"Enggak semua hal bisa dilogikakan."
***
Kiran datang ke sekolah agak terlambat dari biasanya karena ia bangun kesiangan dan tidak ada yang membangunkannya. Kemarin, Ita berkata akan mengantar Kay pulang, tetapi ibunya itu malah menginap di sana. Hari ini, dengan terpaksa dia harus merelakan sebagian uang jajannya untuk ongkos ojek. Dari gerbang sekolah, gadis itu berjalan dengan terburu-buru. Bukan karena terlambat, tetapi karena keadaan di sekolah sudah ramai. Dia ingin cepat-cepat sampai ke kelas. Kegiatan belajar mengajar baru akan dimulai sekitar lima menit lagi.
Kelas XI MIPA 1 juga sudah ramai. Ketika Kiran masuk, mendadak seisi kelas hening. Tidak lama setelah itu, beberapa di antara mereka mulai berbisik-bisik. Perasaan Kiran sudah tidak karuan, dia tidak mengetahui apa yang salah dari dirinya saat itu.
Hingga saat Kiran akan melewati bangku Sania, gadis itu tiba-tiba berkata, "Pendiam-pendiam gini, kamu berani juga, ya, Ran."
Kiran menatap Sania keheranan, ia sama sekali tida mengerti dengan apa yang perempuan itu sampaikan. Ranvi yang tempat duduknya tidak jauh dari situ juga turut memperhatikan interaksi mereka berdua setelah mendengar celetukan Sania.
"Berani nembak cowok duluan. Sumpah, berani banget kamu itu, Ran."
"Hah? Maksudnya?" tanya Kiran bingung.
"Woy! Bu Tuti ke sini, tuh!" seru salah satu siswa.
Kiran langsung buru-buru pergi menuju tempat duduknya. Napasnya masih memburu, tangan Kiran gemetaran dan dingin. Dia sangat tidak menyukai momen di mana dirinya menjadi pusat perhatian.
Malika yang tempat duduknya di depan Kiran menoleh ke belakang. "Aku gak nyangka, ternyata kamu bisa kayak gitu, Ran."
Kiran semakin bingung, dia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Kiran, nanti aku bakalan jelasin ke kamu," bisik Uci.
"Soal semua ini?"
"Iya."
***
Sesuai dengan yang Uci katakan, gadis berkepang satu itu akan menjelaskan perihal kejadian tadi pagi. Di waktu istirahat dia mengajak Kiran ke depan laboratorium yang tempatnya sepi. Kiran makin penasaran, sebenarnya apa yang terjadi?
"Ran, kamu beneran gak tau mereka tadi pagi kenapa?" tanya Uci. Gadis itu terlihat benar-benar sedang serius.
"Ya ... iya."
"Coba cek grup Whatsapp kelas, deh."
Kiran menurut, ia merogoh ponsel dari saku roknya. Notifikasi dari grup kelas memang sengaja Kiran senyapkan, ia juga jarang membuka pesan dari grup itu.
Andre Rafazka
[Nomor WA si Kiran yang mana, sih?]Nara Azalea
[Di grup ini ada, kok.]Sania
[Cie, dalam rangka apa, nih, Ndre?]Andre Rafazka
[Dia naksir + nembak gue. Cepet mana nomornya?]Mata Kiran membulat, jarinya berhenti mengusap layar ponsel. Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Maksud Andre apa? Kok, dia bilang gitu?" Kiran makin bingung.
"Sebenernya ... orang yang dimaksud Andre itu aku, Ran. Dia salah paham," ujar Uci sembari menunduk. Matanya mulai memanas.
Mendadak Kiran tidak tahu apa yang harus ia katakan. Gadis berambut beberapa senti di bawah bahu itu hanya bisa terdiam menunggu Uci kembali bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meow!
Fiksi RemajaKiran Kanaya, seseorang yang seringkali merasa tidak berguna. Seseorang yang belum menemukan tujuan hidupnya. Terasing dan juga mengasingkan diri. Kemunculan Ran--si kucing berbulu oranye--dan beberapa orang yang perlahan masuk ke dunianya, membuat...