"Woy, udah pada ngerjain tugas belum, nih? Gue udah. Mau nyontek gak?" ucap Jujun kepada geng bangku belakang yang sedang mengobrol. Dia yang baru datang, malah langsung menawarkan contekan.
"Maulah."
"Emang gue pernah nolak, Jun?"
"Nah, ini baru temen. Baik hati dan tidak sombong, ngebantu temen yang lagi kesusahan."
"Giliran urusan nyontek, baru muji gue lo pada." Jujun tertawa seraya menyodorkan buku catatan miliknya kepada tiga orang itu. Dia tidak terlihat keberatan hasil kerjanya disalin begitu saja.
"Jun, tulisan lo ini gak bisa dibaca sembarang orang. Harus dibaca sama yang udah profesional kayak kita-kita saking acak-acakannya." Didit menggeleng-gelengkan kepala. Fajri dan Andre yang juga sedang menyontek tertawa karena hal itu.
"Yang tulisannya acak-acakan tuh genius, Dit." Jujun membalas gurauan Didit.
Di sisi lain, seseorang memperhatikan interaksi antara empat orang itu. Yang dia lihat bukan persahabatan, tapi hubungan saling memanfaatkan. Yang dia dengar bukan canda tawa, tapi rasa terpaksa yang ada di baliknya. Menurutnya, Jujun adalah satu dari sekian orang yang rela dimanfaatkan hanya untuk status teman.
"Aku gak mau kayak Jujun," gumam Kiran spontan. Suaranya pelan, tidak akan ada yang mendengarnya.
Merasa ada yang memperhatikan, Jujun menoleh ke arah Kiran. Refleks, Kiran langsung mengalihkan pandangan ke arah buku catatannya dan berpura-pura sibuk mengerjakan sesuatu. Tepergok sedang memperhatikan seseorang oleh orangnya langsung itu cukup untuk membuat malu. Entah apa yang akan dipikirkan orang itu.
Tiba-tiba, para murid yang sedang berada di luar kelas berlarian ke dalam kelas dan segera duduk di tempatnya masing-masing. Yang lain tentu saja langsung mengetahui apa penyebabnya.
Pak Pano memasuki kelas diikuti seorang siswi bertubuh gempal dengan rambut sepunggung yang dikepang. Dia menebar senyum ke seisi kelas yang sedang menatap ke arahnya. Beberapa orang secara terang-terangan membicarakan perihal tubuhnya. Hal itu tidak membuat senyumnya luntur. Melihat itu Kiran tersenyum tipis, dia yang akan menjadi teman sebangkunya.
"Hari ini kelas kalian kedatangan murid baru, Uci perkenalkan diri kamu." Pak Pano mempersilakan, yang langsung direspon Uci dengan anggukan.
"Hai, semuanya!" Dia melambaikan tangan dan berbicara dengan penuh semangat. "Nama saya Uci Larasati. Salam kenal, semoga kita bisa berteman baik."
"Uci, Didit minta nomor WA kamu!" celetuk Fajri.
"Cieee!"
Seisi kelas berseru menggoda Didit, kecuali Kiran yang lebih memilih diam. Didit menggerutu, menyerapahi teman sebangkunya itu. Matanya menatap tajam seolah bisa mengeluarkan laser yang akan membakar tubuh Fajri.
"Sudah, sudah. Jangan ribut, ini kelas, bukan pasar." Guru yang merangkap sebagai wali kelas itu segera menghentikan keributan yang terjadi.
"Uci kamu bisa duduk di ... sebelah Kiran." Pak Pano menunjuk bangku di samping Kiran. Setelah mengucapkan terima kasih, Uci berjalan menuju bangku itu. Penilaian Kiran untuk gadis ceria ini positif, Kiran rasa dia baik.
"Hai, aku Uci." Uci mengulurkan tangan, senyum lebar masih merekah di wajahnya.
"Kiran." Kiran menjabat tangan Uci dan tersenyum tipis.
![](https://img.wattpad.com/cover/223422388-288-k443601.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Meow!
Roman pour AdolescentsKiran Kanaya, seseorang yang seringkali merasa tidak berguna. Seseorang yang belum menemukan tujuan hidupnya. Terasing dan juga mengasingkan diri. Kemunculan Ran--si kucing berbulu oranye--dan beberapa orang yang perlahan masuk ke dunianya, membuat...