Bismillah
“Sal, motor kamu masih di bengkel?” tanya Lutfi sambil mengikat tali sepatunya. Mereka tengah bersiap untuk berangkat ke kampus.
“Iya, Kak. Pulang dari kampus nanti aku ambil motornya,” jawab Salva.
“Berapa biayanya?” tanya Lutfi.
“Nggak tahu, aku belum tanya,” jawab Salva sambil terkekeh.
“Ngapain ketawa?” Lutfi menatap gadis itu heran.
“Nggak apa, aku kenginget kemarin aja,” elak gadis itu. Nyatanya dia menertawakan dirinya sendiri yang nekat membawa motor ke bengkel dengan uang yang tipis, padahal dia tidak tahu berapa biaya bengkel tersebut.
“Hari ini berangkat naik apa?” tanya Lutfi sambil memakai tasnya.
Mereka melanjutkan obrolan sembari keluar rumah.
“Nah, itu yang bikin aku bingung,” jawab Salva.
“Bareng saya aja, ayo.” Lutfi menyerahkan helm Salva yang tersimpan di tempat helm di teras rumah.
“Serius? Kakak mau apa kalau hubungan kita kebongkar sama temen-temen?” tanya Salva tak percaya.
“Kalau ditanya, jawab aja tadi ketemu sama saya di jalan, jadinya nebeng,” jawab Lutfi.
“Nggak bakal percaya, Kakak tahu sendiri, 'kan aku dikenal gimana di kampus,” ujar Salva.
“Kalau begitu jangan dijawab. Ayo," putus Lutfi.
Salva menurut, gadis itu naik di jok belakang motor. Duduknya miring khas perempuan. Gadis itu tersenyum tipis di balik helmnya.
“Nanti saya aja yang ke bengkel. Biar nanti motornya diantar ke sini sama mereka.”
“Oke, makasih.”***
“Turun.” Lutfi menghentikan motornya di depan toko mainan tak jauh dari kampus.
Salva terdiam cukup lama, mencerna situasi yang ada.
“Turun?” tanyanya.
“Iya, turun. Saya nggak mau teman-teman sampai tahu, kamu juga pengennya gitu, 'kan?” jawab Lutfi.
Salva turun dengan gusar. Gadis itu melepas helmnya dan menyerahkannya kepada Lutfi.
“Itu helm kamu, ya kamu sendiri yang bawa,” ucap Lutfi.
Belum juga Salva menjawab perkataan Lutfi, lelaki itu sudah berlalu bersama motornya meninggalkan Salva sendirian. Gadis itu mengembuskan napasnya berat. Baru saja dia dibuat terbang, sekarang dijatuhkan.***
Kak Lutfi
Kak, aku sama temen² mau jalan²
Hm. Lain kali nggak usah izin. Terserah kamu mau gimana. Saya takut chat kamu ketahuan sama Dian
Salva menatap chat WhatsApp-nya dengan perasaan campur aduk. Dia senang karena diberi izin untuk jalan-jalan. Tapi, jawaban dari Lutfi cukup membuat hatinya terluka.
“Dibolehin?” tanya Binar.
Salva mengangguk sebagai jawaban. Gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu masuk ke dalam taksi online yang baru saja datang. Perjalanan mereka diisi oleh curhatan Elish soal adik tingkat yang sudah lama menjadi incaran hatinya. Sudah lama diselipkan Elish dalam doanya.
Sesampainya di salah satu mall di Surabaya, mereka langsung melangkah menuju ke bioskop yang ada di lantai atas.
“Aku pesen tiket dulu ya, kalian beliin pop corn sama minumnya juga. Buruan!" ujar Binar sedikit heboh.
“Iya iya, yuk, Lish,” ajak Salva.
Binar berbaris di belakang muda mudi yang saat ini tengah memilih bangku menonton. Binar merasa mengenali kedua suara itu, suara yang cukup familiar belakangan ini.
“Yuk, Sayang.” Si laki-laki menggandeng tangan si perempuan. Dan saat mereka berbalik badan, Binar tahu siapa mereka.
“Kak Lutfi dan Kak Dian? Duh... Kok bisa di sini juga sih,” gumam Binar.
Setelah membeli tiket, Binar duduk di tempat duduk yang tersedia. Dia bingung harus bagaimana agar Salva tidak melihat kehadiran suami dan pacar suaminya di tempat ini. Dia tidak mau sahabatnya itu sakit hati.
“Masih lama, sih,” gerutu Binar.
“Kenapa, Nar?” tanya Salva penasaran. Sejak tadi sahabatnya itu bertingkah aneh, tidak bisa diam.
“Nggak pa-pa,” jawab Binar sambil tersenyum.
Elish yang sedari tadi memakan pop corn miliknya, seketika terbatuk saat melihat siapa yang saat ini berdiri tepat di hadapan mereka.
“Kak Lutfi?” kagetnya.
Salva lantas ikut melirik ke arah pandang Elish. Salva cukup kaget melihat Lutfi dan Dian ada di sana, namun, sedetik kemudian dia tersadar.
“Aku bukan istri impiannya.***
Assalamualaikum, halo semua!
Alhamdulillah bisa update... Voment jangan lupa, share juga, mhehe-Dn💙
KAMU SEDANG MEMBACA
Yulim Qalbi [Selesai]
Espiritual[Spiritual-Romance] Pernikahan Salva dengan Lutfi sama sekali tidak memberikan kebahagiaan bagi satu sama lain. Lutfi mencintai pacarnya, gadis yang tidak halal untuk ia cinta, dibanding mencintai Salva, istrinya. Rasa cemburu mulai datang kala me...