Sekat

40 7 0
                                    

Satu bekas cakaran di pipi kiri Shafira mampu membuat Shafira mengurung diri hampir seharian di kamar. Setelah Shafira berhasil melarikan diri dan menemukan rumahnya, Shafira bergegas menuju kamar dan menangis sejadi - jadinya di bawah selimut.

Yang Shafira rasakan hanya rasa takut.

Shafira takut perempuan itu akan mencari dirinya. Shafira takut laki - laki itu menemukan dirinya lagi. Atau kemungkinan yang lebih besar, Shafira takut bertemu dengan mereka sekaligus.

Harusnya Shafira bisa mengatasi rasa takutnya ini. Dulu bahkan Shafira sudah sering dimarahi oleh orang tua dari  teman Shafira.

Shafira kecil selalu mendengar perkataan penuh amarah itu. Baik secara langsung ataupun tidak. Shafira tidak tahu sampai dimana letak kesalahan Shafira pada anak mereka sampai mereka memarahi Shafira yang masih terbilang anak - anak. Yang Shafira tahu, Shafira ingin berteman dengan teman sebayanya yang baik.

Shafira kembali mengingat itu untuk menemukan caranya agar dia bisa kembali pulih.

Mengingat bagaimana masa sekolah dasarnya penuh air mata. Shafira masih mengingat dengan jelas bagaimana bibinya memarahinya di depan anak - anak satu kelas. Setelah sebelumnya ibu dari teman Shafira menebar benih kebencian pada lingkungan Shafira yang sebelumnya baik - baik saja.

Shafira masih mengingat satu hal. Teman laki - lakinya yang berasal dari keluarga terpandang. Shafira kecil bukanlah orang kaya yang banyak memiliki uang. Orang tua Shafira merintis usahanya dari mereka menikah. Alhasil ketika Shafira duduk di sekolah dasar, keluarga Shafira belum bisa terbilang sebagai keluarga kaya raya. Anak laki - laki itu mendekati Shafira. Memberikan kenyamanan sebagai seorang teman. Namun sebuah kertas yang entah ditulis oleh siapa membuat hati Shafira kecil hampir menangis. Bagaimana bisa? Anak - anak yang duduk di bangku sekolah dasar menyakiti temannya lewat sebuah surat.

Shafira ketakutan saat itu. Rasa takut yang luar biasa sehingga mengepung udaranya untuk bernafas. Shafira ingin pindah dan melarikan diri dari dunia. Shafira takut jika mereka memarahi Shafira lagi entah karena alasan apa.

Dan Shafira berhasil mengatasi masalah itu dengan diam. Shafira tidak mengadu jika bibinya datang ke sekolah dan memarahinya. Shafira tidak merengek kepada ibunya karena lingkungan mainnya sudah membencinya. Shafira tidak berhenti sekolah karena teman laki - lakinya menyakiti dirinya. Shafira tetap berteman dengan mereka. Shafira mulai melatih dirinya agar terlihat baik - baik saja. Karena Shafira bukan siapa - siapa.

Namun kini ia lupa caranya. Kesenangannya selama akhir - akhir ini membuat sekat yang dibangun Shafira sangat lemah. Shafira lupa jika siapapun bisa menyakiti dirinya. Siapapun bisa membuat sesak dadanya. Dimanapun, karena Shafira bukan siapa - siapa.

Sekarang, yang Shafira tahu hanya cara menangis.

Alhasil ketika ayahnya akan berangkat kerja, Shafira hanya berseru dari kamar bahwa ia tidak enak badan dan tidak mau pergi ke sekolah. Membuat Ayahnya Shafira menautkan alis keheranan. Karena terkejar oleh waktu, Ayahnya Shafira hanya bisa menelpon pihak sekolah dan mengatakan bahwa anaknya yang bernama Shafira tidak bisa mengikuti pelajaran.

Kabar bahwa Shafira sakit ternyata hanya membuat Andre yang dipenuhi kekhawatiran. Raut penuh khawatir itu memnuhi setiap inci wajah Andre. Akhir - akhir ini Andre sangat jarang menemani Shafira karena ia harus latihan untuk pertandingan. Alhasil hanya Reyhan yang terlihat berjalan bersisian dengan Shafira. Dan hari ini, laki - laki bernama Reyhan tidak terlihat di sekolah.

Andre melupakan jadwal latihannya dan bergegas menaiki motornya ketika bel pulang baru saja berbunyi. Dilihatnya rumah yang tampak sepi itu dari depan gerbang. Andre memakirkan motornya kemudian mengetuk pintu. Tidak ada jawaban.

Andre mencari jalan lain. Shafiranya sedang sendirian menikmati rasa sakit. Ketika Andre menemukan pintu belakang yang tidak terkunci, ia masuk dan menuju pintu kamar Shafira. Diketuknya pintu itu berkali - kali. Masih tidak ada jawaban.

Shafira mematung ketika ia tahu yang mengetuk pintu kamarnya adalah Andre. Matanya dengan air mata yang kering membulat. Hening yang hadir.

" Shafira lagi sakit ? " Andre bertanya memastikan. Dilihatnya bekas cakaran kuku di pipi kiri Shafira.

" Ini kenapa? " Andre semakin khawatir. Apa yang terjadi sehingga Shafiranya terlihat seperti orang yang dipenuhi ketakutan.

Shafira hanya diam dan menggelang. Ia berusaha menutup pintu kamarnya dan menjauh dari pertanyaan Andre.

Shafira butuh sekat untuk tidak goyah saat ini.

" Shaf.. " Andre menahan gerakan tangan Shafira yang mencoba menutup pintu.

" Urus aja pertandingan Andre, Shafira mau sendiri. " ucap Shafira dan pintu tertutup.

Bukan itu yang ingin Andre dengar dari Shafiranya. Andre terdiam. Memikirkan maksud ucapan Shafira. Sebuah rasa bersalah muncul di hati Andre. Ingin ia ketuk pintu kamar itu sekali lagi untuk mengucapkan maaf. Namun ponselnya berdering dan ia harus pergi.

Shafira kembali menyelimuti tubuhnya. Menyembunyikan wajahnya yang telah berbohong kepada Andre. Shafira tidak bisa meminta Andre menemaninya untuk mengobati rasa takutnya. Perkataan itu hanya tersangkut di tenggorokannya. Andre punya kesibukan yang lebih penting dari pada menemaninya. Dan itu mempertegas satu hal, Shafira bukan siapa - siapa.

ShafiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang