Shafira pernah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menangis lagi karena seorang teman yang pergi. Maka setelah berbicara dengan Andre dan membuatnya ingin menangis, Shafira memberhentikan langkahnya pada sebuah kursih panjang di pinggir lapangan basket.
Shafira perlu tempat agar saat ini ia tak menjatuhkan air matanya.
Hanya ada satu kelas yang berolahraga di jam pertama ini. Kelas Reyhan. Reyhan tampak senang ketika dirinya berhasil merebut bola kemudian digiringnya bola itu ke arah gawang dan Yups! Skor tercetak sempurna. Shafira memperhatikan permainan itu. Lebih tepatnya ia memperhatikan Reyhan.
Murid laki - laki yang menyapa dirinya pertama kali ketika pendaftaran siswa baru diselenggarakan. Dengan gayanya yang sedikit canggung dan aneh menurut Shafira. Hingga saat ini, Reyhan selalu mengingat dirinya. Terbukti ketika berpapasan, Reyhan selalu menyapa Shafira.
Netra Shafira masih asik memperhatikan Reyhan. Reyhan itu punya banyak teman, pikir Shafira. Dia memang laki - laki yang ramah. Wajahnya menyenangkan. Bahkan ketika sedang bermain basketpun, laki - laki itu tidak berhenti tertawa sambil menggiring bola.
Merasa diperhatikan, Reyhan menyapu pandangannya ke pinggir lapangan. Netranya menangkap Shafira yang tiba - tiba memalingkan wajah. Dilemparkannya bola basket ke sembarang arah. Reyhan berlari kecil menghampiri Shafira.
" Lagi seneng merhatiin orang ya?" Satu pertanyaan itu muncul ketika Reyhan duduk di samping Shafira.
" Enggak." Jawab Shafira cepat.
" Bagus deh kalau enggak. Repot nanti kalau orang yang perhatiin jadi baper." Reyhan terkekeh kecil.
" Sikap aku emang selalu merepotkan orang." Shafira menunduk.
Merasa ada yang salah dengan Shafiranya, tawa Reyhan memudar.
" Oh iya Shaf, soal hari itu aku minta maaf."
Shafira melirik Reyhan. Mengangkat alisnya.
" aku ada urusan mendesak. Aku benar - benar minta maaf."
" Bukan apa - apa. Kamu gak salah. " Shafira tersenyum. Permintaan maaf adalah ungkapan sederhana yang membuat suasana hati Shafira sedikit membaik.
" Oh iya, tim futsal sekolah kita masuk babak final ya. Mau nonton? Andre jadi pemain inti loh."
Shafira menggeleng.
" Kenapa? Nanti kita berangkat lebih awal biar dapet bangku depan."
" Aku gak mau kesana lagi."
" Tapi Andre jadi pemain inti loh Shaf, kamu sebagai temannya harusnya kasih semangat buat dia."
Shafira hanya diam.
" Kamu masih marah sama aku?" Reyhan kembali mendesak Shafira.
Shafira menggeleng.
" Kamu lagi punya masalah Shaf? Mau cerita? Sebentar lagi juga waktu istirahat. Kita kan teman."
Aku lagi gak mau diganggu sebenarnya.
Shafira melihat Reyhan.
" Kalau gitu, kita bukan teman." Bibir Shafira gemetar.
" Kamu kenapa Shaf ?" Reyhan berdecak
" Apa si Reyhan? Aku gak mau banyak ditanya. Aku lagi pengen sendiri. " Shafira sedikit berteriak. Terlihatlah bekas cakaran di pipi kirinya.
" Ini.." Reyhan menyingkirkan anak rambut yang menutupi pipi kiri Shafira.
" Lepas. " Shafira berdiri.
" Aku cuman bisa merepotkan teman aku. Kalau gak mau repot. Kita gak perlu berteman." Shafira berdiri. Hendak pergi lagi.
Reyhan ikut berdiri. Menatap punggung itu lagi.
" Kalau gitu, ayo kita pacaran." Ucap Reyhan menyisakan Shafira yang mematung di pinggir lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shafira
Teen FictionShafira tahu, dia bukan siapa- siapa. Dia tidak pandai menari. Dia tidak pandai dalam pelajaran olahraga. Dia sendiri dengan hatinya yang patah. Harusnya Shafira juga tahu, setiap hati yang patah butuh teman untuk pulih, bukan hanya ruang baru untuk...