Prolog

195 13 3
                                    

"Adit, bayar duit kas!!!" cukup nyaring suara itu hingga wajah Aditya pengestu memerah malu dilihat semua orang apalagi adik tingkat yang memang sedang berjubel di kantin pada saat jam istirahat seperti sekarang ini.

Pemuda bernama Aditya Pangestu itu berjalan pelan seperti kepiting mendekati sih penagih yang terkenal sebagai preman di kelasnya XII MIA 1 SMA Garuda XI.

"Lo bisa ngak sih nagihnya nanti nanti?!" Bisik Adit pada sih cantik yang galak bernama Cempaka Mutiara

"Ngak bisa Adit, kudu sekarang mesti. Lo mah jajan bisa bayar kas ngak bisa," gerutu gadis itu yang memang geram dengan kelakuan pemuda di depannya saat ini.

"Iya iya, berapa sih emang?!" Gaya Adit seraya membuka dompetnya lebar.

"Berapa ya, gue hitung dulu deh." Cempaka dengan pongah membuka buku besar catatan kas kelas.

Sedangkan Adit sesekali melongoh hendak melihat catatan Cempaka. Tapi buru-buru Cempaka tutup bukunya seolah menjauhkan dari Adit.

"2 bulan! Sebulan ada 4 minggu kalau 2 bulan ada 8 minggu sedangkan uang kas 10 ribu perminggu hm jadi 8x10 berapa sih Dit?" Jelas Cempaka sambil bertanya sok bego.

Muka Aditya masam prihatin melihat isi dompetnya yang hanya ada uang kertas berwarna biru ditambah dua lembar abu-abu. Adit memandang isi dompetnya dengan Cempaka bergantian.

Dengan cengengesan ia berkata."Cempaka Cantik bayarnya setengah dulu ya ya ya." mohonya dengan menangkupkan kedua telapak tangan memelas.

Muka Cempaka memerah dengan nafas memburu kencang. "mana sini! Tadi sok-sok-an mau bayar lunas," gerutu Cempaka tak tahu tempat.

Para hadirin yang turut meramaikan kantin siang ini tertawa cekikikan melihat bintang futsal sekolah mereka teraniaya. Tak jauh beda dengan teman setim Adit yang juga turut memegang perut menahan kegeliannya.

***

Cempaka kembali beranjak dari kantin menuju perpus mencari teman sekelasnya yang lain yang belum membayar kas. Sebagai bendahara kelas dari kelas X sampai kelas XII Cempaka memang sudah terkenal seantero SMA Garuda XI sebagai preman kelas. Gayanya yang garang serta suaranya yang melengking nyaring menyakiti telingah.

"Eh, eh mau kemana lo?" Cempaka memegang kerah baju temannya yang ingin berlari setelah melihat kedatangan Cempaka.

"Hehhe itu Cem, mau ke toilet iya toilet." temannya yang 11-12 dengan Adit ini memang suka sekali ngeles jadi Cempaka sudah malas percaya.

Cempaka membuka bukunya dengan gaya sadis, mata gadis itu masih tak beranjak dari sih pembuat utang kelas.
"30 ribu mana?" Tada tangan Cempaka.

Yang ditagih merogoh kantungnya terpaksa seraya di dalam hati menggerutu keki setengah mati terhadap Cempaka.

"Mana, lama!!" Cempaka menarik paksa uang puluhan tiga lembar di tangan pemuda itu.

"Terima kasih Alan, lain kali bayar tepat waktu ya." Cempaka menepuk bahu pemuda itu sebelum pergi berlalu.

"Ala sialan bener sih Cemara mana gue belum makan lagi," gerutunya kesal.

Aditya sering sekali memplesetkan nama Cempaka jadi Cemara. Jadi teman sekelasnya juga ikut-ikutan memanggil Cempaka dengan Cemara kadang-kadang kalau lagi kesal.

Cempaka berjalan melewati adik tingkatnya yang menunduk sopan. Ya gaya-gaya seniorlah.

"CEMPAKA."

Cempaka menoleh kanan-kiri mencari sumber suara.

"Woi," seseorang menepuk bahunya dari belakang.

Cempaka berbalik melihat tiga gadis centil dengan ketua geng memegang kipas lipat yang setia ia kibaskan serta bando pink dikepalanya.

"kenapa?" Tanya Cempaka heran. Mereka Sesilia, Bella dan Sisi yang menamai gang mereka SBS.

"Gue mau bayar kas sampe bulan depan," Sesilia mengeluarkan beberapa lembar uang dan mengulurkannya pada Cempaka.

Cempka mangut-mangut dan hendak menerima lembaran uang biru itu "et, by the way any way busway yayang Adit udah bayar belom?,"

"Udah tadi tapi separuh," jawab Cempaka.

Sesilia dan teman-temannya adalah fans Aditya Pangestu garis keras.

"Kacian yayang Adit pasti dia kelaperan," ujar Sisi sok sedih. Yang mendapat anggukan Sesil dan Bella sama sedihnya.

Ketiganya memandang Cempaka tajam setajam silet yang mampu membuat buluh kuduk gadis cantik itu merinding ngerih takut mata ketiganya copot dari sarangnya.

"Lo ngak punya hati, nih ambil BYE." Sesil menyerahkan uangnya kasar diikuti oleh kedua temannya setelahnya ketiga orang itu berlalu pergi dengan gerakan centil masing-masing.

Cempaka hanya mengedikkan bahunya acuh sambil membubuhi centang ceklis di masing-masing nama mereka.

Cempaka kembali melanjutkan jalannya untuk kembali kekelas setelah dirasa sebentar lagi jam istirahat akan selesai.

"Cem, bayar untuk minggu kemarin dulu ya soalnya saya lagi ngak punya uang." seorang gadis berkaca mata tebal mendekati tempat duduk Cempaka saat Cempaka hendak kembali menghitung jumlah uang kas seluruhnya.

Bersambung...

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
JURNAL SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang