Kania duduk di depan cermin dengan tatapannya yang menerawang ke depan. Sebentar lagi, semuanya akan berubah seperti sedia kala. Hidupnya akan berjalan tanpa adanya Andre di dalam ceritanya. Entah dia sanggup atau tidak. Semuanya pasti akan terjadi sebentar lagi.
Hari ini adalah hari terakhir dia berada di Indonesia. Yang berarti hari terakhirnya juga bersama Andre. Sepulang sekolah tadi, Andre mengajaknya untuk pergi ke suatu tempat. Dia tidak diberitahu. Makanya sekarang dia masih bingung mau memakai pakaian seperti apa.
Karena kebanyakan menghayal, Kania tidak sadar kalau ponselnya sedari tadi berbunyi terus. Dan saat dia melihat ponselnya, ternyata ada dua panggilan tak terjawab dari Andre tiga menit yang lalu. Dengan segera dia menelepon Andre balik dan untungnya cowok itu langsung mengangkat teleponnya.
"Halo?" sapa Kania hati-hati. Takut kalau Andre malah marah dan membatalkan janjinya untuk pergi.
"Gue udah di depan rumah lo."
"Hah? Kak Andre kok gak ngabarin aku. Kan aku belum siap-siap." protes Kania.
"Yaudah sana siap-siap. Gue tungguin."
"Emang kita mau kemana sih kak?" tanya Kania penasaran.
"Gak usah banyak nanya. Cepetan siap-siap."
"Aku tuh bingung kak mau pake fashion kayak gimana. Nanti aku salah kostum lagi." jujur Kania.
"Casual aja. Trus jangan lupa bawa jaket. Disana tempatnya dingin."
"Yaudah aku siap-siap dulu. Kak Andre masuk aja. Bunda sama papi aku ada di dalem kok. Daripada di luar. Banyak nyamuk."
"Oke."
*****
"Wahhhhhh. Tempatnya Indah banget kak. Aku suka." seru Kania senang dengan merentangkan kedua tangannya lebar. Sembari menikmati angin malam yang membuat rambutnya yang tergerai bergoyang-goyang hingga membuatnya sedikit berantakan.
Sebuah bukit yang menjadi tujuan Andre kali ini. Membuat Kania senang bukan main. Menyaksikan betapa indahnya kota kelahirannya saat malam hari di tempat yang lebih tinggi benar-benar membuatnya merasakan kebahagiaan yang kian membuncah.
Bukan cuma mereka yang ada disana. Banyak anak remaja yang datang bersama pasangannya atau hanya sekedar foto untuk mengabadikan betapa indahnya di tempat itu.
"Lo suka?" tanya Andre.
Kania menoleh sebentar dengan senyum yang mengembang. "Banget."
"Kak Andre kok bisa tau sih ada tempat sekeren ini di kota kita?" tanya Kania penasaran. Pasalnya, Andre itu tipe cowok yang bodo amat dengan sekitarnya.
"Dikasih tau temen." jawab Andre.
Kania menganggukkan kepalanya mengerti.
"Duduk disana yuk?" ajak Andre pada Kania sembari menunjuk kursi panjang yang baru saja di tinggalkan oleh sepasang kekasih yang kini tengah beralih meninggalkan tempat ini.
"Dingin yah kak." ucap Kania sambil menggosokkan kedua tangannya. Kini mereka sudah duduk berdampingan di kursi itu.
"Makanya tadi gue suruh lo bawa jaket."
"Tapi jaket aku kayaknya gak mempan deh sama anginnya."
Andre melirik Kania yang saat ini nampak seperti orang yang sedang kedinginan. Lalu cowok itu membuka jaketnya dan memakaikannya pada Kania.
Kania tersentak dengan perlakuan tiba-tiba dari Andre. Bahkan jantungnya kini sudah berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Tatapan mereka kini bertemu. Menyalurkan rasa yang dimiliki oleh keduanya. Entah benar atau tidak, Andre akhirnya sadar dengan perasaannya sendiri. Sedangkan Kania, gadis itu rasanya ingin menangis. Dia tidak sanggup meninggalkan Andre. Rasanya untuk Andre masih tetap sama. Dan akan tetap sama hingga waktu yang belum dia tentukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABU-ABU
Teen FictionSaat ku kejar, kau semakin menjauh. Saat ku diam, kau bertanya mengapa. Dan, Saat ku pergi, kau pun merasa kehilangan. Lantas, siapa yang disalahkan disini? Aku, kamu, atau sang waktu?