4. Yang Dirahasiakan

52 16 0
                                    

"Temen gue ada yang mau dateng ke sini, jangan nampakkin diri lo di depan mereka. Gue gak mau anak sekolahan tau kita sepupuan," lontar cowok yang masih memakai seragam putih abu-abu itu kepada Ranvi.

"Emangnya apa yang salah kalo kita ini sepupuan, Dit?"

"Semuanya. Semuanya salah." Didit berbicara dengan ketus. Dia benar-benar membenci Ranvi, orang yang dia anggap telah merenggut sesuatu yang penting dalam hidupnya. Sangat penting.

"Tapi--"

Didit memotong, "Lo gak mau 'kan hubungan yang udah buruk ini tambah buruk? Jadi, turutin apa yang gue bilang tadi." Setelah mengucapkan hal itu, Didit langsung berlalu pergi menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Ranvi menatap lekat ke arah Didit sampai sepupunya itu tidak terlihat lagi. Dia harus mengalah. Jika dia ikut mengutamakan egonya, semuanya akan bertambah buruk.

Seperti yang Didit minta, laki-laki bernama lengkap Ranvi Arvian Kalandra itu akan mengurung diri di kamar sampai teman-teman sepupunya pergi. Dia memilih menyibukkan diri dengan buku-buku tebal yang dia pinjam dari perpustakaan sekolah.

Samar-samar, terdengar olehnya suara gelak tawa dari luar kamar. Teman-teman Didit sudah datang. Sudah lama Didit tidak pernah tertawa lagi bersamanya, sejak kejadian itu. Jujun, Fajri, dan Andre merupakan teman dekat Didit semenjak menginjak bangku SMA. Didit bahkan terlihat lebih nyaman dengan mereka dibanding dengannya.

***

"Dit, kita beneran gak boleh nginep di sini?" tanya Fajri. Jujun dan Andre sedang sibuk bermain game Wormszone. Fajri yang memang merasa jijik dengan cacing, memilih mengobrol dengan Didit.

"Iya, gak enak sama tante gue. Apalagi gue di sini numpang."

"Tante lo itu baik, Dit. Pasti diizinin." Andre tiba-tiba menyahut. Namun, fokusnya masih tertuju kepada cacing di game yang sedang dia mainkan.

"Kamar yang di atas ada yang kosong, 'kan?" ujar Fajri. Tangannya sibuk memasukkan keripik singkong ke dalam mulut.

"Kamar itu ada penghuninya."

"Hah? Bukannya di sini cuma ada lo sama tante dan om lo, Dit?" Kali ini Jujun ikut nimbrung, cacing miliknya menabrak cacing lain, permainan berakhir.

"Iya, ada penghuninya. Penghuninya setan."

"Boleh juga, tuh, buat uji nyali. Seumur-umur gue belum pernah liat hantu!" Jujun berseru penuh semangat.

"Nginep di kuburan sana, biar sekalian lo dikubur idup-idup sama mereka. Mampus lo!" Candaan Fajri membuat Andre dan Didit tertawa. Didit sangat lega karena teman-temannya percaya dengan apa yang dia katakan.

"Kalo gue mampus, kalian bertiga bisa kejang-kejang karena kangen sama gue." Jujun menaik turunkan kedua alisnya. Bertingkah seolah dialah yang menang dalam perdebatan kecil yang tidak berfaedah itu.

"Makan, nih, kangen!" Andre menyuapkan secara paksa keripik ke mulut Jujun.

"Azab orang yang suka ngeaniaya temen, mati dikeroyok sejuta kerinduan. Coming soon," ujar Jujun sembari mengunyah keripik singkong yang disuapkan Fajri tadi.

"Gini amat punya temen." Didit menggeleng-gelengkan kepala berlagak dia adalah orang yang tidak beruntung mendapatkan teman se-absurd mereka.

"Ngomong-ngomong, kemaren gue ditembak sama cewek." Andre mengalihkan pembicaraan.

"Yang baru melepas kejomloannya, sombong, nih," sahut Didit.

"Semoga cepet putus, Bro." Jujun menepuk bahu Andre.

Meow!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang