Hujan yang lumayan deras di pagi ini membuat udara menjadi terasa dingin. Beberapa murid SMA Aludra berdatangan dengan payung ataupun jas hujan dan jaket yang melekat di tubuhnya. Hujan membuat sekolah yang biasanya sudah ramai menjadi sepi.
Kiran menggosok-gosokan telapak tangan agar merasa lebih hangat. Dia baru saja sampai. Rok, sepatu, tas, dan jaketnya lembap. Rambutnya pun agak basah. Payung tidak menjamin dirinya tidak kebasahan karena hujan.
Lantai koridor agak licin, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan Kiran berjalan dengan hati-hati.
"Kiran!"
Mendengar namanya dipanggil, Kiran menoleh. Sambil tersenyum lebar, Uci berjalan terburu-buru menghampiri Kiran. Dia tidak memedulikan kondisi lantai koridor yang licin.
"Uci, awas ja--"
Terlambat, Uci sudah terpeleset. Orang-orang yang melihat, bukannya menolong malah tertawa. Tanpa ba-bi-bu, Kiran segera menghampiri Uci dan membantunya berdiri. Uci tidak terlihat kesakitan, padahal dia jatuh agak keras.
"Yuk, ke kelas!" Uci berjalan mendahului Kiran yang masih mematung keheranan.
Teman sebangkunya itu tidak terlihat kesakitan ataupun merasa malu. Padahal katanya saat terjatuh di depan umum itu, rasa malu lebih besar daripada sakitnya.
Menyadari Kiran tidak mengikutinya, gadis dengan rambut dikepang itu berjalan kembali ke arah Kiran dan kemudian menarik tangannya.
'Dia ini pura-pura enggak kenapa-napa atau apa? Aneh,' batin Kiran.
"Ci, kamu baik-baik aja?" tanya Kiran.
"Iya, emang aku kenapa?" Uci malah bertanya balik, dia memang terlihat baik-baik saja.
"Aku cuma nanya."
***
"Zat adiktif adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat menimbulkan ketagihan dan ketergantungan bagi pemakainya."
Kiran benar-benar mengantuk, itu membuatnya tidak fokus mendengarkan penjelasan guru yang tengah mengajar. Beberapa kali dia menguap sampai mengeluarkan air mata. Uci sempat mengira dia menangis karena itu. Suara guru di depan kelas malah terdengar seperti dongeng pengantar tidur yang membuat Kiran ingin terlelap saat itu juga.
"Di sini ada yang merokok?" tanya guru itu.
Beberapa siswa mengacungkan tangan, mengakui bahwa mereka adalah perokok. Andre dan Didit juga ikut mengacungkan tangan.
"Kalian tau baha--"
Sambil mengacungkan tangan Ranvi memotong, "Bu."
"Iya, Ranvi? Kamu perokok juga?" Bu Suri menampilkan raut wajah terkejut.
Mendengar si peringkat dua di kelas yang terkenal sebagai murid yang disiplin dan dikenal baik oleh guru-guru itu adalah perokok, atensi seisi kelas langsung tertuju padanya. Kiran yang sedang mengantuk pun ikut penasaran.
"Bukan, Bu. Saya cuma mau permisi ke toilet," ucap Ranvi saat menyadari kesalahpahaman yang terjadi.
"Oh, ternyata itu. Silakan," ucap Bu Suri. Dia terlihat lega.
Bu Suri kembali melanjutkan menjelaskan materi. Kiran benar-benar mengantuk, matanya makin memberat.
"Kiran."
Suara Bu Suri yang menyebut namanya membuat Kiran terperanjat. Rasa kantuk yang begitu hebat tadi mendadak hilang.
"Kamu terlihat sangat mengantuk sampai tidak memperhatikan ibu, sebaiknya kamu cuci muka dulu," ujar Bu Suri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meow!
Teen FictionKiran Kanaya, seseorang yang seringkali merasa tidak berguna. Seseorang yang belum menemukan tujuan hidupnya. Terasing dan juga mengasingkan diri. Kemunculan Ran--si kucing berbulu oranye--dan beberapa orang yang perlahan masuk ke dunianya, membuat...