8. Menjadi Kecil di Antara Ekspektasi yang Besar

38 15 3
                                    

"Tiga belas panggilan tak terjawab."

"Enam ratus enam puluh enam pesan."

"Dari ... Tuan XY?"

Gadis yang masih terbaring di atas tempat tidur itu menunjukkan ekspresi terkejut ketika mendapati banyak notifikasi di ponselnya dari aplikasi Whatsapp yang hanya berasal dari satu orang. Angka-angka itu membuatnya merasa diteror. Angka tiga belas sering dikenal sebagai angka sial dan 666? Itu lebih mengerikan lagi. Pesan sebanyak ini hanya berisi memanggil nama Kiran dan juga tanda titik. Tidak ada yang menyeramkan dari isi pesannya, tetapi jumlah pesan dan panggilan itu cukup membuat dia takut. Bahkan dia sampai mengabaikan pesan dari Uci dan grup kelas yang sedang ramai entah membicarakan apa.

Kiran melamun, pikirannya mulai mendaftar orang-orang yang mungkin membencinya dan bisa jadi dialah Tuan XY.

Mikayla Almaira. Jika ditanya siapa orang yang paling menyukai Kiran terkena masalah, dialah orangnya. Namun, Tuan XY itu laki-laki.

Gilang. Yang benar saja. Pria dewasa itu tidak mungkin menerornya dengan cara kekanak-kanakan seperti ini. Lagi pula tujuannya apa?

Teman sekolahnya? Rasanya tidak mungkin juga. Apa ada yang membenci orang yang nyaris tidak terlihat keberadaannya di sekolah seperti Kiran?

Tidak ada foto profil atau apa pun yang bisa dijadikan petunjuk.

Kiran benar-benar pusing. Semuanya terasa berbelit-belit bak membentuk benang kusut yang tidak mungkin diluruskan. Tanpa menampakkan wujudnya, orang ini telah membuatnya kalut. Lama-lama, mungkin Kiran akan mengira bahwa Tuan XY bukanlah manusia.

"Mungkin cuma orang iseng, akunya aja yang berlebihan," gumamnya.

Kiran meletakkan ponsel itu di sampingnya. Lagi-lagi dia menatap langit-langit kamar dan termenung. Beberapa detik kemudian, dia memejamkan mata. Dalam benaknya, dia memvisualisasikan Tuan XY sebagai seorang laki-laki dengan posisi sedang berdiri di dalam sebuah kotak berwarna hitam yang menutupi tubuhnya sampai bahu. Kepalanya bukanlah kepala manusia, tetapi kepala seekor kucing dengan bulu hitam. Lalu, sepasang mata milik Tuan XY itu menatap tajam ke arah Kiran dengan sorot penuh kebencian, seolah sedang bersiap untuk menerkam lalu mengoyak-ngoyak tubuhnya.

Teringat perihal kebencian, dia merasa dirinya terlalu banyak dibenci dan memang layak dibenci. Oleh lingkungan, keluarga, bahkan dirinya sendiri. Mungkin, tembok berwarna biru di kamar tempat dia berada pun membencinya karena bosan selalu melihat dirinya di situ. Lalu cermin itu. Dia mungkin sangat tidak suka ketika Kiran berdiri di hadapannya lebih dari Kiran tidak menyukai cermin itu. 

Dalam benak Kiran, ada banyak orang yang mengelilinginya, mereka adalah orang-orang yang dia kenali. Mereka menunjuk-nunjuk Kiran dan mengatakan sesuatu yang membuatnya segera menutup telinga.

"Dasar gak guna."

"Aneh."

"Gak punya temen."

"Jelek."

"Nolep."

"Kiran harusnya kamu tuh kayak dia."

"Liat dia. Bisa dibanggain."

Lama-kelamaan, tubuh Kiran semakin mengecil sampai mereka tampak begitu besar. Kedua tangannya masih setia menutup telinga.

Tubuhnya ... nyaris akan menghilang.

"Kiran!"

Kiran langsung terperanjat dan membuka mata. Dia terlalu larut dalam pikirannya sendiri tadi. Peluh terlihat di wajahnya, walaupun yang tadi itu hanyalah imajinasi, tetapi efeknya nyata.

Meow!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang