Part 20

1.3K 56 6
                                    

Bismillah

“Eh, udah cantik belum, nih?” tanya Binar sambil membetulkan letak bros yang dia kombinasikan pada jilbab merah muda yang dia pakai.

“Sejak kapan, sih, Binar Farika nggak cantik?” jawab Elish membuat pipi Binar merah merona.

“Gitu, seneng, kalau dibilang galak nggak mau,” ujar Salva sambil terkekeh.

“Kalau aku sudah pas belum, sih, kebayanya?” tanya Elish.

“Pas banget,” jawab Salva.

Kini ketiganya menatap ke pantulan cermin yang muat untuk mereka pakai bercermin bersama. Salva dengan kebaya bewarna kuning cerah dengan jilbab senada yang membuat wajahnya semakin bersinar. Lalu Binar, gadis itu memakai kebaya bewarna merah muda dengan jilbab yang senada pula. Dan Elish yang memakai kebaya bewarna merah menawan dengan jilbab bewarna putih bersih.

“Akhirnya, kita berhasil dengan tekat kita,” ujar Binar setelah puas berfoto.

“Iya, aku seneng dan bangga sama kalian,” sahut Elish.

Salva tersenyum mendengar perkataan kedua sahabatnya. Gadis itu mengajak Binar dan Elish untuk segera menuju ke tempat wisuda akan dilaksanakan.

***

Semua sesi wisuda telah mereka lewati. Usai acara, mereka berfoto bersama teman-temannya yang lain. Ketiganya pun tidak lupa untuk mengambil foto bersama, sebagai bukti bahwa mereka pernah berjuang untuk mencapai satu keinginan yang sama.

***

Sore ini, Salva sudah rapi dengan gamis bewarna putih bersih, gadis itu memadukan jilbab bewarna merah muda agar terlihat manis. Tangannya menyeret koper yang sedari tadi menunggunya di ruang tamu. Gadis itu tersenyum simpul menatap sekeliling rumahnya. Hatinya lega tidak terkira, karena telah mewujudkan keinginan kedua orang tuanya agar dia menjadi sarjana.

Perlahan dia meninggalkan tempat itu, gadis itu masuk ke dalam taksi online pesanannya yang akan membawa gadis itu menuju stasiun kereta, Perjalanan menuju Yogya akan dia rasakan satu jam lagi. Dan selama itu, dia harus mempersiapkan diri untuk memberi dua kabar untuk kedua orang tuanya. Kabar bahagia, sekaligus duka yang telah lama dia sembunyikan.

***

Salva masuk ke dalam gerbong kereta. Gadis itu mencari tempat duduknya dan duduk di sana setelah menemukan angka yang sesuai dengan yang ada di tiket. Gadis itu memejamkan matanya sambil menghirup udara di sekitarnya untuk mengurangi rasa lelah yang dia rasakan.

Netra hitamnya menatap ke luar jendela kereta. Kereta di seberangnya pun berangkat, meninggalkan pemberhentian dan akan menuju ke pemberhentian selanjutnya.

“Kalau kamu mau, kapan-kapan kita ke Yogya bareng. Itu kalau kamu mau, sih.”

Ucapan Lutfi tiba-tiba terlintas dan mengiang di pikirannya. Ada sakit yang dia simpan dalam-dalam di lubuk hatinya. Harapan untuk meluluhkan hati sang suami agar mencintainya ternyata membuahkan hasil. Namun, sayang, rasa cinta itu terungkap di detik-detik terakhir perpisahan mereka. Semuanya terlambat.

Perlahan, kereta yang Salva tumpangi itu berjalan meninggalkan stasiun. Gadis itu pun duduk bersandar sambil menikmati setiap detik kepergiannya meninggalkan Kota Surabaya. Kota yang yang telah menjadi tempat ia dilahirkan, dibesarkan, dan kota yang menjadi tempat dia menemukan cinta pertama dan cinta terakhirnya.

Yulim Qalbi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang