Part 21 [End]

2.3K 58 18
                                    

Bismillah

Lutfi mengusap wajahnya dengan kasar. Lelaki itu berkali-kali mengembuskan napasnya berat.

“Nggak tahu gue harus ngomong apa lagi, Lut.” Farrel meraih kunci motornya, lantas berdiri dan meletakkan beberapa lembar uang di atas meja. Setelah mengembalikan dompetnya ke dalam saku celana. Farrel menatap Lutfi lama, lalu berganti menatap Zikri, lelaki itu memberi kode agar Zikri mengikutinya.

“Gue cabut.” Farrel pun berlalu dari hadapan mereka.

Zikri ikut berdiri, lelaki itu juga meletakkan beberapa lembar uang di atas uang yang Farrel tinggal tadi. Lalu melangkah meninggalkan kursi yang tadi ia duduki.

“Tunggu, Zik.” Suara Lutfi membuat langkahnya terhenti.

“Apa?”

“Gue perlu bicara sama lu.”

Zikri tampak menimang, lelaki itu akhirnya menuruti permintaan Lutfi untuk bisa mengajaknya bicara sebentar. Zikri kembali duduk di tempatnya yang tadi, menunggu Lutfi membuka mulut.

“Gue pengen setelah gue menikah sama Dian nanti, lu nikahin Salva.” Sederet kalimat yang diucapkan Lutfi membuat Zikri spontan menegakkan tubuhnya.

“Kenapa?” tanya Zikri terdengar ragu.

“Karena gue tahu lu cinta sama Salva. Dan gue yakin, Salva akan bahagia hidup dengan seseorang yang mencintainya. Gue yakin, rasa bahagia yang belum sempat gue beri buat Salva, akan lu beri nantinya,” jelas Lutfi.

“Gue akan berusaha, buat lu, dan buat Salva.” Zikri berucap yakin. Lelaki itu lantas berlalu dan meninggalkan Lutfi sendiri.

***

Salva masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. Gadis itu beberapa kali mengedipkan mata bulatnya. Dia menatap Zikri lekat, mencari kesungguhan yang tersimpan di sana. Dan Salva menemukannya.

“Iya, aku terima.”

***

Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Ikrar suci pernikahan akan menyapa Salva beberapa menit lagi. Riasan tipis dengan paduan kebaya putih dengan jilbab panjang yang masih terlihat mewah itu menambah kesan menawan untuk mempelai perempuan.

Tetes air mata bahagia melewati pipi kemerahan Salva. Binar dan Elish yang datang langsung ke Yogyakarta untuk menghadiri acara pernikahan sahabatnya itu terlihat sangat lega dan bahagia.

“Salva, aku yakin, air mata kamu sekarang ini adalah air mata bahagia,” ujar Binar.

“Pasti itu, Nar. Kak Zikri itu satu-satunya yang paling idaman di antara Kak Lutfi sama Kak Farrel,” sahut Elish.

“Jadi, Lutfi gimana?” Suara Dian menginterupsi mereka. Membuat ketiga gadis yang sedari tadi menatap ke kaca rias menoleh secara bersamaan.

“Eng.... Enggak gitu, atuh, Teh. Teh Dian, mah, salah paham, atuh.” Elish tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya.

Dian tertawa kecil lalu memeluk Elish. “Bercanda, kalik, Lish.”

Dian membuka pelukannya, beralih memeluk Salva. Wanita itu menangis di pundak Salva, membuat Salva kebingungan.

“Kakak kenapa?” tanya Salva melepas pelukannya, tapi Dian menahan.

“Aku minta maaf sama kamu, Sal. Aku halangin kebahagiaan kamu. Jujur, Sal. Lutfi pun memberi pengakuan kepadaku bahwa dia cinta sama kamu. Sebagai wanita aku bisa merasakan sakit yang kamu rasakan dulu, tapi egoku lebih tinggi.”

Yulim Qalbi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang