Ghalea - Bab XIV . Hari Minggu

17 0 0
                                    

Libur adalah hoaks, setidaknya itu yang dirasakan Ghalea. Dulu dia akan kesal setengah mati jika dapat telfon mendadak dan harus siaga ketika dibutuhkan. Hari Minggu adalah hari libur? Jika kamu bekerja di kesehatan setiap hari adalah hari tempur, tidak peduli kamu sedang sehat atau sakit, yang khalayak tahu adalah kamu merupakan orang yang bisa dimintai pertolongan. 

Begitu juga rumah sakit ini, menolfon Ghalea karena membutuhkannya. Semua berjalan seperti biasa, yang berbeda hanyalah Ghalea yang mengorbankan hari liburnya karena rekan sejawat yang tiba-tiba demam tinggi. Semua terlalu biasa, bahkan dia juga masih terus mengeluh dihadapan Setyo seperti biasa. Ah jangan bertanya bagaimana kelanjutan adegan dramatis di parkiran beberapa bulan lalu, Ghalea hanya turun meminta maaf setelah itu dia tetap saja satu paket sama Setyo kemana-mana meskipun tidak lagi setiap hari datang dan pergi bersama Setyo lagi. 

Hari ini dimulai dengan wajah masam Ghalea yang mengadu kepada Setyo bagaimana merajuknya Arez kali ini karena dia yang tiba-tiba kerja dimana seharusnya mereka membuang waktu bersama. BErsantai menikmati sunset adalah salah satu yang harus dilakukan hari ini, tapi mana bisa? Tepat pukul 11 Ghalea sudah berada di rumah sakit dan minimal pukul sembilan dia baru bisa keluar dari bangunan yang banyak dihindari manusia ini. 

FYI, Arez adalah pengamat seni aka pengangguran terhormat padahal menenteng ijazah S2. 

"Gw heran kenapa dia nggak daftar cpns aja, kan lagi dibuka tuh Lee, masak dia gatau? Dangkal apa gimana?" Setyo mulai mengomentari sesuatu yang menggelitiki pikirannya. 

Seharusnya dia curiga dari awal apa pekerjaan pemuda yang bisa saja menguntit Ghalea dimana saja dan kapan saja. 

Arez bisa saja muncul di pagi hari pukul 8 di IGD membawakan Ghalea susu dan roti, bisa muncul jam 2 malam membawakan Ghalea satu tumblr berisi kopi. 

Ngelawak bocah itu, disini bisa saja beli, tinggal kirim gopay beres. Sangat tidak efisien. 

Tapi karena Ghalea tersipu dia jadi diam saja.

"Males gw ngomong mulu tapi nggak didengerin. Katanya sih pengen kerja yang tanpa aturan pemerintah, wiraswasta gitu," Ghalea menjawab sambil membereskan rekam medis pasien. 

Hari ini rumah sakit lumayan sepi karena tidak banyak dokter yang bertugas. 

"Belum tau dia, kita juga bukan pns tapi ditekan atasan dengan aturan,"  Setyo menyuarakan komentarnya.

Ghalea mengangguk membenarkan. 

"Penghasilan dia perbulan berapa beb?" Setyo masih terus mengulik, penasaran, apa yang dikerjakan pemuda berusia nyaris 30thn itu.

Ghalea menoleh, memperhatikan mimik muka Setyo, "Bahaya nih pertanyaan lo,"

Setyo mulai menyimpulkan. 

"Miskin gitu lo pacarin, awas ati-ati lo dikadalin," 

"Menyimpulkan secara cepat ya Anda," Ghalea terdengar tidak suka. 

"Lah emang, kalo pekerjaannya sebagai ... well ...  pekerja seni mengagumkan lo akan jumawa dong," 

"Gw anti shombhong-shombhong club ya," 

Setyo mulai mengabaikan perkataan Ghalea, justru dia memindai Ghalea dari atas kebawah. 

"Monmaap ya Lee, penampilan lo lebih buruk dari biasanya," Setyo mendekat lalu mengendus bahu Ghalea. 

Dia kembali lagi ke tempatnya sambil bersedekap. 

"Kita sama-sama tau gaji kita tidak seberapa, kita boleh dikatakan miskin, dan gw tau dengan gaji lo parfum lo cuman evangeline atau paling mahal ellizabeth summer, tapi coba lihat sekarang?" Setyo menjeda perkataannya sejenak, lalu memperlihatkan mimik prihatin. "--sekarang lo bau kispray."

Ghalea mulai malas. Cuma Setyo yang tahu kalau kerja sebagai perawat membuatnya tetap miskin, tapi ganti mobil lagi. Terakhir dia jual CIVICnya karena Ghalea bilang mobil itu mirip punya Om Yusuf.

"Lo nggak dibikin bangkrut kan Lee?" Setyo mendudukkan Ghalea yang hampir saja berdiri dengan memegang kedua bahunya. 

"Jangan bilang kalo makan lo yang bayar," 

Ghalea menaruh kembali tangan Setyo pada tempatnya agar menyingkir dari bahunya. 

"Ya nggak lah yo, kalau makan diluar dia yang bayar lah," Ghalea membuang nafas didepan muka Setyo. 

Diam-diam dia merasa juga apa yang dikatakan Setyo adalah fakta, dirinya bukan makin cantik malah makin lecek bersama Arez. But, dia tidak sejelek itukan?

"Ok, gw ubah pertanyaannya, seberapa sering dia ngajakin lo dinner? Ngajak lo qity-qity?" Setyo mencecar. 

"Yo, gw cuman ngeluh mas Arez nggak pengertian sama pekerjaan gw, kenapa melebar gini sih," 

Untung saja sore begini IGD lenggang saja. Setyo menarik kursi agar bisa lebih condong kepada Ghalea. 

"Justru semua pertanyaan ini ada karena dia tidak megerti pekerjaan lo. Dia mengeluhkan pekerjaan lo yang gajinya keciltapi dedikasinya bukan main. Apa lo yakin dia akan bertanggungjawab kedepannya?" 

Ghalea mulai terusik. 

"Whats about his age? Nyaris 30th Lee, sorry to say Lee, apa pencapaiannya selain rumah dan mobil hadiah dari Papa Mamanya?"

Ghalea terdiam. Sialan Setyo benar. 

"Tapi..." Ghalea mulai menjilat bibir bingung mencari alasan. 

"Satu lagi, dia juga yang bersikukuh lo bisa berangkat pulang kerja sendiri. KIta semua tahu Ghalea Kusumawardhani wanita kuat dan pemberani. Tappi dimana otak dia sebagai laki-laki? Kenapa diam saja melihat wanita yang juga pacarnya pulang tengah malem sendirian aja?" 

Setyo benar lagi. 

"Yo, lo sebenarnya mau ngomong apa sih? Arez miskin apa Arez tidak bertanggungjawab?" Ghalea benar-benar merasa emosi.

"Gw mau lo sadar kalau bajingan itu nggak pernah cinta sama lo Lee," 

"Sorry?" Ghalea menjawab ketus. 

"Silakan lo marah, but i still on my humble opinion. Bedebah itu, sedikit saja, tidak cocok buat lo," 

Suasana menjadi panas, "Lo juga, lo mainin semua wanita yang lo deketin, Vella, Ratna, Susi, banyak lah, lalu apa bedanya lo sama Arez?" 

Perdebatan terpaksa berakhir karena sirine memanggil.  

GhaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang