❇7❇ SUN RISES (Revisi)

154 24 0
                                        

~Anathan~
.
.
.

When the sun rises is when
i start the day to love
you alone.

Bila pagi adalah awal, maka bagiku hanya pembuka hari. Dimana didalamnya
hanya ada luka dan kecewa.

***

Tepat seperti yang Fika katakan, ia sekarang sudah kembali kerumahnya. Setelah sempat izin satu hari dari sekolah karena kedua temannya.

"Mau lo apa sih?" tanya pria yang tadi memaksanya ke taman ini. Saat perdebatan belum selesai, dimana saat itu Fika berkata 'Aku bukan pembunuh'.

"Gak ke balik bang? Harusnya Fika yang nanya, mau apa bang bawa Fika kesini?" jawabnya lantang. Sedikit menaruh kekecewaan pada dirinya untuk kemarin malam, malam saat dirumah sakit.

"Apa maksudnya lo gak mau ngaku kalo lo itu pembunuh hah?!" jawabnya sedikit kasar. Jujur Zaki sudah memendam ini dari tadi dan baru dilepaskan sekarang.

"Memang sejak kapan seorang Fika mau mengakui kesalahan yang tidak pernah dilakukan? Ini itu pendirian yang diajarkan seseorang buat Fika. Lagi pula memang bener kok, Fika bukan pembunuh bang" jawabnya tak mau kalah dingin. Tentu saja dengan air mata yang dibendung, karena seorang Fika punya banyak topeng untuk setiap situasi.

"Lo..., ngaku. Sadar diri, lo itu pembunuh tahu gak?! Gara-gara lo dia pergi?! Gara-gara lo gue sendiri?! Gara-gara lo juga gue hancur?! Apa masih belum puas ngebunuh dia dan sekarang lo ngangguin hidup gue?! Cukup, lo gak berhak menyakiti keluarga gue"

Jujur Fika sangat terluka dengan kata pembunuh itu keluar dari abang yang selama ini diam bila ia disiksa. Dia fikir abangnya diam, karena dia berbeda tapi nyatanya sama.

"Gak ke balik tuh bang? Harusnya Fika yang ngomong gitu. Kalian itu menuduh Fika, seakan Fika paling bersalah diantara semuanya. Asal abang tahu, Fika juga terpukul, terluka, dan kecewa. Fika merasa terbuang, gak ada yang pernah ingin kak Kiza pergi bang, gak ada. Tapi itu takdir bang, cukup berhenti nyakitin batin dan fisik Fika. Berhenti bilang Fika pembunuh bang, bukan Fika" satu tetes itu berhasil turun. Tapi karena Fika sudah berteman dengan banyak rasa sakit, nyatanya itu berguna. Buktinya air mata yang jatuh hanya setetes, benar-benar menyedihkan bukan.

"Apa tadi lo bilang? Harusnya lo aja yang mati jangan Kiza. Lo bilang salah? Itu adalah kesalahan terbesar lo. Tahu gak yang buat semua jadi kayak gini? Karena ulah lo. Sadar dong lo?! Dasar gak tahu diri" maki Zaki. Dulu zaki selalu menyebut Fika dengan panggilan Fina, kesukaannya. Tapi sekarang, sungguh ini bukan seperti apa yang Fika ingin.

"Sudah lah. Kalau abang mau Fika mati, kenapa gak dari dulu aja bunuh fika. Katanya mau Fika mati? Kenapa gak saat itu juga bunuh Fika aja? Kenapa sekarang baru abang ngomong. Kalau abang ngomong ini dari dulu, mungkin Fika gak akan ada di sini. Cukup bang, terserah mau percaya apa enggak? Fika mau masuk, capek dengerin orang yang gak percaya pada sesuatu yang harusnya dipercayai" sinisnya.

Jujur ini bukan Ana yang dikenal banyak orang dengan raut muka ceria dan menyenangkan. Ini juga bukan Fina yang selalu disayang semua orang. Tapi ini Fika, sesuatu yang semua orang benci, dingin, tak tersentuh, terabaikan, dan penuh luka.

ANATHAN  || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang