Dinda duduk menunduk di kursi tunggal di sudut ruangan. Di sebelah kirinya ada kursi panjang yang diduduki tiga siswi. Matahari mulai turun, sekolah itu sepi, tak ada satu siswapun di tiap kelasnya. Mungkin hanya tinggal empat siswi yang duduk di ruang BK itu.
Dinda masih berusaha mengatur napasnya. Sudah satu jam berlalu dan Dinda masih juga belum bisa menyurutkan emosinya. Ia melirik ke kanan. Sekitar lima meter di sana ada Margono, selaku guru BK. Ada pula Prabu yang duduk di seberang meja. Satu pria berjas hitam duduk di samping Prabu. Dua wanita duduk di samping pria berjas. Kelima orang itu berbicara. Sesekali mengangguk. Satu wanita duduk di paling pinggir selalu mengangkat dagunya ketika bicara. Sesekali telunjuknya terangkat. Gerak tubuhnya menunjukkan kepongahan.
Dinda berdecih pelan melihat itu. Lantas kepalanya menoleh ke samping kiri. Ada tiga siswi seumuran dengannya. Ketiganya punya keadaan yang tak jauh berbeda dari Dinda; rok lusuh atau robek, kemeja seragam yang koyak atau kotor. Rambut mereka pun tak ada yang lebih baik dari rambut Dinda yang berantakan. Bahkan satu dari antara tiga orang itu juga memiliki luka serupa dengan Dinda di sudut bibirnya.
Dinda melemparkan tatapan tajam pada tiga temannya. Dua di antara mereka sudah menunduk, ketakutan. Bukan karena Dinda tapi karena takut menghadapi konsekuensi setelah dipanggil di ruang BK. Terlebih orang tua mereka ikut dipanggil. Namun, satu siswi dengan rambut lurus panjang tepat di kiri Dinda masih dengan berani membalas tatapan Dinda dengan pongahnya.
Ini semua bermula saat Dinda berjalan dengan santai menuju kantin. Jam sekolah sudah usai tapi Dinda memutuskan untuk pergi ke kantin sejanak guna mengisi perutnya yang keroncongan. Saat pikirannya mengelana memikirkan makanan apa yang akan ia pilih nanti, tiba-tiba saja rambutnya digeret paksa. Pekik kesakitannya bergema bersama suara kikik tawa orang lain.
Dinda sudah tahu pelakunya. Memang beberapa hari belakangan ini sedang ada yang tidak suka padanya. Alasannya Dinda sudah merebut pacar si penjambak rambutnya. Selama ini Dinda hanya diam, dia menggangap gadis jahat itu hanya iseng dan cemburu. Dinda juga tidak terpengaruh meskipun ia sering dihina dan dirundung. Bagi Dinda, asalkan dia tidak berbuat salah, maka dia harus berani mengangkat dagu. Toh memang kenyataannya Dinda tidak merebut kekasih siapapun. Semua dianggap teman.
Namun, agaknya sikap Dinda yang tenang dan berusaha mengalah demi menghindari konflik dianggap sikap pongah. Anya, gadis yang sudah menjambak rambut Dinda itu tidak terima usahanya untuk merendahkan Dinda dianggap angin lalu. Hari ini adalah puncak kesabarannya. Dia tidak mau lagi hanya dipandang sebelah mata saja oleh Dinda. Gadis rendahan itu harus melihatnya!
Maka dari itu ketika ia yakin bahwa hal yang dia punya kali ini mampu mengusik Dinda, Anya maju, menghadang, mengerahkan segala tenaganya untuk membuat gadis di hadapannya jatuh hingga mungkin ke titik terendahnya.
Anya benar, Dinda tak hanya jatuh ke tanah setelah ia menjambak keras rambutnya. Namun, gadis cantik yang ia anggap baru saja merebut kekasihnya itu ternyata juga jatuh ke jurang paling dalam di hidupnya. Anya puas walau sekarang dia harus duduk di sebuah ruang BK dan merelakan nama baiknya sebagai primadona sekolah tercoreng. Itu sepadan dengan pertunjukan yang ia dapatkan saat melihat Dinda terpukul dan hilang kendali hingga memukuli dia dan para minionnya membabi buta.
Anya tersenyum miring menatap Dinda yang dari tadi terus mengepalkan tangan. Ia tahu gadis itu belum puas memukul dan menjambaknya. Namun, yang membuat Anya lebih bahagia adalah saat dia melihat pandangan Dinda yang lain dari biasanya. Gadis itu seperti cangkang kosong. Pandangannya terlihat garang tapi tak ada emosi berarti di dalamnya.
Ucapan Anya berhasil membuat Dinda terpuruk. Dunianya dijungkirbalikkan, hancur, dan porak poranda. Sampai detik ini Dinda masih berharap dia segera terbangun dari mimpi buruknya. Ia ingin menangis. Ia ingin marah dan mengamuk. Namun, di saat bersamaan Dinda tahu dia tak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selisih [ON HOLD]
General FictionAndai cinta yang tercipta terpentang usia saja sudah tabu di mata orang, lantas apa jadinya Dinda yang ternyata sudah jatuh hati pada pria yang tak hanya jauh lebih tua darinya tapi juga menyandang status sebagai ayahnya?