🍂 15 🍂

5.5K 903 91
                                    

Hai?

***

2 tahun kemudian...

Tak akan ada yang pernah mengerti bagaimana Mark bisa melalui hari-hari terberatnya saat itu. Kini ia bisa berdiri dengan kedua kakinya, berjalan, berlari bahkan meneriaki orang lain. Dua tahun berlalu begitu cepat, cukup banyak yang berubah. Usianya bertambah, Mark yakin ia semakin tampan dengan kumis tipisnya, juga ia semakin terkenal karena selain tampan, ia juga pandai mengelola perusahaan.

Mark tetap memikirkan kejadian dua tahun lalu. Saat dimana ada seseorang yang datang padanya, berkata jika dia adalah 'istri' masa depannya. Hanya dua minggu, lalu dia menghilang. Meninggalkan luka mendalam di hatinya. Mark bisa menemuinya walau hanya sesaat. Ia ingat saat dimana ia sekarat di pangkuan seseorang yang membuatnya berantakan sampai ke dalam. Kata cinta itu meluncur bebas sebelum kesadaran merenggut segalanya. Setelah itu, tak pernah lagi ia melihat keberadaan seseorang yang ia cintai.

Apakah Mark masih berusaha? Tentu saja. Setiap pulang kerja, ia menambah jadwalnya hanya untuk mengendarai mobil dengan santai untuk mengelilingi kota. Matanya mencari, menatap dan menganalisis semua orang-orang yang berjalan di dekatnya, setelah itu baru ia pulang ke kediamannya yang sepi. Jelas sepi, ia hanya tinggal sendiri untuk rumah sebesar dan semewah itu.

Irene tetap mengunjunginya, satu minggu sekali. Kadang Suho juga ikut mengunjunginya walau tidak setiap weekend. Irene pun masih penasaran sosok seperti apa orang yang diceritakan Mark dulu. Pasti sosok itu hebat sekali sampai membuat putranya tak dapat berpaling walaupun banyak dikenalkan dengan pria atau wanita oleh para tantenya.

Perasaan ingin menyerah sering kali hadir, Mark tak menampik hal itu. Ia lelah mencari karena tak pernah ditemukan. Air matanya habis untuk menahan segala kerinduan yang bergumul dalam dadanya.

Tuhan, aku sangat mencintainya. Kapan pencarianku akan berakhir? Aku kelelahan, aku rindu, rasanya menangis pun nggak cukup untuk meredakan segala yang kurasa.

Pagi itu, Mark duduk di ruang makan sendirian. Di depannya sudah ada piring berisikan nasi goreng sayur yang ia buat sendiri. Makanan itu sehat, minyak goreng diganti dengan margarin, sedikit penyedap rasa, cukup banyak kubis, sawi hijau dan kacang polong, beberapa wortel yang dipotong kecil-kecil serta irisan sosis sapi. Di sebelah piringnya sudah ada segelas air putih. Seharusnya Mark sudah menyantap sarapannya sejak tadi, namun laki-laki itu memilih diam sambil memandangi sarapannya.

Rasa rindu itu kembali hadir, menyelip di sudut hatinya. Membuat dadanya terasa sesak dan berat. Pandangannya teralih pada kursi makan kosong di depannya. Ia melihat sosok itu, sosok Renjun yang duduk di hadapannya, menatapnya dan tersenyum padanya sambil bertopang dagu. Mata Mark melebar, kemudian ia berkedip satu kali, sosok itu hilang.

Mark terdiam kaku, ia mengerjap beberapa kali hingga matanya sakit, air mata itu tumpah kembali. Memang secengeng itu jika berhadapan dengan hal yang menyangkut Renjun. Dengan cepat ia menghapus air matanya, memilih melanjutkan sarapan lalu pergi ke kantor. Baru berapa suap nasi yang masuk ke dalam mulutnya, ponsel miliknya berbunyi.

Bunda incoming call...

Tanpa pikir panjang, Mark mengangkat telepon dari Irene. Ia memegang ponselnya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya sibuk menyandokkan nasi ke mulut.

"Halo, ada apa, Bun?" tanya Mark heran. Tumben sekali nyonya besar meneleponnya pagi-pagi begini.

"Kamu lagi apa? Sarapan atau siap-siap berangkat kerja?" tanya Irene di seberang sana.

"Dua-duanya tapi sekarang lagi sarapan sih," jawab Mark. Keningnya berkerut, ia masih heran.

"Nanti sore, Bunda mau ajak kamu dinner. Bisa?"

From The Future📍 Markren ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang