❇9❇ MARAH (Revisi)

151 23 0
                                        

~Anathan~
.
.
.

Karena jika hati sudah memilih,
memisahkannya berarti
memisahkan air dan minyak. Tidak mungkin.
Jangan pula menggores luka kembali,

karena matamu mungkin
berpikir aku kuat.
Tapi yang harus kau tahu,
hatiku sudah menjadi kepingan
sampah yang siap dibuang.

***

"Dasar sampah. Lo tahu gara-gara lo, gue dihukum keliling lapangan, dijemur, bersihin wc dan nilai gue kosong gara-gara lo. Gue muak sama lo, lo tuh terlalu kekanan-kanakan, murahan dan ya lo tuh perusuh hidup tahu gak? Bukan hidup gue aja, hidup semua yang ada di dekat lo juga. Dasar!"

Sakit, tentu. Meskipun sering, tapi rasa sakitnya kian bertambah. Matanya sudah berkaca kaca, tinggal satu hentakan lagi dan huhs semuanya tumpah. Jujur Fika tidak menyadari bahwa buku itu bertuliskan mapel bahasa inggris, karena Fika juga tahu seberapa kilernya guru itu. Beginilah, niat ingin numpang, tahunya luka lagi.

"M... Maaf, Ana benar-benar gak sengaja. Ana gak tahu, Ana minta maaf" lirihnya, dengan buku yang sudah diambil alih Bagas. Kemudian tangannya menggenggam rok abu abu itu kuat.

"Gue gak butuh maaf lo, basi tahu gak? Lo mending jauh-jauh. Gue gak mau dirusuhin orang kayak lo, yang otaknya cuma buat kesenangan belaka!"

"Kesenangan belaka ya? Kalau Ana boleh tahu, kesenangan yang asli itu rasanya seperti apa?"

Deg.

Pertanya Fika lirih, terakhir ia merasakan kesenangan sudah bertahun tahun yang lalu. Namun siapa sangka, itu sanggup membuat Bagas menghentikan apa pun yang sedang ia lakukan, hampir saja nafasnya juga terhenti. Jujur Bagas seperti ditarik kembali ke masa lalu yang suram itu, dimana semua itu menghasilkan dirinya yang sekarang. Dingin, tak tersentuh dan mulai tak mempercayai keberadaan cinta.

Bagas sempat luluh, namun tidak lagi. Karena dirinya, ia harus dihukum. Hanya karena lelucon yang receh itu, nilainya kosong. Anggaplah ia egois, tapi kalau kejadian seperti ini terulang lagi mau bicara apa ia pada papanya yang sangat memperhatikan nilai. Walaupun Bagas badboy, tapi untuk urusan nilai ayahnya selalu ada yang mengawasi.

"Terserah. Gue ingatkan, jauh-jauh lo dari gue dan berhenti rusuhin hidup gue!" setelahnya langsung memakai helm full face nya, berlalu dari sana.

"KALAU BISA, TAPI NYATANYA GAK BISA NATHAN, ANA GAK BISA. OTAK MUNGKIN BERPIKIR SAMA TAPI HATI INI ENGGAN, JIKA BOLEH AJARKAN CARANYA!?" teriak Fika. Ia yakin itu terdengar sampai telinga Bagas. Berusaha tegar sambil menghapus air mata yang memang tak bisa di bendung lagi.

Sedangkan Bagas masih melajukan motornya sambil membual sendiri. Karena ini hari tersialnya, setelah mendapat hukuman dia juga harus melihat sisi rapuh orang yang selalu tertawa dengan cerah itu.

Apa boleh buat, dirinya harus membuat pondasi yang lebih kokoh dari kecewa. Mungkin rasa sakit bisa, tapi entah lah. Tak berselang lama dari tangisnya, ada telpon masuk dari ponsel yang hampir kehabisan daya itu. Fika beranjak lantas menekan tombol hijau dengan tangannya dan menghapus air mata dengan tangan yang lainnya.

ANATHAN  || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang