Urusan Shafira dengan bu Ima hanya sebentar. Bu Ima hanya memberitahu Shafira bahwa sebentar lagi akan ada Pekan Sains Nasional dan Shafira sebagai ketua tim Sains harus secepatnya mengumpulkan murid - murid sekolah yang ingin bergabung dengan tim Sains sekolah untuk menghadapi kompetisi bergengsi ini. Harusnya untuk kompetisi semacam ini, bukan Shafira yang mengurusnya. Kompetisi ini cukup mempengaruhi penilaian akreditasi sekolah yang akan datang. Maksudnya, Shafira tidak ingin salah ambil 'orang' untuk mengikuti kompetisi ini. Harusnya ada yang lebih berwenang untuk mengrekrut anggota seperti guru pembina misalnya, itu akan lebih sangat mudah.
Setelah Shafira bertemu dengan bu Ima di ruang guru, Shafira melangkahkan kakinya menuju lapangan futsal yang ada dibalik koridor kelas 10. Lapangan itu sebenarnya terpencil di sekolah. Shafira juga tidak mengerti mengapa lapangan itu berada di sudut belakang sekolah. Bukankah itu menyulitkan penjaga sekolah yang harus mengontrol apakah semua murid sudah meninggalkan sekolah? Terlebih lagi para pemain fursal ini terlalu lama menghabiskan waktu untuk latihan. Alhasil Gugum sebagai anak penjaga sekolah ini yang selalu memegang kunci ketika mendekati waktu - waktu turnamen.
Shafira mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Andre. Sebenarnya Shafira bisa pulang sendiri tapi mungkin hari ini ayahnya akan pulang larut malam. Maka shafira memilih menghabiskan waktunya dengan menunggu Andre di pinggir lapangan.
Andre yang melihat Shafira tengah mencarinya, memberikan isyarat untuk menunda pertandingan. Dengan keringat yang membasahi bajunya Andre menghampiri Shafira.
" Hai Shaf, Urusan sama bu Imanya sudah?" Tanya Andre
Shafira mengangguk.
Andre melihat teman- temannya yang ikut berhenti dan beristirahat di pinggir lapangan. Beberapa dari mereka yang satu kelas dengan Shafira memberanikan diri mendekat dan menyapa Shafira. Dan yang lain hanya ikut tersenyum.
"Aku pulang duluan ya a, udah cape juga. " Andre menghampiri ketua tim futsal yang sedang mengelap keringatnya.
"Sama siapa? Shafira?" Murid laki - laki selaku ketua tim menengok ke arah Shafira.
Andre hanya mengangguk kemudian memberikan salam yang menjadi ciri khas tim futsal.
"Eh Shaf, kamu tugas dari Pa Ridwan udah? Aku belum nih, bantuin dong ya nanti malam aku ke rumah deh. " tiba - tiba Toni menghampiri Shafira
Belum sempat Shafira menjawab, Arya teman sekelasnya yang sedang duduj ikut berbicara.
" Iya dong Shaf, pintar tuh bagi - bagi. Belajar bareng deh ya, Aku ikut juga kalau belajar. " kali ini Arya sepenuhnya berdiri.
Shafira tampak menimbang - nimbang. Sejauh ini belum ada lagi teman satu sekolahnya yang mampir kerumahnya untuk ikut belajar. Shafira melihat Andre yang masih asik menyalami teman satu timnya. Kemudian Shafira melihat Toni dan Arya. Sejauh ini mereka tidak pernah menganggu Shafira di kelas. Lagipula hanya pelajaran pa Ridwan yang membuat Toni dan Arya harus ikut remedial berulang kali.
"Kenapa Shaf?" Andre menghampiri Shafira yang terlihat bingung.
"Gini loh Ndre, aku sama Arya minta bantuan Shafira ngejawab soal - soalnya pa Ridwan. Aku udah kapok ikut remedial kalau ulangan. Kita gak minta jawabannya kok, kita cuman minta Shafira belajar bareng kita. " Toni menjelaskan.
"Shafira itu bukan guru kalian. Kalau dia gak bisa ya jangan di paksa. Bukan kewajiban dia juga kok belajar bareng kalian. " Andre menjawab sinis.
"Tapi Ndre, sesama..."
" udah, gak perlu ribut. Tugasnya belum aku kerjakan juga. Kalau mau, datang kerumah aja. Jangan sendiri, harus lebih dari dua orang. " Ucap Shafira memotong perdebatan.
Toni dan Arya ber tos ria sambil cengengesan.
"Terimakasih Shafira yang Cantik." Ucap mereka bersamaan.
Shafira hanya tersenyum kecil. Shafira tersenyum di dalam hatinya. Baru kali ini Shafira menemukan orang - orang yang mau berusaha untuk mendapatkan suatu kemampuan. Namun ada satu hal yang Shafira ingin tahu lebih lanjut dari Toni dan Arya. Setelah Shafira membantunya, apa mereka akan menjadi temannya?
Sedangkan Andre hanya memasang wajah datar. Meskipun dirinya dan Shafira adalah tetangga, namun Andre belum pernah belajar bersama Shafira atau lebih tepatnya Andre belum punya keberanian untuk itu. Pasalnya, meskipun mereka satu kelas, Andre belum pernah mengajak Shafira berbicara kecuali hari ini. Dan di lapangan futsal ini, Andre berjanji pada dirinya bahwa ia akan lebih berani seperti Toni dan Arya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shafira
Fiksi RemajaShafira tahu, dia bukan siapa- siapa. Dia tidak pandai menari. Dia tidak pandai dalam pelajaran olahraga. Dia sendiri dengan hatinya yang patah. Harusnya Shafira juga tahu, setiap hati yang patah butuh teman untuk pulih, bukan hanya ruang baru untuk...