16. Collide 2

4K 417 70
                                    

Suara napas Raja menderu. Embusan kasar udara sesekali keluar dari mulutnya saat kepalan tangannya menghantam keras samsak di hadapannya. Tubuhnya basah memamerkan kulit putihnya yang berkilau karena keringat. Otot-otot di lengan, kaki dan bagian tubuh lainnya terasa terbakar. Namun, tetap Raja menyalurkan segala tenaga yang ia punya kepada benda mati di depannya.

Jab kanan.

Jab kiri.

Jab kiri.

Strike kanan.

Jab kiri.

Low kick kanan.

Middle kick kiri.

Raja terus menerus melakukan gerakan seperti itu. Ia menyerang dengan kombinasi gerakan yang kadang ia ubah secara acak. Sesekali ia melakukan roundhouse dengan kaki kanan.

Raja terlalu fokus pada gerakannya hingga tak menyadari atau malah tak menggubris kehadiran sosok pria lain di ruangan itu. Pria berdarah kaukasia itu terus berjalan sambil mengucir ke belakang rambut sepundaknya. Keadaanya tak jauh beda dari Raja; bertelanjang dada dan berkeringat. Napasnya pun masih sedikit terengah. Kedua tangannya masih terbalut hand wraps, sama seperti Raja.

Jab. Strike.

Jab. Strike.

Jab. Jab. Strike.

Jab. Strike. High kick.

"Enough, Raja!" seru pria itu setelah berdiri di samping Raja. Ia menyisakan tiga langkah jarak guna berjaga-jaga menghindari ayunan samsak yang terus bergoyang dihantam Raja.

Raja tak peduli. Hanya satu kali lirikan sekilas ia berikan sebelum tangannya kembali melayangkan pukulan bertubi ke arah samsak.

"I said enough!" bentak pria itu. Suaranya keras menggelegar, menggema dalam ruangan yang hanya diisi oleh dua orang itu.

Raja menggeram sebelum dengan kuat melakukan push kick sebagai penutupnya. Samsak itu mundur lumayan jauh dan berayun cukup kencang setelahnya. Raja lantas berbalik dan berjalan begitu saja menuju kursi panjang di pinggir ruangan. Ia duduk di sana dan menundukkan kepalanya. Kedua sikunya bertumpu di paha. Saat latihan tadi, Raja tak merasakan apapun, hanya keinginan kuat untuk terus memukul dan menyalurkan semua gejolak emosinya. Sekarang, baru ia rasakan sensasi membakar itu di seluruh tubuhnya. Kedua tangannya yang terbalut hand wraps juga bergetar dan berwarna kemerahan.

"What is wrong with you? Where's your mitt?"

Raja tak menjawab ia lebih fokus mengatur napasnya. Dadanya mengembang dan mengempis, mulutnya sedikit terbuka karena baru disadarinya ia kekurangan oksigen. Keringatnya masih mengucur, beberapa menetes dan jatuh ke atas lantai berkarpet.

Raja tak berniat sama sekali menengok mentor, sahabat sekaligus pemilik tempat gym ini. Itu karena Raja yakin, sekali ia menunjukkan raut mukanya pada Erik, pria itu, ia akan tertangkap basah. Meski sejujurnya Raja sendiri tak yakin penyebab kekalutannya saat ini.

Karena tak mendapat respon apapun dari Raja, Erik menarik sebelah tangan Raja dan mengurai hand wraps-nya. Raja sempat menarik lepas tangannya. Namun, dengan cepat Erik kembali menyambar tangan itu dan menuntaskan niatnya tadi untuk membuka bebatan itu.

Sesuai yang diduga Erik, jemari Raja terluka. Buku-buku jarinya bengkak, lecet dan sedikit berdarah. Beberapa tempat di punggung tangannya bahkan tampak hijau kebiruan tanda memar. Ia lantas menjatuhkan begitu saja tangan itu. Lalu memundurkan kepalanya dan menunduk memperhatikan kaki Raja yang juga kemerahan dan ada beberapa titik hijau kebiruan di tulang keringnya. Bagaimana tidak? Sedari siang hingga menjelang malam seperti ini Raja tak berhenti 'menghabisi' samsak di ruangan ini.

Selisih [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang