🍂 O8 🍂

7.4K 1.2K 106
                                    

100 votes & 30 komentar. Oke? Oke 😊👍

Silahkan dengarkan medianya. Kalau enggak bisa, langsung cari di spotify aja.

***

"Kalau di rumah ada aku, kenapa kamu harus minta orang lain buat mijat kamu? Aku kan bisa. Nㅡnanti kalau yang mijatnya cewek pasti merambah kemana-mana. Itu nggak boleh kejadian!"

Mark berdecak, "Halah, bilang aja kalau lo cemburu. Nanti gue pilih yang mijit cowok deh," ujar Mark lagi. "Iya sih cowok, taunya homo. Ya abis digerayangin," jawab Renjun ketus.

"Lo nggak niat ngegerayangin badan gue?" tanya Mark yang mengundang Renjun untuk memukul kepala laki-laki itu. "Bodo," ketus Renjun. Keduanya terdiam sambil merasakan sejuknya angin malam. "Mark, tadi kamu di mall kenapa? Ada masalah sama Jihoon?" tanya Renjun hati-hati, takutnya ia menyinggung Mark.

Mark terdiam sebentar hanya terdengar suara dengungan sampai akhirnya laki-laki itu membuka suaranya, "Jadi, tadi itu gue ketemu sama bokapnya Jihoon. Minta restu lagi buat nikahin anak semata wayangnya tuh, tapi ternyata bokapnya nggak dateng sendirian. Dia malah dateng sama Guanlin, rival perusahaan gue. Sial betul emang!" jelas Mark dengan menggebu-gebu.

"Terus?" Renjun bertanya sambil sesekali memainkan rambut Mark. Posisi mereka masih duduk di tangga dengan Mark yang posisinya lebih rendah dari Renjun. Ia mendengarkan semua keluh kesah Mark tentang kekasihnya, Jihoon, dan meresponnya seperlunya saja. Bukan kesal atau cemburu, ada baiknya untuk mendengarkan cerita Mark dari awal hingga selesai dulu baru berkomentar.

"Dia bawa Guanlin dan dikenalin ke gue sama Jihoon. Dikenalnnya sebagai calon jodoh Jihoon, ingin berkata kasar. Yaudahlah selama pertemuan itu ya ngobrolnya cuma sama Guanlin doang, gue diabaikan, dianggap nggak ada. Ya gue paham sih emang gedean badan Guanlin dari pada gue. Ya tapi kan tetap aja!" Mark berseru tidak terima. Ia berbalik untuk menatap Renjun dengan kening berkerutnya menunjukkan ekspresi kalau ia sangat kesal dan jengkel.

Renjun hanya tersenyum tipis lalu mengangguk, "Terus?" tanyanya lagi seraya mengulurkan tangannya untuk menyentuh kerutan di dahi Mark dan mengusapnya lembut hingga kerutan itu menghilang.

Mark kembali melanjutkan ceritanya, "Sialnya lagi, Jihoon malah natap Guanlin penuh minat. Ini gue curiga kalau dia tuh tipe orang yang ketemu manusia ganteng dikit terus belok, guenya dicuekin kaya orang bego. Sampah! Mana dibangga-banggain mulu lagi si Guanlin sama bokapnya Jihoon. Ren, rasanya mau nebalikin meja aja! Gue akhirnya interupsi dong, biar dianggap juga. Gue langsung to the point aja bilang mau nikahin Si Gendut tapi tetep aja nggak dikasih sama bokapnya. Gue akhirnya adu bacot sama bokapnya Jihoon dan ya yang lo liat tadi di mall," lanjut Mark kemudian menunduk. Wajahnya berubah mendung.

Renjun tidak merespon apapun.

"Lo nggak ngasih saran gue harus gimana?" tanya Mark heran.

Renjun menggeleng, "Dari awal aku nggak pernah ada niat ataupun ngomong akan ngasih saran buat masalah kamu. Lagian juga udah jelas kok solusinya," jawab Renjun.

Mark menghela napas lalu mengangguk, "Yaudahlah nggak usah dibahas. Nanti gampang, gue yang mutusin Jihoon. Daripada bahas Jihoon, mending bahas Chenle aja. Gue pengen tau anak gue di masa depan kaya gimana?" tanya Mark yang ekspresinya berubah antusias.

"Ya gitu, Chenle lebih ganteng dari kamu," balas Renjun.

"Ah masa sih?! Gue nggak kalah ganteng dari Chenle!" seru Mark tidak terima. Renjun berdecih, "Kaya udah tau aja gimana bentukan Chenle," cibirnya.

"Ya karena gue nggak tau, lo bertugas buat ngasih tau gue!"

Renjun mengangguk kemudian mulai menceritakan seperti apa Chenle, "Chenle itu tinggi sama kaya kamu, matanya sipit kecil gitu, hidungnya mancung, bibirnya tipis, punya rahang dan bentuk wajah yang tegas, aura dominan hampir sama kaya kamu padahal masih kecil," jelas Renjun tanpa menatap Mark, ia sibuk membayangkan anaknya yang sedang ditinggal di masa depan.

"Terus kalau sifatnya?" tanya Mark lagi. Kali ini laki-laki itu bangkit dan mengulurkan tangannya pada Renjun. Uluran tangan itu disambut hangat oleh Renjun. Mereka berdua pindah dari tangga pendopo ke tengah-tengah pendopo. Di sana ada beberapa bantal kecil dan matras tipis. "Ngobrolnya disini aja," ujar Mark lalu melepaskan genggaman tangannya dari tangan Renjun. Laki-laki itu merebahkan tubuhnya pada sebuah matras dengan tumpuan kedua tangan pada kepalanya.

"Sifatnya?" Renjun ikut merebahkan tubuhnya pada matras, "Dia nggak begitu banyak bicara sama orang yang baru dikenal tapi bawel kalau udah ketemu orang-orang yang dia kenal, gampang ketawa juga sama kaya kamu. Apa aja diketawain. Dia suka bantu-bantu aku kalau di rumah, punya rasa simpati dan empati yang tinggi, terus dia juga penasaran anaknya," jelas Renjun.

Mark berbaring menyamping menghadap Renjun, "Terus Chenle manggil gue apa?"

"Dia manggil kamu ... ayah, ayah Mark," Renjun juga ikut berbaring menyamping menghadapkan tubuhnya ke arah Mark. "Kalau lo dipanggil apa?" tanya Mark dengan suara yang semakin lirih. Kesadarannya sudah diambang batas. Renjun tersenyum tipis, "Kamu sama Chenle manggil aku bunda kadang juga buna. Nggak tau apa maksudnya buna."

Mark tidak merespon Renjun, matanya sudah terpejam sempurna dan napasnya sudah berhembus teratur. Tangan Renjun terulur untuk menyentuh wajah Mark. Ditelusurinya permukaan wajah laki-laki di hadapannya ini, mulai dari rambut, kening, hidung, pipi, bibir dan dagu serta rahangnya. Sebuah perwujudan yang sempurna.

"'Cause I will fall for you, no matter what they say. I still love you. You'd never be alone, now look me in the eyes. I still love you."

Renjun menyanyikan sebait lagu untuk menyampaikan isi hatinya. Dibalik sikapnya yang terkadang kasar pada Mark, dibalik perkataannya yang terlampau tajam dan pedas pada Mark, Renjun sungguh menyayangi laki-laki itu. Entah itu di masa sekarang atau di masa depan.

"Berhasil atau nggaknya aku ngejalanin misi ini, perasaanku nggak akan pernah berubah. Kalaupun pada akhirnya aku gagal dan harus relain kamu pergi lebih cepat, setidaknya aku nggak pernah menyesal buat sayang dan terus cinta sama kamu, Mark. Karena aku sudah memberikan semuanya untukmu sampai akhir."

Tubuhnya beringsut maju kemudian ia mengecup kening suami masa depannya itu dengan sayang. "Good night, my hubby."

***

A/N:

Jangan lupa vote dan komentarnya yaaa! See you!

From The Future📍 Markren ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang