Part 05

871 63 4
                                    

Bismillah

Pagi menyapa Kota Surabaya. Cerahnya membuat matahari menampakkan senyuman. Embun berjatuhan dari atas dedaunan, hingga suara kokokan ayam tak ketinggalan mencerahkan pagi ini.

Salva berjalan menuju motor merahnya sambil bersenandung pelan. Gadis itu memakai helm bogo bewarna merah muda bergambar panda miliknya. Setelahnya dia kembali mengecek penampilan dan bersiap untuk berangkat menuju kampusnya.

“Salva.” Panggilan itu membuat Salva urung menjalankan motornya. Gadis itu menoleh ke belakang, mendapati Lutfi yang kini menggendong tasnya dengan satu pundak.

“Kapan motor kamu datang?” tanya Lutfi heran. Pasalnya, semalam dia tidak melihat motor Salva ada di sini sebelumnya.

“Tadi subuh, diantar sama tetangga,” jawabnya.

“Dari sini, tetangga kamu naik apa?”

“Penting? Enggak, 'kan? Aku berangkat, Assalamualaikum.”

Setelahnya, Salva meraih tangan Lutfi untuk diciumnya, tapi sayang, tangannya ditepis dengan kasar. Tak ambil pusing, gadis itu menjalankan motor matic-nya, membela jalanan pagi yang lumayan padat. Kampusnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Pak Baskara memilih rumah itu karena jaraknya berdekatan dengan kampus.

Sesampainya di kampus, Salva langsung disambut oleh dua sahabatnya yang saat ini tersenyum bahagia. Seolah-olah menyimpan arti yang tidak dapat Salva prediksikan.

“Ngapain senyum-senyum? Terpukau lihat aku?” tanya Salva terkekeh.
Binar menggeleng pelan. Gadis itu merangkul pundak sahabatnya.

“Kami senyum karena ketemu sama kamu. Manten—“ Perkataan Binar terhenti saat tiba-tiba tangan Salva menutup bibir gadis itu.

“Jangan bahas itu di sini.” ujar Salva.

“Kenapa?” tanya Elish yang sedari tadi hanya diam.

“Aku jelaskan di perpustakaan saja, ayo.”

Mereka berjalan bersama-sama menuju perpustakaan. Berbincang ringan tentang tugas yang didapatkan mereka. Berada dalam satu fakultas dan satu kelas lagi setelah SMA, membuat persahabatan mereka kian lama, kian dekat.

Kaki mereka terhenti saat pemandangan tak diduga tercipta di hadapan mereka.

“Sal.. Salva, itu, 'kan...” Binar tak dapat melanjutkan ucapannya.

“Ya ampun, Kak—“ Baru saja Elish akan bicara. Tangan Salva membungkam mulutnya.

Ya, mereka baru saja melihat Lutfi dan Dian sedang berjalan dengan mesra layaknya pasangan muda yang dimabuk asmara.

Salva menarik dua sahabatnya itu masuk ke dalam perpustakaan yang memang sudah dekat. Hingga akhirnya mencari tempat yang aman serta nyaman untuk bercerita. Suasana pagi ini nampak sepi, tidak ada siapa-siapa di dalam perpustakaan selain mereka dan pustakawan yang bertugas, lumayan jauh tempatnya dari tempat ketiga sahabat ini duduk sekarang.

“Aku kasih tahu dan kalian jangan bilang siapa-siapa. Aku sangat percaya sama kalian, kalian sahabatku sejak lama. Jadi, aku harap kalian juga bisa menjaga kepercayaanku." Salva membuka obrolan serius pagi ini.

Yulim Qalbi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang