Sore ini, kamar Kania terlihat sangat ramai dan juga berantakan karena kedatangan ketiga sahabatnya. Bukan tanpa alasan mereka datang kesini, tapi khawatir karena sejak jam istirahat gadis itu tidak juga menongolkan batang hidungnya. Izinnya ke kelas Andre tapi sampai jam pulang sekolah Kania tak kunjung kembali. Bagaimana mereka tidak khawatir coba!
Ketiganya juga membawa tas Kania yang ditinggalkan di kelas begitu saja. Padahal isinya barang-barang berharga lho! Tapi sultan sih bebas!
"Lo tadi kemana sih, Kan? Izinnya ke kelas Andre tapi nggak balik-balik. Malah nyampe aja di rumah." ujar Rara kesal. Pasalnya dia khawatir tahu! Ditambah Abi juga tadi marah-marah karena Kania nggak ada di kelas. Padahal kan ini bukan salah mereka bertiga. Kanianya aja yang menyebalkan!
"Gue bolos sama kak Raka." jawab Kania.
"What?!" ketiganya berteriak dan menatap Kania kaget.
"Sumpah lo?" tanya Rara.
"Iya. Kenapa kalian kaget gitu sih? Santai aja kali!"
"Tadi kan lo izinnya mau ketemu Andre. Kenapa jadinya sama Raka?" tanya Rara lagi. Dan kedua temannya hanya mengangguk setuju.
"Terserah gue lah!"
Rara memukul kepala Kania dengan bantal hingga membuat gadis itu meringis.
"Gue itu nanyanya baik-baik yah! Jadi lo juga jawabnya harus baik-baik! Nggak usah nyebelin, bisa nggak sih?!"
"Iya-iya!"
"Jadi, kenapa?" tanya Rara lagi.
"Tapi lo bertiga janji jangan ember yah. Jangan ngetawain gue juga!"
"Iya." jawab ketiganya.
Kania menghela nafasnya pelan sebelum menceritakan semuanya pada ketiga sahabatnya. Cerita itu mengalir begitu saja tanpa ada yang dia tutupi. Bahkan Kania tidak sadar sejak kapan air matanya sudah mengalir di kedua pipinya. Karena mengingat kejadian tadi pagi di sekolah benar-benar membuatnya terluka.
Ketiga sahabatnya bergerak memeluk Kania dengan hangat. Putri juga ikut menangis. Mengingat gadis itu yang paling emosional di antara keempatnya.
"Si Andre emang brengsek!" umpat Rara, marah. "Lihat aja. Gue bakal bikin perhitungan sama dia!"
Kania melepaskan pelukannya. Dia menatap Rara dengan air mata yang masih mengalir sesekali.
"Jangan, Ra. Gue mohon. Gue nggak mau dia tau kalau gue udah tau semuanya. Gue mau dia sadar dengan sendirinya setelah gue pergi dari sini."
"Maksud lo?" tanya Stefani yang sedari tadi hanya menyimak saja.
"Gue mau ke Korea. Gue setuju dengan tawaran Bu Tiara."
"Serius lo? Tadi pagi kan lo bilangnya nggak mau. Kok sekarang beda lagi."
"Sepertinya ini emang jalan yang harus gue ambil, Stef. Gue nggak sanggup lagi disini. Dua orang yang gue sayang malah nyakitin gue dengan waktu yang bersamaan."
"Tapi lo nerima keputusan ini dengan alasan sakit hati kan sama Andre?" tanya Rara, tepat sasaran.
Kania terdiam. Dia tidak bisa membuat alasan jika sudah berhadapan dengan ketiga sahabatnya.
"Diem lo gue anggap iya."
Rara menghela nafasnya. Gadis itu menatap sahabatnya yang sedang tertunduk dan memainkan jari-jarinya.
"Mending lo pikirin lagi deh, Kan. Jangan sampai disana jalan lo gak mulus karena niat awal lo udah gak lurus."
Kania mengangkat kepalanya dan menatap Rara bingung. "Maksud lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ABU-ABU
Novela JuvenilSaat ku kejar, kau semakin menjauh. Saat ku diam, kau bertanya mengapa. Dan, Saat ku pergi, kau pun merasa kehilangan. Lantas, siapa yang disalahkan disini? Aku, kamu, atau sang waktu?