Part 14

815 47 9
                                    

Bismillah

Seminggu berselang setelah kedua orang tua Salva memutuskan untuk kembali ke Yogya, hidup Salva seakan lebih sepi dari sebelumnya. Jika terkadang dia akan pulang untuk sekadar mencurahkan isi hatinya tentang dunia perkuliahannya kepada sang ibu, sekarang sepi.

Salva mengaduk kopi yang baru saja dia buat. Gadis itu duduk di kursi meja makan sambil menatap kosong ke arah depannya. Gadis itu berkali-kali mengembuskan napasnya berat.

“Buat saya, ya?” tanya Lutfi yang tiba-tiba datang dan menyeruput habis kopi yang baru saja Salva buat.

Gadis itu hanya bisa diam menatap kopi yang seharusnya untuk dirinya sendiri yang kini tandas oleh Lutfi. Senyum getir dia layangkan ketika matanya menatap gelas kosong bekas kopi di hadapannya.

“Kenapa dihabiskan, Kak?” tanyanya.

Lutfi mengerutkan kening, “Bukan buat saya?” tanyanya.

Salva menggeleng pelan dengan wajah yang cukup memprihatinkan. “Saya buat kopi supaya tidak ngantuk di kelas, sekarang habis sama Kakak,” jawabnya.

Lutfi mengerjaplan matanya beberapa kali sebelum akhirnya tertawa renyah untuk beberapa saat. “Saya kira kamu buatin saya, maaf, ya,” pinta Lutfi.

Salva mengangguk, gadis itu langsung berjalan keluar rumah dan lebih memilih untuk membeli kopi di kini market yang berada di dekat kampus. Baru saja gadis itu akan menyalakan mesin motor, tangannya tiba-tiba saja dicegat oleh Lutfi. Gadis itu mengerutkan kening, “Kenapa, Kak?”

“Berangkat bareng saja sama saya. Yuk,” ajak Lutfi.

Salva masih duduk di atas motornya, namun, sorot matanya masih menatap pada satu objek, yaitu Lutfi.

“Enggak, deh, Kak. Nanti sama Kakak diturunin di jalan lagi kayak kemarin-kemarin,” tolak Salva, belajar dari pengalaman.

Lutfi menggeleng pelan. Lelaki itu berkali-kali meyakinkan Salva bahwa hal itu tidak akan terulang ketiga kalinya. Tetapi, tetap saja Salva menolak dengan alasan ada janji dengan Binar dan Elish.

“Nggak, Sal, saya nggak akan––“

Drttt... Drttt

Lutfi merogoh saku celananya. Mengambil gawai yang dia simpan di sana. Lantas mengangkat telepon yang ternyata dari Dian. Pacarnya itu meminta untuk dijemput sekarang juga karena aplikasi ojek online-nya tiba-tiba tidak dapat digunakan. Dengan berat hati, lelaki itu mengatakan kepada Salva bahwa tidak dapat mengantarnya sekarang, Dian sedang membutuhkannya.

“Butuh nggak butuh juga Kak Dian prioritas Kakak, kan? Silakan, aku nggak ngelarang.” Itu yang Salva ucapkan.

Salva terlebih dahulu menjalankan motornya sebelum Lutfi menjawab perkataannya. Air matanya tiba-tiba luruh saat mengingat bahwa dia tidak pernah mendapat perlakuan manis dari Lutfi. Pernah, tapi tidak sesering Lutfi kepada Dian.

***

Salva duduk di bangku yang ada di taman kampus, menatap Lutfi dan Dian yang saat ini tengah tertawa lepas sambil berjalan melewati koridor kampus. Salva tersenyum kecut, hatinya sakit, sakit sekali, tapi tidak dapat dia utarakan itu pada Lutfi.

Di jam yang berbeda, saat Salva tengah memilih buku di perpustakaan kampusnya. Tanpa disengaja, gadis itu menemukan keberadaan Lutfi dan Dian yang saat ini duduk di bangku perpustakaan. Di hadapannya ada buku yang mereka letakkan di atas meja.

Langkah Salva mendekat, entah dorongan dari mana. Gadis itu duduk tepat di samping Dian. Sedikit jauh, tapi dengan jarak seperti itu, masih bisa dia mendengar obrolan sang suami bersama kekasih suaminya.

Yulim Qalbi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang