Part 06

796 61 15
                                    

Bismillah

Ponsel Lutfi berdering. Ditatapnya layar ponsel yang kini terterah kontak Salva sebagai pemanggil. Dengan malas serta paksaan Zikri dan Farrel, dia mengangkat telephon dari sang istri.

Assalamualaikum,” salam Salva di seberang sana.

Waalaikumsalam, ada apa?”

Kak, motor aku mogok dan sekarang lagi hujan. Kata montirnya, motornya akan selesai besok soalnya bengkel lagi ramai dan motorku perlu banyak perbaikan,” jelas Salva.

“Terus?”

Bisa minta jemput nggak?

“Nggak.” Setelahnya, Lutfi memutuskan panggilan sepihak. Setelah itu Lutfi meletakkan kembali ponselnya di atas meja dengan kasar. Membuat dua sahabatnya menatapnya dengan heran.

“Salva kenapa?” tanya keduanya bersamaan.

“Minta dijemput, lagi di bengkel,” jawab Lutfi.

“Ya dijemput kalik, Lut. Kok malah ditolak, sih?” tutur Zikri.

“Mager, ojek online banyak. Ngapain harus gue,” balas Lutfi sewot.
Tak begitu lama, ponsel Lutfi kembali menerima panggilan. Bedanya, si penelephon kali ini adalah Dian. Kekasih tercinta Lutfi. Lutfi langsung mengangkat telephon dari sang pacar, tak ingin gadis cantik itu terlalu lama menunggu.

“Iya, Sayang?” Lutfi memulai obrolan.

“Kalau Dian langsung diangkat,” sindir Farrel yang mendapat delikan tajam oleh Lutfi.

“Oh, oke, oke. Aku langsung jemput sekarang, ya. Tunggu di sana. Dah, Sayang.” Panggilan terputus.
Lutfi memakai jaketnya, mengambil kunci motor yang tadinya tergeletak di atas meja.

“Mau ke mana?” tanya Farrel.

“Mau jemput Dian. Kasihan dia sendirian, hujan lagi,” jawab Lutfi, wajahnya terlihat khawatir.

“Tadi Salva yang minta jemput nggak dianggap, sekarang pake embel-embel hujan lah, kasihan lah,” sahut Zikri.

“Kalau lo mau jamput dia nggak pa-pa. Pacarin juga nggak masalah,” jawab Lutfi lantas meninggalkan teman-temannya.

Zikri dan Farrel terdiam di tempat. Menatap punggung Lutfi yang kian lama kian menjauh dari pandangan.

“Gue jamput Salva,” ujar Zikri sembari mengambil kunci motornya. Ya, mereka meletakkan kunci motor dan ponsel di atas meja, sudah menjadi kebiasaan.

“Serius?” tanya Farrel tak yakin.

“Iya serius. Bentar.” Zikri memanggil nomor Lutfi.

“Lut, Salva di mana?” tanya Zikri ketika panggilan baru saja terhubung. “Oh, oke.”

“Duluan. Assalamualaikum,” pamit Zikri.

“Waalaikumsalam, hati-hati, Zik.”

***

Zikri Mahendra. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Zikri menyukai Salva sejak Salva masih menjadi mahasiswa baru di kampusnya. Pertemuan awal mereka adalah saat para mahasiswa baru diminta untuk bisa mendapatkan minimal 50 tanda tangan para senior. Salva waktu itu bersama dengan Adwit, teman SMA-nya, lelaki yang Salva suka.

Mereka berjalan mendekati Zikri, Lutfi, dan Farrel yang waktu itu tengah makan di kantin. Sejak awal pertama bertemu dengan Salva, Zikri langsung menjatuhkan hatinya. Apalagi setelah pertemuan-pertemuan selanjutnya, membuka fakta bahwa Salva adalah gadis salihah dan juga cerdas, idaman.

***

Di tempat Salva duduk sekarang, masih di bengkal. Gadis itu kedinginan sambil menatap hujan yang turun semakin lebat. Matanya tanpa sengaja mendapati Dian yang barusan keluar dari toko kosmetik yang berada tepat di sebelah bengkel. Salva fokus menatap seniornya itu. Hingga tak lama kemudian, sebuah motor ninja hijau yang beberapa hari ini dilihatnya datang. Sudah bisa ditebak bahwa pengendara motor itu adalah Lutfi.

Lutfi melepas jaketnya lantas memberikannya kepada Dian. Setelah memakai jaket dari Lutfi, Dian langsung naik ke atas motor dan motor pun meninggalkan tempat itu. Salva melihat pemandangan itu dengan mata yang memanas. Jadi, ini alasannya mengapa Lutfi tidak mau menjemputnya.

Salva tersenyum miris. Dia tidak boleh lupa bahwa pernikahannya dengan Lutfi hanyalah keterpaksaan. Dan Lutfi sama sekali tidak mencintainya, sudah jelas dia bukan prioritas.

Meski belum ada rasa cinta di dalam hati Salva, namun rasanya sangat sakit melihat adegan barusan. Istri mana yang tak kecewa saat melihat suaminya lebih mementingkan wanita lain dibanding dirinya.

Air mata Salva meluruh. Gadis itu mengelap air matanya dengan kasar. Tak ada gunanya menangis, bahkan Lutfi juga tidak luluh saat dia menangis di hadapan lelaki itu.

“Salva?” Panggilan dari suara yang tidak Salva kenal membuat gadis itu kebingungan, apalagi saat melihat wajah dari pemilik suara.

“Maaf, siapa, ya?” tanya Salva sopan.

“Zikri, temannya Lutfi,” jawab Zikri sambil tersenyum.

Salva mengangguk-anggukkan kepalanya. Gadis itu akhirnya tersenyum tipis membalas senyum Zikri.

“Memangnya ada apa, ya, Kak?” tanya Salva.

“Saya ke sini buat jemput kamu. Lutfi ada urusan, jadi nggak bisa jemput kamu,” jelas Zikri.

“Urusan? Jemput Kak Dian maksudnya?” tanya Salva yang hanya tercekat di tenggorokan.

“Terima kasih, Kak. Tapi aku naik taksi saja.” Salva menolak dengan halus.

“Lutfi yang nyuruh, dia minta aku buat jamput kamu,” dusta Zikri.

Salva berpikir sejenak. Dia tidak mau pulang larut malam, tapi dia juga tidak mau berboncengan dengan lelaki di hadapannya. Bagaimana pun dia tidak ingin hal ini menjadi fitnah. Apalagi kalau sampai mertuanya melihat.

“Bagaimana?” tanya Zikri.

Think

Pesan masuk di ponsel Salva. Gadis itu membaca pesan yang ternyata dari Lutfi.

Pulang bareng Zikri. Saya ada urusan.

Salva tersenyum kecut membaca sederet pesan yang terterah di layar ponselnya. Setelah itu dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

“Iya, Kak. Ayo.”

***


Asalamualaikum, halo semua!
Part ini bagaimana? Sudah greget belum? Wkwkwk

Kuy, voment and share!
-Dn💙

Jangan lupa follow Instagram dan Twtter aku @ea_ekasyah

Karena di sana, aku akan share tentang kepenulisan^^

Yulim Qalbi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang