Lampu di ruangan bercat merah muda itu tidak dinyalakan dan cahayanya yang hanya seperti remang-remang tapi membuat nyaman berada di dalam sana. Hanya cahaya yang berasal dari laptop yang mampu menerangi seluruh kamar ini. Juga tissu bekas pakai yang sudah bertebaran kemana-mana.
"Dasar pelakor sialan! Kalau gue jadi dokter Ji, udah gue labrak trus gue acak-acak mukanya si cewek kegatelan itu!" makinya pada drama yang sedang dia nonton saat ini di laptopnya. Gadis itu tak henti-hentinya mengelap ingus yang keluar dari hidungnya. Lalu membuang tissu bekasnya ke sembarangan tempat.
"Ini juga teman-temannya! Dasar munafik! Di depan dokter Ji baiknya kayak malaikat, tapi ternyata sama aja sama suaminya. Bermuka dua!" lanjutnya lagi.
"Huaaaaaaa. Ini siapa sih yang naruh bawang disini." gadis itu menangis kembali saat dia memutar ulang adegan dimana sang istri sah menemukan benda-benda milik sang suami yang digunakan saat bermain dibelakangnya dengan selingkuhannya.
"Dokter Ji sabar banget sih jadi istri."
Gadis itu tak henti-hentinya menggerutu kesal di atas tempat tidurnya. Bahkan dia tidak sadar kalau kamarnya sudah terang kembali karena dinyalakan oleh seseorang.
"Mau sampai kapan lo marah-marah gak jelas kayak gitu?!"
Gadis itu sontak menoleh ke sumber suara yang tak lain adalah sepupunya. Disana, di ambang balkon kamarnya sudah berdiri sosok cowok yang sedang menatapnya tajam sambil berkacak pinggang.
"Sejak kapan lo disitu?" tanya Kania bingung.
"Sejak lo lahir!" jawab Abi ketus.
Kania berdecak kesal. "Ngapain lo berdiri disitu? Gak ada kerjaan lo?"
"Kerjaan gue banyak. Tapi pujaan hati lo nyuruh gue kesini."
"Pujaan hati? Siapa?"
"Ya siapa lagi kalau bukan si Andre!" jawab Abi kesal.
Pasalnya, cowok itu sedang asyik bermain game tapi Andre tiba-tiba meneleponnya dan menyuruh Abi untuk menemui Kania segera. Dengan alasan 'Kania tidak membalas pesannya'. Catet itu!
"Kak Andre bilang apa emang?"
"Katanya, kenapa lo gak bales chat dia! Gak angkat telepon dia!"
Kania langsung mencari ponselnya yang entah dia letakkan dimana tadi dan segera membukanya.
Lalu dia beralih menatap Abi yang saat ini masih berkacak pinggang disana. "Ini bukan lo yang nyuruh kan, bang?" tanya Kania.
Abi berdecak kesal. "Ya bukanlah!"
"Atau kak Andre lagi kerasukan setan yah?" monolog Kania. Bertingkah seolah sedang berpikir.
Setan apa yang merasukimu....
"Gak usah ngelindur! Cepetan bales chat dia. Dan bilangin, jangan telepon gue mulu! Gue mau main game!" setelah mengatakan itu, Abi berjalan keluar dari kamar Kania dan kembali ke rumahnya untuk melanjutkan permainannya yang sempat tertunda.
Sedangkan Kania, gadis itu masih menimbang-nimbang apakah dia harus menelepon Andre atau dia biarkan saja. Karena sejujurnya, perasaan Kania kini sudah mulai goyah. Dan dia tidak mau, keputusan yang sudah dia putuskan berakhir dengan sia-sia.
Baru saja Kania menyimpan kembali ponselnya di atas nakas, tapi dering tanda ada panggilan yang masuk berbunyi nyaring di ponsel miliknya.
Kania mengambilnya kembali,dan menempelkan ke telinganya. "Hal..."
"Lo tuli?! Atau emang lo sengaja nggak angkat telepon gue? Iya?!" cecar Andre di seberang sana.
"Aku tadi lagi nonton. Gak sempat liat hp." jelas Kania. Entah kenapa, ada rasa senang tersendiri saat Andre mencecarnya dengan pertanyaan seperti sedang mengkhawatirkan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABU-ABU
Ficção AdolescenteSaat ku kejar, kau semakin menjauh. Saat ku diam, kau bertanya mengapa. Dan, Saat ku pergi, kau pun merasa kehilangan. Lantas, siapa yang disalahkan disini? Aku, kamu, atau sang waktu?