16. Curiga

11.4K 948 330
                                    


Emang si,
Mencurigai orang itu tak boleh.
Tapi, kalau kecurigaan nya bertujuan untuk kebaikan.
Boleh kan?,

-Ata L.B

Vana melambaikan tangan, membalas lambaian selatan dari kejauhan. lalu berbalik, setelah merasa selatan tak ada lagi di pandangan nya. Memegang kedua tali ransel nya, lalu menghela nafas gusar.

Hari ini kedua kakak nya, vano ataupun selatan, tak bisa masuk sekolah. Karena vano nanti siang akan mengikuti seleksi lomba ipa, dan dia izin tak sekolah untuk belajar. Sedangkan selatan---entah lah. Vana juga tak tau pasti alasan mengapa selatan tak sekolah. Tapi, yang vana hanya tau alasan selatan adalah kalau dia mau mengikuti lomba basket nanti sore. Tapi, setau vana. Sekolah sama sekali belum mengadakan lomba pertandingan olahraga. Hanya lomba cerdas cermat saja.

Mengangkat bahu acuh lalu berjalan, vana tak mau terlalu memikirkan masalah selatan. Karena vana sendiri tau, jika selatan terkena masalah. Maka, harus tunggu dia bercerita sendiri. Kalau di tanyakan, siap-siap sandal swallow mendarat di kepala.

Bahkan bara pernah mendapatkan hadiah lemparan buku dari selatan. Dan berujung dengan selatan yang babak belur, bukan. Bukan karena lemparan selatan. Namun karena buku yang di lempar selatan berisi 21+, dan tepat sekali vana juga melihat bukunya yang terjatuh ke lantai dengan posisi terbuka. Sehingga gambar di dalam nya bisa terlihat.

Kalau begitu, tentu saja bara akan marah. Dan untung nya waktu itu cuma hanya ada bara. Dan Kakak nya yang lain entah pada kemana.

"Ren!" Vana langsung saja memanggil Reni ketika matanya melihat Reni yang sedang bersama Roy---yang saat ini telah memakai seragam sekolah juga, namun badge nya masih logo sekolah nya yang dulu.

"Eh, Van," Reni membalas sapaan vana, yang kini jaraknya telah cukup dekat. Sedangkan Roy hanya terdiam.

"Dapet kelas berapa Roy?"

"Hah?"

Reni menyikut pelan lengan Roy, hingga membuatnya langsung menoleh gagap ke arah Reni. Lalu menggaruk tengkuk nya yang tak gatal, Menatap vana yang kini sudah menatap dirinya heran.

"O-oh, gue di kelas 11 IPA 1."

"Yah, beda kelas dong." Vana sedikit kecewa setelah mengetahui dimana kelas Roy yang ternyata tak sekelas.

"Yaudah lah, walaupun beda kelas. Kan masih bisa sering ketemuan, lagi pula nih, kan cuma beda kelas. Bukan beda alam." Perkataan Reni mampu membuat vana maupun Roy langsung memandang nya malas.

"Yaudah yuk Van. Kita ke kelas, lagian si Roy kan dah tau kelas nya dimana." Belum sempat vana menjawab, Reni telah menarik lengan nya sehingga dirinya tertarik, mengikuti langkah Reni. Meninggalkan Roy yang terdiam di koridor. Dengan kepala menunduk menatap lantai. Kedua tangan nya terkepal kuat, lalu menghembuskan nafas secara perlahan.

Namun tubuhnya seketika terhuyung kedepan---yang untungnya Roy bisa menjaga keseimbangan tubuhnya, sehingga dirinya tak terjatuh. Menoleh kebelakang, menatap seorang cowok yang tadi sempat menabraknya.

"Eh, sorry-sorry, gue gak sengaja," mengulurkan tangan nya, dan memegang pundak Roy. "Lo gak apa-apa kan?"

Roy menggeleng pelan sebagai tanda jawaban, tersenyum kecil lalu sedikit melangkah mundur sehingga pegangan tangan cowok tadi yang di pundaknya menjadi terlepas. Menatap canggung cowok yang di hadapan nya saat ini---yang untung nya saja tinggi badan mereka hampir sama rata. Sehingga Roy dengan mudah menatapnya.

"Lo murid baru kan?" Roy hanya mengangguk, dirinya memang tak terlalu pandai untuk bergaul dengan orang baru.

"Kelas berapa?"

Possesive Brother 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang