Part 17

1K 56 5
                                    

Bismillah

“Maaf, saya harus melepaskan kamu, Salva. Dan saya akan menikahi Dian secepatnya,” final Lutfi.

Air mata Salva kembali menetes. Sedangkan Dian kini tersenyum dengan lebar, menatap Salva yang kini juga menatapnya.

“Terima kasih, Kak, ini keputusan yang tepat. Sekarang, talak aku,” ujar Salva.

Dengan berat hati yang sangat-sangat berat, Lutfi berusaha untuk membuka suara. Lelaki itu menatap wajah Salva yang menurutnya mendamaikan, menatap wajah indah Salva sangat lama, lama, sebelum wajah itu haram dia tatap dengan rasa seperti sekarang.

“Salvanidia Baharun binti Yusril Hendarto, saya menalakmu, mulai sekarang, kamu bukan istriku.”

Salva kembali meneteskan air matanya. Gadis itu menunduk lalu berdiri dan berjalan keluar. Dia bukan lagi siapa-siapa.

***

Salva membereskan seluruh barang-barang yang ada di dalam kamarnya yang berada di rumahnya dan Lutfi dulu. Gadis itu menatap setiap sudut kamar ini, bersama dengan air mata yang melintasi pipi.

“Selamat tinggal,” ucapnya. Gadis itu lalu berdiri dengan menyeret kopernya.

Baru saja akan membuka pintu, pandangannya salah fokus pada bingkai foto yang dia pajang di meja belajar. Gadis itu mengambilnya, menatapnya lama lalu membongkar bingkai foto itu dan mengambil foto yang tadinya terpajang di sana. Salva memasukkan foto itu ke dalam kopernya.

Setelahnya, dia menatap meja belajar ini. Teringat akan kenangan menonton film berdua dulu. Lutfi, lelaki itu memberi beribu kenangan dengan berjuta rasa. Sakit, sedih, bahagia telah dia kecap dalam hidupnya.

“Aaa, ih, ada jumpscare,” teriak Salva sambil menutup matanya dengan kedua tangan.

“Yah elah, takut sama hantu,” ejek Lutfi sambil tertawa.

“Nggak takut, Kak, ini kaget namanya. Malah diketawain lagi,” jawab Salva.

“Lagian, kamu lucu.”

Salva tersenyum getir mengingat akan hal itu. Tangannya menyentuh perlahan bekas Lutfi tertidur di meja belajar itu dulu.

“Selamat tinggal.” Sekali lagi, dia mengucapkan salam perpisahan sebelum akhirnya membuka pintu dan berjalan meninggalkan kamar.

***

“Salva?” Lutfi menatapnya.

“Kak, aku pamit, ya. Terima kasih atas ungkapan cintanya tadi, jujur, saya juga cinta sama kakak,” ujar Salva sambil tersenyum tipis, “Tapi untuk sekarang, mungkin saya harus mulai belajar melupakan rasa itu, Kak. Selamat tinggal. Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Salva kembali berjalan, menghampiri motornya dan melesat pergi meninggalkan rumah Lutfi.

***

Clek

Pintu rumah terbuka. Gadis berjilbab abu-abu itu masuk ke dalamnya. Langkahnya berhenti tepat di dalam kamar. Gadis itu merebahkan tubuhnya lalu air mata kembali keluar melintasi pipi kemerahannya.

Yulim Qalbi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang