Wajar bila mengingat masa lalu.
Yang gak wajar itu,
Udah di tanya baik-baik.
Bales nya malah jadi,
"Masalah Lo?!"-Ata L.B
Dari matahari belum muncul, Vana sudah siap-siap duluan. Selesai dengan perlengkapan pergi nya, ia langsung saja kembali memastikan nya. Takut saja nanti ada yang ketinggalan, kan gak enak kalau mau balik cuma buat ngambil nya aja.
Harta Karun budaya dan keajaiban alam, Banten. Tempat itulah yang akan menjadi destinasi Vana beserta keluarganya. Entahlah, kenapa namanya itu. Karena di google, hanya itu yang tertulis.
Omong-omong, semua keluarganya bakal ikutan juga. Kecuali, Selatan dan Vano. Karena mereka berdua terlalu sibuk di sekolah untuk mengurusi lomba.
Btw, emang lomba bisa di kurusi ya?
"Sun."
Vana menoleh, menatap sang kakak. Bara, yang kini telah masuk ke dalam kamarnya. Duduk di pinggir ranjang, menatap Vana yang sudah kembali beralih menatap barang bawaan nya.
Oke, koper satu. Isinya baju, dan itu memang tabu.
Eh, kenapa malah berima.
"Itu barang yang mau kamu bawa?" Tanya Bara pada Vana, yang di balas dengan anggukan kecil nya.
Me-resleting kopernya, menepuk kedua tangan nya. Lalu beranjak, menghampiri Bara. Duduk tepat di samping nya. "Kenapa kakak gak siap-siap?" Matanya beralih melihat ke arah jam dinding, menunjukan pukul 05.43. masih subuh.
"Udah jam segini loh, kita kan berangkat jam 7."
Bara mengangguk, berarti paham akan pemberitahuan dari Vana. Pamit terlebih dahulu, baru beranjak pergi dari sana. Hingga tersisa Vana seorang diri.
Pandangan nya menatap lurus tepat ke arah luar jendela kamarnya. Yang memang sengaja ia buka dari pagi-pagi buta tadi. Panas, alasan nya. Walau menggunakan AC, tapi entah kenapa ia merasakan gerah.
Ingatan Vana berputar dan terhenti di mana ia mengingat tentang para keluarganya---minus Selatan, Vano, Leon, dan Tante Bella. yang dengan mati-matian merayu dirinya agar mau mengajak mereka untuk ikut liburan bersama.
Sempat menolak, namun akhirnya ia menerima dan memaklumi nya lantaran sebuah alasan dari Alvin.
"Liza, kalau kamu cuma bertiga sama Oma dan opa pergi liburan nya. Bisa jadi kan nanti kamu bakal jadi obat nyamuk di antara mereka?" Konyol sih, tapi bodohnya Vana malah percaya akan ucapan Alvin.
Yakali ah, dah tua masih mau kasmaran.
Kalah dong kalian.
"Anais!"
Seruan dari Selatan cukup membuat Vana terlonjak kaget, mendelik tajam pada Selatan yang kini hanya menyengir di ambang pintu. Sangat berbeda dengan Bara tadi, justru Selatan langsung saja pergi dari sana. Tak masuk, bahkan menghampiri Vana.
Membuat Vana hanya menghembuskan nafasnya kasar, lalu menggeleng pelan melihat kelakuan Selatan tadi.
Dapat ia tebak, jika kakak nya itu sedang gabut nya tingkat dewa. Apalagi ini ditambah dia tak bisa ikut liburan bersama nya. Sungguh miris.
✓✓✓✓✓
Di Tegur, namun tetap saja bandel. Di marahi, hanya di balas dengan cengiran bodohnya. Di tatap tajam, lalu di tatap balik dengan tatapan polosnya.
Sumpah.
Ingin sekali rasanya Vana menceburkan Selatan---sang kakak. Ke kawah gunung berapi yang berada di bikini bottom. Biar jadi tumbal, kan syarat tumbal nya adalah orang paling sengsara di muka bumi. Dan selatan adalah termasuk orang yang sengsara di muka bumi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possesive Brother 2
Humorsequel dari possesif brother. jadi, sebelum membaca ini. diharapkan membaca yang possesif brother dulu. ✓✓✓✓✓ "Kak dia ganteng loh." "Bodo amat." "Dia baik." "Gak peduli." "Dia kaya." "Kakak juga kaya." "Dia setia." "Masih setia-an juga si Reni yang...