2. Pusing (Authornya)

18.4K 1.4K 155
                                    


Liat orang pinter, dibilang sotoy.
Liat orang cantik, dibilang oplas.
Liat orang kaya, dibilang pesugihan.

Huh, emang ya.
Kalau orang dengkinya udah masuk ke ke stadium akhir emang susah untuk di sembuhin.

-Ata L.B


Sejauh mata memandang, hanya ada cinta. Sejauh kata terucap hanya ada bunga.

Eh salah--maaf.

Sebenarnya vana sedang tak berada di kedua kata typo---yang disengajai di atas. Melainkan ia hanya tengah berbaring di atas ranjangnya, namun pikiran nya kemana-mana.

Memikirkan tentang keluarganya yang telah berubah---persis seperti di film the incredibles, yang tokoh utama rambutnya panjang, tinggal di menara tinggi, selalu dikejar sama kucing---tapi yang mengejar tak pernah kenal lelah dan putus asa, hingga akhirnya yang dikejar pernah ketangkap juga walau ujung-ujungnya ketiban sial. Persis seperti perumpamaan kayak kamu, yang udah mengejar tanpa putus asa. Eh ujung-ujungnya si doi jadian sama yang lain.

Ok, maaf---ngeracau lagi.

Author nya lagi pusing, gara-gara mikirin dia yang gak pernah mikirin author---sorry jadi curhat.

Pokoknya intinya vana itu lagi heran, karena dia sedang heran, makanya ia mengherankan yang ia herankan.

Ah---kenapa jadi belibet gini sih!

Ok, ke intinya saja. Maklumin ya sama yang di atas---hitung-hitung nambahin subyek kata. soalnya biar panjang. Kaya anunya limbad yang panjang.

Akhirnya suara ketukan pintu langsung membuyarkan racauan gak jelas dari author. Namun vana sama sekali tak menoleh, terlalu malas untuk menyahut---toh tadi aja dirinya di abaikan, mending abaikan balik saja. Biar tahu rasa---manis atau asin.

"Za..." Ternyata kakak nya Alvin yang mengetuk, setelah itu langsung masuk dengan membuka pintunya. Melihat vana yang tetap rebahan di atas kasur, tanpa berniat untuk menoleh sedikitpun kepadanya.

Alvin melangkah mendekat, duduk di tepian ranjang. Menatap vana yang masih enggan untuk menatapnya---ternyata benar, apa yang di omongin selatan. Kalau sang adik tengah ngambek.

"Kamu gak main?," Pertanyaan dari Alvin membuat vana melirik ke arahnya sekilas, lalu kembali menatap langit-langit kamarnya.

"Mau, tapi gak di bolehin." Jawab vana, sedangkan Alvin tersenyum geli.

Apa yang dikatakan vana ada benarnya. Dia memang tak di perbolehkan keluar tanpa salah satu dari kakak-nya, bahkan dengan Reni sekalipun---vana tetap tak di perbolehkan keluar rumah. Apalagi nanti calon pacarnya-pikir vana.

Sang sahabat aja belum terlalu di percaya oleh para kakak nya, apalagi cowok, calon pacar lagi.

Tapi, vana gak punya calon pacar. Punyanya salon pacar---milik mama Devina.

"Kali ini dibolehin loh." Alvin berusaha menahan senyuman nya, kala melihat vana langsung beranjak bangun dari tidurnya. Menatap antusias ke arah Alvin.

"Beneran kak?," Alvin mengangguk, membuat vana langsung kegirangan.

Dia langsung saja melompat turun dari kasur, kemudian menuju walk-in Closet. Mengganti pakaian nya, sengaja memilih pakaian yang sangat cocok di matanya. Lantaran dirinya sudah lama tidak keluar main---tanpa di temani oleh para kakak nya. Dan entah apa yang merasuki raga kelima kakaknya itu, yang membuat mereka menjadi baik hati untuk mengizinkan nya keluar---kecuali untuk sekolah saja.

Possesive Brother 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang