senyumnya, bahkan barang sedetikpun sejak kepulangan sang suami. Seakan hari ini adalah hari yang akan penuh kebahagiaan.
Ia tak terlalu memusingkan mengapa Hangyul bisa keluar dari rumah sakit dengan cepat. Karena ia tak ingin pula memikirkan hal lainnya.
Ia bahkan mengabaikan kejanggalan yang terasa cukup jelas, yang mana hal itu nantinya akan membawa ia kesebuah kesedihan mendalam.
“Kau tak ingin istirahat di kamar saja?” tanya Jihoon setela ia menghabiskan sebutir biskuit cokelat yang ia bawa.
Hangyul menggeleng pelan, “Tak perlu, aku hanya ingin disini. Omong-omong, kau kenapa tidak ke rumah sakit beberapa hari belakangan? Mama bilang kau tak menjawab panggilnnya, bahkan kau tak ingin membuka pintu apartemen, kau juga mengganti sandinya ya?”
Jihoon menunduk, ia merasa terpojokkan sekarang. “Kau sedang mengintrogasiku?”
“Bukan mengintrogasi, sayang. Aku hanya bertanya padamu.” kekehan ringan menguar dari belah bibir tebal itu.
“Kau seperti mengintrogasi seorang tawanan asal kau tau.” Wajah manisnya merengut, bibir cherrynya maju beberapa senti, hanya untuk menunjukkan bahwa ia merajuk.
Namun sayangnya, Hangyul telalu peka untuk menyadari bahwa istrinya saat ini tengah mengelak. Berpura-pura merajuk hanya untuk menutupi rasa ketakutannya.
Ia mengulurkan tangannya, meraih tangan mungil itu, dan menggenggamnya erat.
“Katakan saja, sayang. Kau kenapa?”
⭐️°⭐️
Usapan lembut yang Hangyul berikan pada bahu sempit si manis nyatanya membuat tangis itu tak kunjung berhenti. Bahkan isak tangisnya masih terdengar, meski samar.
Sial. Ia menjadi tidak tega pada istrinya.
Ya, karena bagaimanapun mereka sepasang suami-istri. Mereka saling mencintai. Namun sayangnya saja, takdir tak merestui.
“Sshhh... Sudah sayang, berhenti menangis, oke?”
Kedua tangannya ia angkat, membawa tubuh berisi itu kembali duduk tegak. Ibu jarinya spontan menghapus air mata yang masih mengalir di pipi gembil si manis.
Keduanya saling menatap, tanpa adanya sepatah kata yang terlontar. Dan ya, Jihoon baru menyadari tatapan Hangyul untuknya— berbeda.
“Lagipula sayang– kau sudah terlanjur memilihnya kan? Aku tak apa kalau memang kau harus—”
Jihoon menggeleng tak percaya mendengar penuturan Hangyul. Ia sontak berdiri, menatap sang suami penug dengan kekecewaan. “Jadi, setelah kau mengetahui semuanya, kau juga akan– melepasku? A-aku, aku—”
“Jihoon, dengarkan aku dulu.”
“Dia sudah melepasmu. Kenapa kau masih berharap dia akan merangkulmu kembali?”
“Tunggu kenapa kau disini? Ini tidak sesuai dengan perjanjian kita!”
“A-apa? Perjanjian apa?”
To Be Continued.
Haiii gais hehehe... Kaget ga? Kaget ga?😂
Gila ya, ternyata udah hampir satu bulan aku ga update book ini wkwkwk.
Ada yang nunggu? Wkwk
Pasti pada lupa alur part sebelumnya yaaa???😂
Maap ya gaiseu, lagi buntu banget, tugas juga ga ada akhlak banget:") Sebenernya juga ini masih numpuk dua mapel, tapi— ah sudahlah.
Semoga ngefeel deh ya hwhw.
Semangat juga buat pejuang daring kayak aku;v
Hope u like it!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher Is Mine [Panwink]✓
FanfictionS h o r t || S t o r y "Jihoon itu milikku. No one can have him, except me!" Begitulah Lai Guanlin menklaim bahwa Park Jihoon, guru baru yang menjabat sebagai wali kelas sementaranya itu, sebagai miliknya. Warn⚠️ You don't like it? Just leave it! B×...